Read More >>"> Serpihan Hati (10. SILUET) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Serpihan Hati
MENU
About Us  

10. SILUET

Tiga hari masa liburku sudah berlalu.  Masih tidak ada perubahan apapun untuk ku lakukan. Otakku sudah mentok tidak ada ruangan untuk berpikir. Pagi ini sangatlah cerah namun justru terlihat seperti awan yang mendung penuh kelabu. Aku sudah bosan untuk melakukan apapun itu. Aku benar-benar rindu masa kecilku dan aku ingin kembali pada masa itu. masa dimana aku tidak memikirkan apapun tapi jika aku mengatakan hal ini kepada mereka pasti mereka akan berkata, “Memangnya sekarang kau bisa berpikir?”. Tapi masa kecil itu benar-benar indah apalagi didesa nenekku. Banyak pohon, ada sawah, gunung dan sungai.

Selepas pulang sekolah aku sering diajak oleh kakak sepupuku untuk berenang di sungai layaknya Waterboom. Dengan menggunakan banana boot alias pohon pisang aku menaikinya bersama saudaraku membiarkan aliran air sungai membawa kami ke hilir. Rasanya aneh dan lucu tidak ada sedikitpun kata lelah. Selepas itu mencari ikan, keong, kodok dan lainnya, setelah lelah kakak sepupuku mengambil kelapa muda dan kamipun tertawa bebas bercanda sambil memakan meminum air kelapa. Kenangan yang sangat indah meski sangat sederhana. Kebahagiaan dan kehangatan dari keluargaku.

Aku kini sudah dewasa tapi aku belum bisa membahagiakan kedua orang tuaku bahkan diriku sendiri. justru sampai saat ini aku masih sering menyusahkan mereka berdua. Hanya kakakku saja yang tidak bergantung kepada mereka. aku iri pada kakakku yang seumur hidupku mungkin tidak lebih dari lima kali kakakku kena marah padahal kakakku adalah anak laki-laki tapi jarang sekali membuat mereka merasa kesal padanya. Sedangkan aku hampir setiap hari dimarahi, hanya ketika aku beranjak dewasa mereka mulai jarang memarahiku tapi nasehat yang keluar dari mulut mereka justru lebih tajam.

“Qirani…”

“AKu pergi kedepan sebentar bu” ucapku lemas dan lunglai, bukan karena aku baru bangun tidur tapi karena pikiranku yang membuaku lemas.

“Kedepan kemana? Kau akan melanjutkannya lagi diteras, belum cukup dikamar tidur” ucap ibuku.

Jegerrrrrrrrrrrrrr…. Rasanya tiba-tiba petir menyambarku.

“Ya ampun ibu, aku akan pergi ke minimarket depan jalan raya sana bu”

“Owhh… untuk apa? Itu baju belum ganti, kamu ini sok wangi”

Aku hanya cemberut tanpa menjawab pertanyaan ibu. Aku tidak menyangka ibuku sampai sesensitif itu terhadapku. Setiap langkahku selalu ia curigai, setiap penglihatan mataku ia lirik, bahkan sampai teman-temnakupun ibuku tidak lepas meramal wajah mereka. Hari liburku semakin gelap saja. Ternyata apa yang sudah direncanakan tidak sesuai dengan kenyataan.

Handphoneku berdering membuat tubuhku ikut gemetar ala ballydance karenanya

Qi… kau bisa ketoko sebentar saja

Akhirnya kabar yang ingin ku dengar datang juga. Aku tidak menyangka jika aku sekhawatir ini terhadap Rosella. Setelah kemarin aku memberanikan diri untuk menghubunginya. Beratus kali aku telpon dan beribu kali aku mengirim pesan lewat semua media sosial, aku memberanikan diri membukanya hanya untuk dia bahkan aku juga berpikir untuk mengirimnya surat pos ataupun surat kaleng tapi tidak ada satupun yang dibalasnya. Sedihhh... Aku dicuekin ratusan ribu kali olehnya. Tidak hanya aku, Timmo dan Gio pun sama tidak ada kabar yang di terimanya ataupun yang bisa dia beritahukan. Dan aku pikir lebih baik menunggu Rosella yang mengabariku sendiri.

"Oke baik,  aku akan kesana sore hari..." balasku singkat dan cepat.

Aku berjalan menuju tujuanku sebelumnya yaitu ke minimaket yang ada di depan jalan pintu masuk ke kompleks. Pagi yang cerah untuk hati yang kelabu. Aku berjalan ke kiri dan kekanan seperti tidak bertenaga. Aneh sekali entah kenapa semakin kesini aku semakin tidak bertenaga.

"Oh my god..." Aku langsung melotot. "Tidak mungkin... Tidak mungkin, ya ampun… ya… ampun"

Aku yang terkejut seperti mendapatkan tenaga extra karena pikiranku yang tiba-tiba membuatku harus menggelengkan kepala dengan cepat. Aku tidak ingin berpikiran seperti itu tapi kenyataannya itu membuatku takut dan selalu membayangiku. Aku tidak mau lagi berpikir apapun aku langsung berlari kocar-kacir tidak ingin mengingat lagi. Tapi sepertinya tetap saja yang namanya wujud tidak bisa dibohongi. Sepertinya aku memang benar-benar sudah tua.

"Ya tuhan apa aku sudah tua?" aku cemberut bak meminta belas kasihan tuhan.

Aku memapah kakiku dengan lemas dan lunglai. Padahal aku akan membeli cemilan kesukaanku dan es krim yang sedang tidak ingin kunikmati bersama ayah dan ibu. Aku ingin menikmati sambil duduk diminimarket ini sembari melihat keadaan kompleks yang sangat jarang sekali ku lihat karena selalu disibukkan bekerja. Aku tidak peduli jika orang melihatku sebelah mata. Sebelah karena jijik melihat gadis sepertiku belum mandi atau memang mereka terlalu silau karena cahaya matahari. Entahlah… yang pasti sudah ku ketahui sepulang nanti aku akan dimarahin oleh mereka berdua. Atau mungkin aku bisa bertemu Oppa yang akan menjadi kekasihku seperti di film drama korea.

Akhirnya aku sampai ditempat tujuanku, dengan wajah yang sumeringah rasanya sudah tidak sabar ingin menggenggam es krim ditanganku.

“Selamat datang di minimarket kami” sapa pegawai toko.

Aku menganggukkan kepala, tersenyum dan berjalan ke arah tujuan mataku ke kotak besar yang ada disebelah kiriku yang sebentar lagi akan kuhampiri.

“Akhirnya dap…”

“Tante aku dulu yang dapat duluan” ucap anak kecil yang tiba-tiba muncul disebelahku.

“Enak saja ini tante yang duluan. Tante yang buka lemari es ini?” ucapku tidak mau kalah. “TungguApa… tante. Memangnya aku sudah terlihat seperti tante-tante, harusnya dia memanggilku kakak” gerutuku dalam hati seraya tetap memegang teguh es krim yang ku inginkan.

“Tante… Lihat saja tanganku yang ada dibawah tangan tante?” ucap anak kecil itu yang ingin merebut es krim itu dari genggamanku.

“Enak saja, lihat tangan tante. Tangan tante hampir memegang semua es krim itu termasuk tanganmu, berarti ini punya tante”

Anak kecil itu menangis dan menghampiri ibunya. Sang ibu hanya menatapku sembari memeluk dan mengelus anaknya. Sekilas aku merasa tidak tega melihat anak itu. Jujur aku merasa sedih tapi aku merasa tidak rela merelakan es krim satu-satunya ini untuknya. Mungkin karena ini aku tidak pernah akrab dengan keponakanku satu-satunya, justru aku cenderung di tindas olehnya dengan senjata sang nenek yang membuatku harus mengalah.

Aku menuju kasir untuk menghitung belanjaanku, tanpa rasa berdosa aku masih merasa puas dengan kejadian tadi dan tanpa rasa malu aku berada didepan anak dan sang ibu yang sedang mengantri dikasir. Anak itu juga tidak henti-hentinya menatapku tajam penuh dendam sembari menangis.

“Sudah ya sayang nanti ibu belikan yang lebih enak. Nanti kelak kalau kamu besar, mamah harap kamu menjadi orang yang baik dan pengertiaan” ucap sang ibu yang membuatku mati kutu, tapi aku tidak peduli dan teap mengantri.

“Pagi ba” ucap kasir lelaki itu.

“Pagihhhh…” ucapku seakan mendesah melihat kasir itu yang sepertinya baru ditempat ini. Ini kali kedua aku bertemu dengannya dan untuk memastikan hari terkahir libur aku kesini sebelum libur tidak ada dia. Aku yakin dia baru karena aku juga termasuk pelanggan aktif. Bahkan aku utangpun sudah tidak aneh. Pantas saja pada saat aku masuk tidak ada yang memanggil namaku.

“Totalnya Rp. 132.500,- “ ucapnya.

Kasir itu membuatku sulit berkutik seakan membuatku diam terpaku. Akupun tidak bisa menggerakkan tubuhku. Tanganku saja sulit untuk meraih kantong. Aku juga kesal tapi bahagia, karena mata ini tidak ingin berpaling darinya namun aku merasa harus cepat pergi dari sini, tapi aku tidak ingin. Aku ingin menatap lebih lama dirinya. Seumur hidupku, aku baru merasa menyesal berpakaian dan bertingkah bodoh seperti ini. Entah mengapa jantungku berdebar lebih cepat dan perasaankupun berwarna-warni. Apa ini cuma perasaanku saja. Rasanya aku rindu dengan kejadian ini, kejadian yang membuatku seperti manusia gentayangan. Ini Kali kedua aku merasa seperti ini. 

“Ba… ba…” ucap kasir lelaki itu.

“Kelak kalau kamu sudah dewasa kamu juga harus tahu tempat ya nak” ucap sang ibu itu masih menyindirku.

Ucapan ibu itu justru yang membuatku tersadar dari aksiku. Aku langsung membayar dan pergi dari minimarket itu. Kedatangan awalku untuk tinggal sebentar membuatku tidak mood untuk melakukannya. Pasti nanti ibu akan mengatakan “Nak kelak kalau kamu sudah besar kamu harus tahu jamnya?”. Aku cemberut menuruti ucapan ibu itu yang sudah ku curigai dan membuatku ingin mengungsi dari minimarket yang masih ku rindukan oleh kehadiran kasir baru itu. Aku kembali menoleh kearah minimarket itu dan melihat si kasir berparas tampan untuk memastikan mental diriku.

Hari ini adalah masih suasana libur. Aku baru menyadari jika kompleks ini terlihat lebih sepi dari biasanya. Aku lupa pasti sebagian dari kompleks ini sedang merayakan natal. Temanku yang mempunyai kampung sungguh seru karena mereka bisa berlibur menghirup udara segar pesawahan, perkebunan yang masih asri dan menyegarkan seperti kampung nenekku dulu. Dan temanku yang lain sedang berlibur bersama keluarganya.  Sedangkan aku disini seperti patung air mancur penunggu kompleks. Dan aku yakin jika aku patungnya pasti langsung dirobohkan.

Aku kembali menuju rumahku dengan enggannya.  Enggan bukan karena aku pasti akan dimarahi oleh ibuku tapi enggan karena mataku hanya tertuju pada kasir itu, aku bisa malu karena penampilanku in, padahal ibu sudah bilang"sok wangi" ibu sebenanrnya memberi pertanda atau menyumpahiku. Entah mengapa aku menjadi seperti ini. Setelah sekian lama akhirnya aku mulai merasakan hal yang berbeda. Mungkin Tuhan telah mendengarkan doaku selama ini ataukah ini hanya sebatas penglihatanku semata.

Ya, hatiku mulai bedegup kencang,  tensiku langsung menaik. Rasanya tubuhku panas. Aku kembali dipertemukan dengan seorang pria yang membuatku menghilangkan sosok pria yang membelengguku. Benar, Baru kali ini aku merasakan aku bisa melupakan tentangnya. Ah...  Mungkin itu hanya kebetulan semata. Bukan kali ini saja aku bertemu pria tampan dengan model seperti itu.

Dengan pikiran yang mencoba untuk menyangkal. Secepat mungkin aku kembali kerumahku sebelum ibu menggemparkan seisi rumah. Aneh sungguh aneh memang, mungkin kebetulan saja hatiku berdebar-debar tapi mana mungkin bertemu sekilas dengannya aku langsung seperti ini jika itu memang hanyalah pertemuan biasa saja. karena pertemuan pertama secepat kilat itulah yang membuatku penasaran dan memastikan pikiranku.

"Punya anak gadis satu-satunya. Pagi-pagi sudah kelayaban" ucap ibuku sesampainya dirumah.

"Kelayaban bagaimana bu. Aku sudah ke minimarket didepan sana" tunjukku dengan jari.

"Memangnya kau membeli apa pagi-pagi sudah kesana?" tanya ibuku.

"Aku membeli beberapa es krim bu" ucapku sembari memasukkanke lemari es.

"Jangan lupa sisakan untuk ibu dan ayah"

"Yeeee... Ibu ini! Untung ibu memiliki anak sepertiku. Tidak perlu memberitahupun aku tahu bu. Aku beli banyak bu"

"Ibu nanti sore. Aku akan ke toko Rosella bu?" ucapku sembari naik tangga menuju kamarku.

"Baik, ingat waktu kalau main" titah ibu tegas.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (4)
  • qarinajussap

    @yurriansan Iya memnag sedihhh... Aku menulis ni diatas rasa sakit hatiku πŸ˜†... Eaaaaa

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • yurriansan

    Qirani, Qarina? ahh ini cerita tentang kamu kah? agaknya ini sedih2 gtu ya, aku baca. sukses ya..
    mampir juga ke storyku yang baru ya..

    Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH
  • qarinajussap

    Hahhhh... Masa πŸ˜… sebelumnya aku publish di sweekkk... Mirip banget yaaaaaa πŸ˜„

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
  • renicaryadi

    Kak ceritanya mirip sih hahaha.
    Btw good luck ya. Bahasanya puitis banget. Quote-worthy :)))

    Comment on chapter 01. DIA BAGAIKAN SEBUAH SENI
Similar Tags
Dibawah Langit Senja
1270      752     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.