Loading...
Logo TinLit
Read Story - Katamu
MENU
About Us  

BAB 2 

PERGI

“Jadi, kau benar-benar akan meninggalkan Jakarta?” tanya Cecil sahabatku saat kami sedang hangout berdua di mal.

“Tentu saja.” jawabku matang jawabku sambil memainkan bubble dengan sedotan di dalam ice bubble tea.

“Kau jangan lupakan aku ya.” tukas Cecil, halaman-halaman di bawah kantung matanya sedikit menggelembung. Ia menahan tangisnya.

“Cih. Jadi mellow gini.” racauku.

“Sialan. Aku menangis.” Cecil sudah banjir menangis. Aku memeluk tubuhnya erat. Cecil adalah sahabat terbaikku di Jakarta, kami sudah berteman dekat sejak duduk di bangku SMP. Singkatnya Cecil sudah mengenal baik dan buruknya aku. Kini, jelas dia menangis pilu ketika mengetahui aku akan pergi ke Rusia. Sedangkan Cecil dia diterima di sastra UI.

Cecil mencoba mengatur emosinya, dia sedih karena tidak dapat mengantarku ke bandara esok hari karena dirinya pun harus mengurus dokumen mahasiswa baru di UI. Cecil cewek yang sangat feminim dan sensitif, dia bisa menangis meraung-raung, tertawa terbahak-bahak, dia sangat ekspresif. Air wajahnya bisa menebak apa yang sedang dia rasakan, Cecil orang yang blak-blakan. Tak heran, kami bisa bersahabat bertahun-tahun karena dia orang yang to the point dalam berekspresi.

Rambutnya panjang tergerai, hitam dan lebat sesekali dirapikannya. Cecil selalu memakai rok pendek ketika keluar rumah, tas kecil untuk menaruh ponsel dan dompet, di dalamnya ada lipcream, parfum 30 ml, bedak padat dan juga sisir. Dia sangat feminim.

“Hmm... kau masih mengingat cowok itu, Yasa?” terucap dari bibir mungil Cecil sebuah nama yang enggan kuingat. Sosok itu kembali menyeruak dalam otakku ketika namanya sengaja disebut.

Yasa Rudrapriya, alias Yasa. Cowok paling genius di SMA-ku. Dingin dan cool bagaiman es batu. Tahun lalu dia masih menjadi cowokku karena aku mengiriminya surat cinta dan ternyata gayung bersambut, dia pun menyukaiku. Lantas kami berdua sama-sama mabuk kasmaran. Tapi tak berlangsung lama, enam bulan berjalan, sedang ranum-ranumnya debaran kasih sayang. Yasa, dengan gamblang meninggalkanku tanpa sepatah kata apa pun karena ingin fokus pada studinya. Dia cowok gila belajar. Maniak belajar. Aku adalah perempuan pertama di hidupnya, dan begitulah Yasa di hidupku. Kami sama-sama menjadi yang pertama.

Aku kalah telak dengan ‘belajar’, jika sainganku adalah cewek lain, aku bisa mudah melabraknya agar tidak mendekati Yasa. Tapi, sainganku adalah ‘belajar’. Aku tidak bisa menyuruh Yasa berhenti belajar dan hanya memperhatikanku saja. Yasa merasa percintaan hanya sia-sia. Belajar adalah yang utama. Cukup bijak namun juga sedikit berengsek.

Kemudian, dia tidak terobsesi cinta, dia kembali terjun bebas dalam pelajaran sekolah. Dia juga cukup ambisius. Cita-citanya berkuliah di Oxford University. Nyata, dia akan mendapatkannya dengan mudah. Otaknya jenius bukan main. Kini dia sudah berada di Oxford University mengurus ini-itu sebagai mahasiswa baru. Aku mengucapkannya selamat, dia pun demikian. Sudah, cintaku pada Yasa kandas di tengah perjalanan menembus cita-cita. Aku akan ke Rusia dan Yasa ke benua lain kehidupan. Aku tidak mengerti akankah kami berdua akan berakhir pada sebuah muara yang sama lagi nantinya?

“Ya, aku masih mengingatnya.” ujarku dengan lemah tak bergairah.

“Si bodoh itu, meninggalkan segalanya.” kesal Cecil.

“Begitulah.” rutukku menimpali.

“Tapi, di hatimu masih ada Yasa, kan?” tanya Cecil penasaran.

“Benar.” aku tidak dapat berbohong pada Cecil. Pun, meski aku tidak memberitahunya, Cecil akan tetap mengetahui jawaban pertanyaan retoris itu.

Aku jadi ingat pertama kali mengirimkan surat cinta pada Yasa, waktu itu sungguh memalukan. Namun, Yasa sosok cowok yang memang pantas digilai semua cewek kan? Dia terlihat begitu sempurna. Seperti cowok dari planet lain. Bahkan, aku tidak yakin mengapa ada cowok sesempurna Yasa?

Bisa kuceritakan sedikit mengenai Yasa Rudrapriya cowok yang namanya berada di urutan pertama setiap ujian, terkenal di antara cewek-cewek, ketua OSIS, pentolan klub basket, dingin, cool tapi tidak angkuh. Terlalu tinggi, susah digapai. Ketertarikannya hanya pada belajar dan olah raga. Dia lemah di bidang seni, tapi unggul dalam olah raga dan matematika.

Di mataku, tipe cowok seperti Yasa ini sudah paling puol sempurnanya. Yang penting Yasa ini hormat dan santun pada siapa pun, termasuk guru, orang tua bahkan dia memperlakukan cewek dengan baik, lemah lembut, tutur katanya juga sopan. Siapa yang tidak terlena dengan kepribadian Yasa seperti ini? Ditambah, wajahnya yang tampan, struktur muka yang tegas, alis hitam tajam, dan tinggi proposional. Menjadi model majalah pun tidak akan sia-sia. Seolah sudah dibutakan cinta. Aku pun menjadi gila. Seluruh mataku tertutup oleh sosok Yasa, Yasa dan Yasa.

Sampai akhirnya aku nekat mengiriminya surat cinta. Ternyata Yasa sosok yang kuidolakan belum pernah jatuh cinta sama sekali. Dia pun mengiyakan ajakanku berpacaran karena rasanya tertarik dengan cewek sepertiku. Dia mengatakan untuk pertama kali dalam hidupnya merasakan jantungnya begitu berdebar-debar. Dia jatuh cinta. Kami jalan berdua, menonton bioskop, tertawa renyah, menikmati kehidupan remaja yang gegap gempita tanpa memikirkan apa pun.

Dan akhirnya aku tersadar, Yasa adalah Yasa. Dia dengan mudah meninggalkanku. Harusnya aku tahu, cinta yang lebih besar akan mudah kalah dan yang paling menderita. Namun, sedikit pun aku tidak pernah menyesal mencintainya. Orang dewasa mengatakan cinta-cinta masa sekolah adalah cinta monyet yang akan hilang begitu saja. Kurasa, yang mengatakannya adalah orang dewasa yang tidak pernah jatuh cinta dengan sebenar-benarnya. Jatuh cinta di usia kapan pun, tetap saja jatuh cinta. Bagiku, tidak ada cinta monyet. Atau aku yang berubah menjadi monyet kerena terlalu mencinta? Aku tidak tahu.

***

            Satu per satu keluargaku mendekapku erat. Beberapa saat lagi pesawat yang akan membawaku menuju Rusia akan lepas landas. Aku memandangi wajah ayah, ibu dan Djuwita lamat-lamat. Aku seorang gadis berusia 18 tahun meninggalkan kota kelahirannya untuk menuntut ilmu di negara orang. Aku merasa  begitu berat. Ini bukan kali pertamanya aku ke Rusia, tentu beberapa bulan yang lalu aku ditemani ayah sudah survei ke Saint Petersburg dan beberapa universitas di Rusia yang kupilih. Jadi, sebelumnya aku sudah mengenail Saint Petersburg, namun tetap saja rasanya hari ini terasa berat melangkahkan kaki pergi menetap 5 tahun untuk studi di sana.

            “Jangan lupa shalat 5 waktu ya Nak.” ibu mencium keningku dalam. Ia berusaha tidak menangis. Aku tahu, berat pasti melepas anak perempuannya merantau ke negeri orang sendirian.

            “Sayangku, kalau ada apa-apa segera kontak Ibu dan Ayah ya. I love you.” ayah memelukku erat. Sedangkan Djuwita tak mengatakan apa pun, hanya derai air matanya membasahi pipinya. Pasti ia sedih, teman berantem di rumah tidak ada lagi.

            “Ayolah, aku hanya pergi studi di Rusia. Akhir tahun aku akan pulang.” aku mengusap rambut Djuwita hangat. Jadi begini rasanya hendak pergi merantau. Yang membuat terasa berat adalah perpisahan dengan keluarga. Aku menahan tangisku dan memutuskan menegakan bahuku, menunjukkan bahwa aku kuat, aku bisa hidup sendirian di Rusia. Bukankah para pepatah mengatakan, ‘merantaulah maka kau akan tahu alasan apa yang membuatmu ingin pulang.’

            Aku menyeret koperku dan melambaikan tangan pada mereka dengan senyum hangat. Lihat, aku baik-baik saja kan? Jangan menangisi kepergianku. Aku akan pulang ke tempat ayah dan ibu. Doakan anakmu ini sukses studi di negeri orang. Gumamku dalam hati. Aku segera bergabung dengan beberapa calon mahasiswa Indonesia lainnya yang hendak terbang ke Saint Petersburg.

            Total calon mahasiswa Indonesia yang akan berkuliah di Rusia melalui beasiswa ini mencakup 161 orang yang sudah terdiri dari S1, S2, dan S3. Jadi, aku dan beberapa rekan mahasiswa Indonesia yang akan berkuliah di kota Saint Petersburg berangkat bersama-sama pada hari ini agar mudah dalam koordinasi ketika tiba di sana. Memang tidak ada keharusan pergi ke Saint Petersburg bersama calon mahasiswa Indonesia yang lain, tapi kami memang sepakat dikoordinasi agar lebih mudah.

            Aku mendapat teman baru yang seusia denganku, ditambah dia adalah orang-orang yang cukup supel dalam bergaul. Sisa dari kami adalah mahasiswa S2 yang sudah lebih senior jadi agak segan untuk memulai pembicaraan karena perbedaan usia dan bahan pembicaraan, namun tetap saja kami harus mempererat silaturahim sesama mahasiswa Indonesia nantinya. Untuk calon mahasiswa S3 mereka sudah meluncur lebih dahulu, sebab mereka dulunya adalah mahasiswa S2 Rusia. Untuk dapat masuk di S3 Rusia, diharuskan sudah menempuh S2 di Rusia juga. Tak heran, tidak terlihat calon mahasiswa S3 di antara kami.

            “Aku Mudita.” ujar cewek supel itu menghampiriku sambil tersenyum menjabat tanganku. Aku menatap wajahnya yang ramah. Kulitnya putih bersih, bibirnya memakai liptint warna peach dan alisnya yang tipis disisir dengan eyebrow warna brown tipis sekali, sehingga orang tidak menyangka bahwa dia berdandan. Rambutnya yang aslinya hitam diwarnai cokelat tua. Dia cukup modis meskipun badannya mungil. Dengan pilihan baju santai, kaos oblong garis-garis hitam dan celana kulot serta sepatu wakai andalan anak Jakarta. Dia terlihat seperti anak muda Jakarta pada umumnya yang suka menggunakan style santai. Ootd airport yang cukup simpel. Aku melihatnya sudah menyiapkan jaket bulu, syal, topi hangat yang nanti akan dikenakan sesampainya di Saint Petersburg.

            “Fulangi.” jawabku membalas keramahannya. Sedangkan pilihan busanaku untuk pergi ke Rusia tak kalah santai. Aku hanya memakai kemeja putih polos H&M dan celana jeans biru belel disertai sepatu converse sejuta umat. Aku membiarkan rambutku yang hitam lurus tergerai seperti biasa. Untuk makeup, aku tidak neko-neko hanya eyebrow Etudehouse warna brown, lipcream Makeover nomor 3 dan bedak padat serta sedikit parfum The body shop andalan. Barang-barang yang kupakai biasa digunakan sejuta umat. Aku juga sama sepertinya, sudah menyiapkan jaket tebal, syal dan sarung tangan sebab suhu di Saint Petersburg bulan ini sekitar 5,4 derajat celcius, berbeda dengan Jakarta yang suhunya kisaran 32-34 derajat celcius saja.

            “Semoga kita bisa menjadi teman baik ya. Hahahaha.” ujarnya disertai bunyi tertawa panjang. Meskipun aku tidak mengerti mengapa dia tertawa, namun akhirnya aku memutuskan untuk ikut tertawa. Aku bisa melihat, Mudita memiliki kepribadian yang baik dan menyenangkan, dia mudah bergaul dengan siapa saja. Termasuk orang yang baru saja ditemuinya.

Aku naik ke dalam pesawat, sayangnya kursiku dan Mudita berbeda nomor sehingga kami tidak dapat mengobrol. Namun aku tidak begitu kecewa sebab tempat dudukku di dalam pesawat cukup nyaman karena di sebelah jendela sehingga aku bisa melihat pemandangan sebelum pesawat lepas landas.

Aku membawa beberapa koper yang isinya baju musim dingin, baju hangat, alat makeup dan lainnya. Untuk perlengkapan sehari-hari seperti piring, gelas, makanan, aku akan belanja secepatnya aku sampai di Saint Petersburg. Jadi, 70% isi koperku adalah pakaian, 10% buku-buku, dan sisanya perlengkapan wanita.

Ayah dan ibu juga sudah menyiapkan tabungan khusus agar sewaktu-waktu aku butuh biaya tinggal mengambil dari tabungan tersebut, sebab beasiswa kuliah ini full meng-cover dana pendidikan kuliah selama di Rusia, namun untuk biaya hidup sehari-hari tentunya harus merogoh kocek sendiri. Aku memejamkan mata karena perjalanan menuju Rusia cukup jauh.

***

Saint Petersburg, Oktober 2016.

Pukul 13.00 dengan sedikit jetlag, aku sudah menginjakan kaki di Saint Petersburg bagian dari daerah di Rossiyskaya Federatsiya atau Federasi Rusia, dengan ibu kota Moskwa. Benar dugaanku, Saint Petersburg sangat dingin. Hawa dingin sudah menyeruak menusuk kulitku. Aku sudah sigap memakai jaket, sarung tangan dan syal berwarna cokelat senanda. Ketika bernafas seolah-olah ada asap mengepul keluar dari mulutku. 5.4 derajat celcius, wajar saja orang Jakarta sepertiku kedinginan. Suhu paling rendah di Saint Petersburg jatuh pada bulan Januari, yaitu minus 7,4 derajat celcius. Bukan main, 5,4 derajat saja sudah membuat gigiku bergemelutuk apalagi minus 7,4 derajat?? Yang pertama harus kulakukan sesampainya di Saint Petersburg adalah berdamai dengan suhu udara.

Untuk masalah mata uang, tentu saja aku sudah menyimpan uangku dalam bentuk mata uang Rubel Rusia untuk bertahan hidup di sini. Aku membawa tas dan koperku dengan erat sebab Rusia masuk dalam negara dengan tingkat kedamaian terendah keenam di dunia. Aku harus berhati-hati tinggal di sini.

            Kota-kota besar di Rusia seperti Moskwa, Saint Petersburg, Nizhy Novgorod, Novosobirsk, Samara, Yekaterinburg, dan Kazan sudah memiliki transportasi umum yang baik, seperti bus, trolleybus, trem dan metro bawah tanah sedangkan Volgograd sudah memiliki metrotram. Saint Petersburg sendiri memiliki metro tertua di Rusia yang dibangun tahun 1955 dengan dekorasi yang sangat indah.

            Aku memandangi kota Saint Peterseburg yang sangat indah saat pemimpin asrama menjemput kami di bandara untuk menuju ke asrama kampus menggunakan bus. Terlihat di sepanjang mataku memandang kota Saint Petersburg terlihat betapa multikultural Rusia, karena terdapat Gereja Ortodoks Yunani, mesjid yang disebut Religioznye Postroiki atau bangunan keagamaan. Kota Saint Petersburg yang akan kutinggali ini dulunya adalah ibukota Rusia jadi tidak heran kota ini terasa begitu indah dan juga besar.

Aku dan Mudita sudah sampai di dorm mahasiswa. Mudita diterima di Saint Petersburg State Polytechnical juga namun dengan jurusan Matematika Terapan. Bisa dibayangkan apa isi otak Mudita ini? Mungkin isinya rumus-rumus perkalian semua. Kami memutuskan untuk tinggal di ruangan yang sama. Sebenarnya kami bisa request tinggal di kamar yang mana saja, asal kamar tersebut kosong. Kebetulan ada 1 kamar yang kurang 2 mahasiswi. Jadilah, aku dan Mudita memutuskan tinggal bersama di kamar tersebut.

Zdra stvuy tye.”[1] sapa Mudita pada pemimpin asrama yang wajahnya agak asam, mungkin karena kelelahan mengurus calon mahasiswa yang hari ini masuk ke dalam asrama.

“Zdra stvuy tye.”[2] pemimpin asrama itu perempuan berusia 30 tahunan, rambutnya berwarna perak dan matanya berwarna biru laut. Dia tersenyum pada kami berdua. Orang Rusia terkenal tidak ramah pada orang asing, tapi kurasa perempuan ini sedikit berbeda. Mungkin, karena setiap harinya dia bertemu dengan orang asing mau tidak mau, dia harus ramah, bukan?

“Kak u ti bya di la?”[3] tanyaku basa-basi.

            “Prik ras na.”[4] jawabnya pendek sambil tetap berusaha tersenyum.

            “Aku Mudita dan ini temanku Fulangi. Och in pri yat na.”[5] ujar Mudita tersenyum ramah sambil menjabat tangannya. Kami orang Asia terkenal ramah pada siapa pun.

            “Mi nya za vut Fulangi. Och in pri yat na. Kak vas za vut?”[6] aku memperkenalkan diri.

            “Mi nya za vut Dyela.”[7] jawabnya sambil menunjukan jalan menuju ruangan yang akan kami tempati.

            Jangan bayangkan dorm mahasiswa bagus, dorm di sini memang tidak buruk, namun bangunannya cukup tua dan tidak begitu bersih, aku melihat beberapa kecoa berjalan di koridor dorm dan sedikit bau menyengat dari beberapa sudut dorm. Ya, bangunan dorm ini benar-benar tua. Satu kamar dorm diisi oleh 3 orang mahasiswa. Aku berharap dapat belajar dengan baik nantinya.

            Dyela mengetuk sebuah pintu ruangan nomor 405. Perlahan di balik pintu itu muncul seorang gadis Asia dengan rambut berantakan seperti habis tidur siang.

            “Zdra stvuy tye, Dyela.” sapa gadis itu sambil tersenyum pada kami berdua. Kurasa dia sudah tahu kedatangan Dyela ke tempatnya.

            “Missele, ini teman barumu. Mudita dan Fulangi. Kalian berada pada kamar yang sama.” Dyela menjelaskan. Kulihat Missele bahagia mendapat teman sekamar orang Asia juga. Aku dan Mudita memasukan koper barang ke dalam ruangan nomor 405. Setelah itu Dyela meninggalkan kami yang asyik mengobrol.

            “Hei, aku Missele mahasiswa tingkat 3 jurusan Fisika Medis. Kalian berasal dari mana? Aku dari Singapura.” ujarnya sambil takjub tidak percaya mendapat rekan sekamar sesama orang Asia. Memang mahasiswa di Rusia multiras. Dan tidak banyak orang Asia di Rusia. Jadi, seolah sangat membahagiakan menemukan ras yang sama. Di Rusia sendiri sama seperti Indonesia terdapat banyak suku, sekitar 160 suku di Rusia yang paling besar adalah suku Rusia, Tatar, Ukraina, Bashkir, Chuvas, Chechen, Armenia, dll.

Rusia juga sama seperti Indonesia memiliki pulau-pulau, seperti pulau Novaya Zemlya, Franz Josef, Siberia Baru, Wrangel, Kuril, Sakhalin. Jadi, sebenarnya aku merasa Indonesia dan Rusia memiliki banyak persamaan. Atau aku sengaja menyamakan dua negara yang sangat berbeda ini agar merasa seperti di rumah sendiri? Agar aku merasa betah, kerasan dan nyaman tinggal di sini. Secara psikologis kuakui begitu.

            “Aku Fulangi.” ujarku pada cewek bernama Missele itu.

            “Aku Mudita.” Mudita juga memperkenalkan dirinya pada Missele.

            “Nice to meet you guys. Akhirnya aku punya sekamar sesama teman Asia.” soraknya gembira. Dia bahkan dengan sekejap menambahkan aku dan Mudita sebagai temannya di sosial media.

Ruangan dorm tempat kami tinggali besar dan sangat cukup digunakan untuk tinggal bertiga. Terdapat 3 ranjang single bed untuk tiga orang, 3 meja belajar, dan 3 lemari besar. Ada pantry, dapur kecil, laundry dan satu kamar mandi. Di tengah-tengah ada ruangan besar yang diisi sofa besar dan sebuah tv kecil. Aku memilih ranjang di dekat jendela. Kubuka jendela kamar terlihat bangunan kampus di beberapa kilo meter seberangnya.

Aku membereskan barang-barangku, menyusun baju di lemari dan merapikan buku-buku di meja belajar. Mudita juga melakukan hal yang sama. Dia bahkan lebih parah, langsung menyapu dan mengambil alat pel lantai untuk segera bersih-bersih. Mudita sangat menyukai kebersihan. Dia tidak ingin kamarnya dihinggapi kecoa yang lalu lalang seperti yang ada di koridor dorm. Tapi, Missele gadis Singapura keturunan Melayu dan China itu kuperhatikan adalah orang yang cukup bersih. Tempat tidurnya rapi, nyaman, dan barang-barangnya tersusun rapi. Tidak ada masalah dengan teman sekamarku. Kurasa aku bisa menjalani kehidupan kuliah dengan baik di Saint Petersburg.

Hari pertama di Saint Petersburg yang cukup melelahkan. Aku harus merapikan barang-barang yang kubawa, beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Untung teman sekamarku adalah Mudita dan Missele, orang-orang baik. Tidak terbayang jika aku satu kamar dengan orang lain selain mereka. Apalagi aku yang ceroboh dan sering melakukan kesalahan. Aku tidak tahu apakah orang lain akan memaklumi kecerobohanku ini, yang jelas aku akan berhati-hati tinggal di sini.

***

 

[1] Halo

[2] Halo

[3] Apa kabar?

[4] Baik

[5] Senang bertemu denganmu.

[6] Nama saya Fulangi. Senang bertemu denganmu. Namamu siapa?

[7] Nama saya Dyela.

How do you feel about this chapter?

1 1 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (15)
  • lanacobalt

    Lanjut dong. :D

    Comment on chapter BAB 2 Pergi
  • MagrisEl

    awal ceritanya keren, huehuhe ada ringtone masha and the bear 😁

    Comment on chapter BAB 1 Cewek Ceroboh
  • Ervinadyp

    ditunggu kelanjutannya kaak. ceritanya bagusss. :)

    Comment on chapter BAB 1 Cewek Ceroboh
  • kairadish

    Ceritanya kereennn, aku senyun2 sendiri eheheheh. Good job kakk💕

    Comment on chapter BAB 1 Cewek Ceroboh
  • sisiaprily

    Untuk awalnya bagus, ide ceritanya juga menarik. Tapi, terlalu banyak paragraph yang kadang bikin pembaca bosan. Bisa di persingkat untuk kalimat2nya, jadi lebih ke intinya gak banyak pengulangan kata, yang bikin pembaca susah memahami inti ceritanya. Tetep semangat nulisnya, ditunggu kelanjutan ceritanya :-)

    Comment on chapter BAB 1 Cewek Ceroboh
  • dxpearl

    Sukakkk sama ceritanya ^^ serius ini menginspirasi loh ceritanyaaa (: kutunggu kelanjutannya kak hehehe

    Comment on chapter BAB 1 Cewek Ceroboh
  • innos

    Halo..ceritanya bagus, tapi menurutku kamu terlalu banyak menjelaskan semua informasi hasil risetmu, jadi beberapa paragraf terkesan kayak artikel..coba informasi itu disisip"kan di tengah cerita gitu..aku juga lagi belajar buat mengolah hasil riset. Syemangaats🤗

    Comment on chapter BAB 1 Cewek Ceroboh
  • ellyzabeth_marshanda

    Salfok sama lagunya Marsha wkwkw aku mencoba menyanyikannya, tapi prolog kakak bagussss. pengalaman pribadi kah kak? wkwk juskid

    Comment on chapter BAB 1 Cewek Ceroboh
  • enhaac

    untuk sebuah prolog lumayan menarik sih. Ditunggu deh bab2 berikutnya. Yang perlu sedikit diperbaiki hanya beberapa kalimat saja yang terlihat kurang efektif. Entah pengulangan atau malah perlu digabung. It's ok lah karena mungkin baru bab2 awal. Good Joob :-)

    Comment on chapter BAB 1 Cewek Ceroboh
  • aiana

    waah, ini ceritanya penuh dengan penelitian sebelum di tulis, atau dari pengalaman pribadi?

    Comment on chapter BAB 1 Cewek Ceroboh
Similar Tags
IDENTITAS
686      466     3     
Short Story
Sosoknya sangat kuat, positif dan merupakan tipeku. Tapi, aku tak bisa membiarkannya masuk dan mengambilku. Aku masih tidak rela menjangkaunya dan membiarkan dirinya mengendalikanku.
From Ace Heart Soul
566      340     4     
Short Story
Ace sudah memperkirakan hal apa yang akan dikatakan oleh Gilang, sahabat masa kecilnya. Bahkan, ia sampai rela memesan ojek online untuk memenuhi panggilan cowok itu. Namun, ketika Ace semakin tinggi di puncak harapan, kalimat akhir dari Gilang sukses membuatnya terkejut bukan main.
MANTRA KACA SENIN PAGI
3524      1285     1     
Romance
Waktu adalah waktu Lebih berharga dari permata Tak terlihat oleh mata Akan pergi dan tak pernah kembali Waktu adalah waktu Penyembuh luka bagi yang sakit Pengingat usia untuk berbuat baik Juga untuk mengisi kekosongan hati Waktu adalah waktu
Aku Lupa Cara Mendeskripsikan Petang
548      375     2     
Short Story
Entah apa yang lebih indah dari petang, mungkin kau. Ah aku keliru. Yang lebih indah dari petang adalah kita berdua di bawah jingganya senja dan jingganya lilin!
Secarik Puisi, Gadis Senja dan Arti Cinta
1170      777     2     
Short Story
Sebuah kisah yang bermula dari suatu senja hingga menumbuhkan sebuah romansa. Seta dan Shabrina
Premium
Ilalang 98
6057      2014     4     
Romance
Kisah ini berlatar belakang tahun 1998 tahun di mana banyak konflik terjadi dan berimbas cukup serius untuk kehidupan sosial dan juga romansa seorang mahasiswa jurusan Sastra Indonesia bernama Ilalang Alambara Pilihan yang tidak di sengaja membuatnya terjebak dalam situasi sulit untuk bertahan hidup sekaligus melindungi gadis yang ia cintai Pada akhirnya ia menyadari bahwa dirinya hanya sebuah il...
Lost Daddy
4794      1060     8     
Romance
Aku kira hidup bersama ayahku adalah keberuntungan tetapi tidak. Semua kebahagiaan telah sirna semenjak kepergian ibuku. Ayah menghilang tanpa alasan. Kakek berkata bahwa ayah sangat mencintai ibu. Oleh sebab itu, ia perlu waktu untuk menyendiri dan menenangkan pikirannya. Namun alasan itu tidak sesuai fakta. AYAH TIDAK LAGI MENCINTAIKU! (Aulia) Dari awal tidak ada niat bagiku untuk mendekati...
Letter hopes
1025      566     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
Ketika Kita Berdua
35268      4899     38     
Romance
Raya, seorang penulis yang telah puluhan kali ditolak naskahnya oleh penerbit, tiba-tiba mendapat tawaran menulis buku dengan tenggat waktu 3 bulan dari penerbit baru yang dipimpin oleh Aldo, dengan syarat dirinya harus fokus pada proyek ini dan tinggal sementara di mess kantor penerbitan. Dia harus meninggalkan bisnis miliknya dan melupakan perasaannya pada Radit yang ketahuan bermesraan dengan ...
The DARK SWEET
599      446     2     
Romance
°The love triangle of a love story between the mafia, secret agents and the FBI° VELOVE AGNIESZKA GOVYADINOV. Anggota secret agent yang terkenal badas dan tidak terkalahkan. Perempuan dingin dengan segala kelebihan; Taekwondo • Karate • Judo • Boxing. Namun, seperti kebanyakan gadis pada umumnya Velove juga memiliki kelemahan. Masa lalu. Satu kata yang cukup mampu melemahk...