One Music Recording Studio, Jakarta
“Kita ulangi bagian coda aja! Sekali lagi, oke?” seru Mas Bharga dari balik kaca transparan.
Galang mengangguk sambil membetulkan letak headphone di kepala. Laki-laki itu mengembuskan napas.
“Ready? Go!"
Sometimes I feel like giving up
But I just can’t
Because I love you
Lalu perlahan suara musik menghilang. Kepala Galang mengangguk-angguk. Tidak bohong, dia suka efek pada bagian coda lagunya. Orang bagian mixing benar-benar hebat. Mereka semua memang cerdas menggabung-gabungkan efek lagu dengan rekaman instrumen hingga tercipta melodi yang luar biasa. Galang benar-benar merasa puas!
Nggak sia-sia gue sering begadang, pikir Galang sambil melepas headphone dari atas kepala.
“Keren!” Mas Bharga tersenyum lebar sambil mengacungkan dua jempol ke arah Galang.
“Istirahat, Lang. itu tadi Yuli udah beliin satu kardus air mineral. Biar Mas yang ngurus rekamanmu sama Bang Yon,” katanya sambil menepuk-nepuk bahu seorang pria berkepala botak yang lagi sibuk di balik audio interface dan monitor yang menampilkan software khusus rekaman.
Galang meringis, namun tak urung mengangguk juga. Dia melompat dari kursi tinggi studio rekaman yang didudukinya dan segera keluar dari ruangan kedap suara berbentuk persegi yang berukuran tiga kali tiga meter itu. Selagi Mas Bharga dan Bang Yon sibuk diskusi tentang rekaman lagu-lagu Galang, laki-laki yang mengaku sering begadang itu melangkah menuju sofa di ruang sebelah. Di sana sudah ada Mbak Yuli yang memegangi sebuah botol air mineral dan handuk kecil warna putih untuk Galang. Mbak Yuli pun langsung menyodorkannya begitu Galang mengempaskan pantatnya di sofa nan empuk.
Mantap nih servisnya, batin Galang ketika menerima uluran barang-barang dari Mbak Yuli.
“Laper nggak kamu?” tanya Mbak Yuli selagi Galang menegak minumannya langsung dari botol.
“Boleh pesan KFC nggak, Mbak Yul?” pinta Galang memelas ke arah wanita yang tampangnya nerd abis, tapi sangat bisa diandalkan untuk urusan jadwal Galang selain Mas Bharga. Hitung-hitungnya, Mbak Yuli ini asistennya Mas Bharga.
Mbak Yuli geleng-geleng sambil mengotak-atik ponsel. “Tadi Mbak udah beliin nasi hijau buat kamu. Itu lauk-pauknya disesuaikan sama program diet yang dianjurkan agensi,” katanya.
Bahu Galang langsung merosot. Profesi boleh saja sebagai penyanyi, tapi tetap saja punya diet tertentu. Padahal Galang pikir, diet itu cuma berlaku buat mereka yang tergabung boy band atau girl band saja. Namun ternyata, diet juga berlaku buat penyanyi yang berkarir solo sepertinya.
“Boleh beli kulit ayam nggak, Mbak?” tanya Galang, lagi-lagi mencoba peruntungannya.
Dia sebenarnya lagi kangen makanan junk food seperti KFC, McDonald’s dan Pizza Hut. Tapi apa daya, Mas Bharga dan Mbak Yuli ini orangnya ketat banget. Mereka seperti pengganti orang tua Galang di dunia showbiz. Selama ini, kedua orang itu yang mengontrol sekaligus mengawasi pola makan Galang. Agensi juga menyarankan agar Galang mengikuti pola diet teratur serta gym khusus untuk menjaga kualitas suara sekaligus penampilan Galang. Dan junk food yang diidam-idamkan Galang itu bisa merusak kualitas suara dan bentuk tubuhnya, khususnya pada bagian perut Galang yang mulai mirip jejeran roti sobek cokelat-stroberi favoritnya.
Agak bete juga sih. Tapi Mas Bharga selalu mengingatkannya bahwa pengorbanan puasa Galang dari makanan itu bakal berbuah manis. Lagi pula, sejauh ini makanan yang dimakan Galang masih bisa diterima perut. Meski begitu, Galang tetap saja merasa gimana-gimana gitu dengar kata “nasi hijau” dari bibir Mbak Yuli tadi.
“Kalo mau beli Mango Bomb, nggak boleh juga?” tanya Galang kemudian.
“No, no.” Mbak Yuli menggeleng tegas. “Mango Bomb itu ada banyak krim dan gula. Itu juga merusak metabolisme penyanyi kayak kamu.”
Galang langsung cemberut. Dia bersedekap sambil menyandarkan kepala di sandaran sofa. “Kalo gitu, mana nasi hijaunya? Aku udah laper!” rengek Galang akhirnya.
Setelah itu Mbak Yuli melenggang cepat keluar area studio rekaman. Bersamaan itu, muncul Mas Bharga yang terkekeh geli. Mata Galang menyipit ke arah pria itu. “Kenapa Mas ketawa-ketawa?” tanyanya sewot.
“Kamu itu usia 21 tahun, tapi tingkah kayak bocah usia 5 tahun yang merengek karena nggak dijajanin sama Mamanya!” seloroh Mas Bharga geleng-geleng sambil berkacak pinggang. “Berhenti merajuk gitu, Lang. Kamu kan emang nggak boleh makan junk food sampai semua ini selesai.”
Galang menghela napas keras. “Iya sih, tapi baru beneran berasa lamanya, Mas! Belum lagi bikin music video-nya. Konsepnya ada yang di pantai-pantai gitu ya?”
“Syutingnya kemungkinan besar di Bali,” Mas Bharga membenarkan. “Tad—”
BRAK!
“Ga to the wat!” kata Mbak Yuli tahu-tahu nongol lagi dengan langkah tergopoh-gopoh. Mata besarnya melotot, sedangkan napasnya ngos-ngosan seolah baru ikutan lari maraton di GBK.
“Kenapa, Yul?” tanya Mas Bharga. Nada suaranya berubah waswas.
Kemudian Mbak Yuli menyodorkan ponselnya ke arah Mas Bharga dengan tangan gemetaran. Dia memandangi Galang dan ponsel itu secara bergantian. “Ini benar-benar gawat,” katanya serius.
Saking penasarannya, Galang bangkit dari sofa. Dia mendekati Mas Bharga dan ikutan melihat layar ponsel berukuran lima inci tersebut. Langsung saja mata Galang melotot dan merampas benda itu dari tangan Mas Bharga. Tangan lain Galang sibuk scroll layarnya yang menampilan headline sebuah portal gosip ngehits.
GALANG PRAMANA: GAY?!
“Apa-apaan nih?! Kok bisa muncul berita ini?” omel Galang.
“Pasti ada orang yang sengaja munculin berita itu. Dia tahu kamu mau launching album terbaru dalam waktu dekat,” kata Mas Bharga dengan suara rendah.
“Tapi aku bukan gay!” teriak Galang kesal. Sekarang tatapannya beralih ke Mas Bharga.
“Apa aku salah kalo nggak kencan dengan siapa pun sampai mereka mikir aku... mbelok?”
“Tenang, Lang. Kita…” Belum sempat Mas Bharga menyelesaikan kalimatnya, pria itu sudah buru-buru merogoh kantong celana pantalon yang dipakainya. Mas Bharga mengeluarkan ponselnya, kemudian memandangi layar benda itu sekaligus Galang secara bergantian. “Pak Dewa telepon. Dia pasti udah lihat berita itu.”
Mbak Yuli mengerang, sementara air wajah Galang berubah pucat. Celaka. Kalau bos besar sampai tahu berita itu, Galang benar-benar tamat. Sejauh ini, karirnya sebagai penyanyi yang baru mau naik daun bisa dibilang belum seberapa. Sejauh ini Galang hanya mem-posting sejumlah teaser lagu-lagunya di YouTube dan beberapa akun media sosial lainnya. Kalau gosip gay ini makin melebar, bisa-bisa Galang mengalami kerugian bandar. Sialan!
Sejurus kemudian Galang melihat Mas Bharga mondar-mandir senewen sambil sibuk ngomong di telepon. Benar saja, pria itu memang membicarakan gosip gay yang baru saja nongol di portal gosip berengsek yang baru mereka baca. Sialan, dari mana sih asal gosip itu? Galang tak habis pikir. Dia benar-benar dibuat frustrasi oleh tingkah para wartawan. Mereka kelewatan halu!
“Kayaknya berita buruk nih,” gumam Mbak Yuli pelan. Matanya mengarah ke Mas Bharga yang lagi mengatur napas di sudut ruangan. Tampaknya pria itu sudah menyudahi sesi teleponannya. Kemudian Mbak Yuli menepuk-nepuk punggung Galang. “Siap-siap buat yang terburuk.”
Galang mengangguk muram. Namun dalam hati dia juga bertanya-tanya, apa kemungkinan terburuknya. Kalau sekadar surat peringatan, itu masih diterima Galang. Tapi gimana kalau karirnya kandas begitu saja?
“Jadi?” desak Galang begitu Mas Bharga menghampirinya.
“Pak Dewa memang nanyain soal gosip itu,” jawab Mas Bharga muram. Galang dan Mbak Yuli pun mengerang serentak. “Dia minta jalan keluar bias gosip ini netral sebelum peluncuran album kamu atau bisa-bisa mempengaruhi rate penjualannya.”
Alis Galang terangkat. “Gitu aja?”
“Pak Dewa juga menyarankan kamu untuk menganulir gosip itu dengan mulai berkencan,” tambah Mas Bharga seraya menjejalkan kedua tangan ke dalam kantong celana. “Dia bakal mengirim sejumlah nama deretan artis yang bisa bantu kamu menghilangkan gosip itu.”
“Apa?”
“Ini semacam pemulihan nama baik aja, Lang.”
“Pake kencan buta?” Galang semakin tak percaya. Matanya membelalak semakin lebar.
“Pak Dewa bilang keberadaan artis itu nggak bakalan ganggu syuting kamu nanti,” kata Mas Bharga sekaligus berjanji. Lalu dia tersenyum kecut. “Demi kebaikan kamu, Lang."
aduh kasian banget galang, yuk sini makan ke KFC sama aku wkwkwk.
Comment on chapter PrologLanjutnnya mana nih?
oh ya kamu juga boleh mampir di ceritaku, kasih kritik dan saranmu, kebetulan certaku masih tahap revisi. judulnya WHEN HE Gone. trims