Universitas megah yang telah berdiri kokoh selama puluhan tahun lamanya itu masih terpakai hingga saat ini. Mahasiswa yang silih berganti setiap tahunnya.
Hampir setiap hari kampus itu ramai. Kecuali malam hari. Terdapat aktivitas lain di dalamnya. (Deskripsikan sendiri :D)
***
London December 31, 2018
07.00 pagi
Mahasiswi yang mengambil jurusan psikolog semester 2 itu berjalan menyusuri lorong-lorong sunyi. Buku-buku tebal yang tak pernah lepas dari pelukannya.
"Rose" Panggil seseorang. Gadis 20 tahun itu menoleh ke belakang. Bibir mungil merahnya tertarik ke samping, menciptakan senyuman manis dan manja.
"Kevin? Kamu baru sampai? Bukankah jadwal kuliahmu di mulai pukul 10?"
"Oh ayolah Rose, aku hanya ingin bertemu denganmu. Kau sibuk sekali, aku hampir tak pernah, ah mungkin sama sekali tak pernah bersamamu akhir-akhir ini," sedih Kevin dengan wajah yang di buat-buatnya.
"Kevin berhentilah bersikap ke kanak-kanakan, kita sudah dewasa sekarang," ucap Rose sambil melanjutkan perjalanannya menuju suatu ruangan.
Semenjak menginjakkan kaki di sini, Rose harus sering mengunjungi profesor sekaligus pamannya itu. Rose tak mengetahui alasannya, yang pasti setiap pagi ia harus menemuinya di ruangan khusus tempatnya.
"Kamu mau menemui ayahku lagi?"
"Ya Kevin, kamu mau ikut?"
"Ayolah Rose, ayah selalu bertanya panjang lebar padaku. KEVIN APAKAH KAMU MENJAGA ROSE DENGAN BAIK, KEVIN AWAS SAJA KALAU ROSE KECEWA KARENAMU dan bla..bla..bla," gerutu Kevin kesal.
"Kevin, dia itu juga ayahmu,"
"Aku curiga kalau memang benar dugaanku bahwa aku ini anak pungutan,"
"Huss ngaco kamu hahaha. Tenang Vin wajahmu mirip kok sama tante Geya dan paman Louis,"
Langkah Rose terhenti tepat di depan pintu ruangan Profesor Louis.
Tok...Tok...Tok...
Pintu langsung di buka dari dalam. Menampakkan pria paruh baya yang sudah di penuhi uban di sekitar rambut gelapnya.
"Ayo masuk...."
"...dan biarkan saja bocah itu di luar,"
Pintu di tutup. Raut wajah Kevin berubah masam menahan kesal. Seribu serapah keluar dari bibir tipisnya.
"Pasti lama, aku keluar saja deh," pasrah Kevin dan langsung melenggang pergi, Ia tak sadar bahwa ada seseorang yang menatapnya tajam.
"Paman sebenarnya aku kenapa? Kenapa paman terus saja membuatku harus terpejam," sekarang Rose tengah terpejam atas perintah pamannya. Entah apa yang di katakan Profesor Louis. Mulutnya mengucapkan sesuatu yang tak terdengar, suaranya lebih pelan dari hembusan angin santai.
Sorot mata Paman Louis menatap tajam padanya. Tiga menit Rose terpejam, dan akhirnya bisa membuka mata. Seperti biasanya, pandangan mata Rose terlihat kosong saat pertama kali terbuka.
"Rose," hingga kesadaran Rose kembali saat mendengar suara yang sering muncul ketika pertama kali Rose membuka mata itu
"Paman kenapa lagi-lagi suaramu berbeda saat memanggilku tadi,"
"Lupakan itu. Ini sudah waktunya jam kuliahmu. Jika Kevin membuatmu kecewa, laporkan saja kepada paman,"
"Haha baiklah," Rose berdiri dan pergi keluar untuk memulai perkuliahannya.
Ransel kecil yang menggantung di punggungnya langsung di simpannya di sisi kursi. Bollpoint yang sudah berada dalam genggamannya bersiap untuk mencatat semua bahan presentasi di depan.
***
Suara helaan nafas keluar dari mulut gadis itu. Ia memijit pelipisnya sendiri. Menetralkan pikirannya sejenak.
"Rose ada pacarmu di luar," kata Ily teman karibnya.
"Pacar? Tapi aku tak punya pacar. Kau tahu sendiri kan Ly?" Bingung Rose. Ily yang melihat raut wajah bingung Rose hanya bisa menahan tawanya.
Rose melangkah ke luar dengan lunglai. Matanya melirik ke kanan dan....
"Aww," pekik Rose pelan. Tubuh Rose terjungkal ke lantai. Ia terkejut dengan Kevin yang tiba-tiba muncul di sisi kirinya.
"Ow wow, iam sorry," maaf Kevin dengan nanda menyesal. Ia kemudian mengulurkan lengannya untuk membantu Rose berdiri.
Brugh...
Saat tangan itu berada kuat dalam genggaman Kevin. Tiba-tiba Kevin melepaskannya begitu saja. Tawa keras Kevin menggelegar di sekitar Rose.
"Menyebalkan!" Umpat Rose sambil berusaha bangkit.
"Shit! Bokongku," Rose merasakan sekitar bokongnya yang memanas akibat terbentur lantai dengan keras.
"Kamu ini sungguh lucu saat cemberut hahaha," tawa Kevin semakin keras.
"Arrgggghsss," tidak panas, tidak hujan. Kevin langsung berjinjit dan menggeram.
"Rose, aku baru tahu kekuatanmu menginjak kakiku, bisakah pelan sedikit," Kevin langsung membuka sepatunya dan mengusap kaki yang katanya di injak oleh Rose.
"Apa? Aku tidak menginjak kakimu,"
"Ck Rose walaupun aku terlihat jail, tapi aku gak bodoh. Kita di luar hanya berdua. Ya kali pintu ini nginjak kakiku," papar Kevin.
"Kevin, kita berjarak okay. Kakiku tidak panjang untuk sampai ke kakimu yang besar itu," elak Rose.
"Ah sudahlah. Aku curiga sebenarnya kau itu lebih bodoh dariku,"
"Terus saja kau curiga dan ingat. Nilai bahasa Jermanku lebih besar darimu bodoh,"
"Kamu yang bodoh,"
"Kamu yang bodoh," geram Rose yang tak mau kalah.
"Baiklah..."
"Bagus. Ternyata kamu mengakuinya." Delik Rose
"Baiklah aku memang lebih pintar darimu. Hahaha," tawa Kevin kembali meledak dan membuat Rose menekuk wajahnya kesal.
"Kita ke kantin yuk," ajak Kevin di sertai anggukan Rose.
Kevin dan Rose berjalan beriringan. Siapa sangka banyak yang mengira jika Rose dan Kevin adalah pasangan kekasih, namun pada kenyataannya mereka berdua hannyalah sepupu.
Pesona Kevin yang memabukkan mata kaum hawa itu terus tersorot setelah sampainya di kantin kampus.
"Mau pesan apa nona?" Tanya Kevin
"Spaghetti and green capuchino," santai Rose sambil memainkan ponsel canggihnya.
"Okay."
"Im...." Rose mendengar sesuatu ke telinganya. Suaranya seperti tercekat. Ia memejamkan matanya, berusaha merasakan suara itu,
"Rose," panggil seseorang. Matanya kembali terbuka.
"Kevin? Cepat sekali, padahal antreannya panjang" pekik Rose
"Rose apa kamu tidak mengenal sang idaman ini. Semuanya pasti mudah. Tenang saja,"
"Haha," 15 menit mereka berdua habiskan waktu santainya di kantin.
Rose dan Kevin segera keluar dari kantin menuju kelas mata kuliahannya.
"Rose aku akan bertemu dengan Daddy, kamu pergi saja duluan. Jangan sedih aku tinggal ya,"
"Dih siapa juga yang sedih. Yaudah sana," usir Rose.
Kevin bergegas menuju ruangan profesor Louis. Mengetuk pintunya, dan tak lama kemudian sosok itu muncul membukakan pintu.
"Ayah," panggil Kevin dengan nada suara yang bergemuruh seperti habis lari.
"Kenapa? Masuklah," Kevin melangkah masuk ke ruangan megah itu.
"Kenapa?" Tanyanya sekali lagi.
"Ayah, dia datang kembali,"
"Dia?" Bingung Profesor Louis
"Juan Albert William," langit yang cerah langsung terdapat gumpalan awan hitam, ia seakan tahu apa yang dirasakan sekitar. Sekelebat bayangan hitam melintas di depan ruangan itu.
"KEVIN!!" Bentak profesor Louis.
"A-apa yang terjadi?"
"Dasar bodoh, kamu telah membangkitkan jiwa yang aku kurung selama ini. Dari mana kamu tahu namanya?"
Flashback on
Kevin telah kembali dari luar. Ia mengulum ice cream susu di tangannya. Mata birunya menatap ke sebuah ruangan yang terbuka. Ia berjalan ke arah pintu itu yang ternyata adalah ruangan ayahnya, profesor Louis.
"Ayah ceroboh. Bagaimana kalau nyamuk rabies masuk,"
Hendak menutup pintu tak sengaja iris matanya menangkap secarik kertas kusam di atas meja paman Louis. Entah dorongan apa, seperti suara bisikan mengiringnya masuk ke dalam. Di ambilnya kertas itu dan di baca sebuah tulisan indah di sana.
Kertas 1
London May 20, 1790
Juan Albert William. Sang penyidik muda profesional telah mati terbunuh karena insiden pembantaian di rumah Mr. Jackson. Banyak kasus yang telah terpecahkan oleh sang Master. Mulai dari tertangkapnya pelaku pembunuhan berantai keluarga Jhones, pembunuhan terbesar di Inggris. Penyidik Juan banyak menuai pujian, namun tak sedikit juga yang tak menyukainya.
Kertas 2
London May 21, 1790
Juan Albert William, sosok yang tampan, bijak sana, dan murah hati itu tersenyum melambaikan tangannya kepada rakyat yang berkumpul untuk menyambut keberhasilan Juan dalam memecahkan kasus terberat ke dua setelah pembunuhan keluarga Jhones. Banyak para gadis cantik dan sempurna yang menginginkannya. Bahkan tak sedikit dari para gadis itu yang rela bunuh diri karena tak ada harapan untuk memilikinya (tanpa sepengetahuan Juan)
Di usianya yang baru menginjak 23 tahun sang penyidik muda akan di nobatkan sebagai penyidik senior. Bukan hanya cerdas, Juan memiliki ketampanan dengan mata hijau gelapnya, wajah putih bersih dan yang menjadi daya tarik adalah, rambutnya yang seputih salju. (Terinspirasi dari kaneki, dan pria di cover Alex : He's Mine :D)
Kertas 3
London May 31, 1790
Tunggu Next chapter yaaa. Pada penasaran gak sama isi kertas 3. Apa yaa kira2 isinya. Follow yuk 😲 kasih vote dan komentar yang buat author semangat buat nerusinnya. Hargaiiii dan pujiii.😅
Aku memang ada 😱
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' ://tinlit.com/story_info/3644 jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Come Back the Investigator