11. GARIS 4 SISI
“Hay…kau sudah baikan sekarang?” tanyaku selepas membuka pintu toko kue Rosella.
Angguk Rosella. “Maafkan aku jika kejadian kemarin membuatmu marah”
“Aku tidak bohong aku marah, kesal dan lain sebagainya tapi aku juga sedikit senang karena kau telah mengatakan dengan jujur. Meski kemarin bukan kali pertama aku melihat pertengkaran hebat dengan kakakmu tapi baru kali kau mengungkapkan semuanya?” ucapku jujur padanya.
“Entah mengapa kakakku tidak pernah berubah sedari dulu, padahal ia telah mempunyai tanggung jawabnya. Mungkin benar apa yang dikatakan orang “Saudara seperti orang lain, orang lain seperti saudara”
Aku hanya mengangguk sembari mendengar ceritanya, memang aku pernah mendengar hal itu dari temanku meski tidak sering. Bahkan bukan sekali dua kali aku mendengar pertikaian antar keluarga. Sebenarnya itu tidak aneh bagiku tapi aku tetap saja syok setiap kali melihat pertengakaran mereka. Karena selama ini hubunganku sama kakakku sangatlah baik. Bahkan tidak pernah sekalipun aku bertengkar dengan kakakku. Justru aku sering bertengkar dengan anaknya alias keponakanku.
Aku yang melihatnya sungguh kasihan mengapa antar keluarga harus ada pertikaian. Seharusnya sesama keluarga kita saling menlindungi dan mendukung tapi ternyata tidaklah mudah melakukannya seperti yang ada dipikiranku. aku memang penasaran tapi aku tidak ingin ikut campur dan masuk lebih dalam ke tempat yang bukan wilayahku . Aku pikir mereka mempunyai hubungan baik seperti halnya diriku apalagi Rosella mempunyai banyak kesamaan dengan diriku. Kami berdua memiliki kakak lelaki dan mereka juga sudah menikah, dan yang lebih terkejutnya lagi mereka berdua mempunyai anak terpaut beberapa bulan, yang membedakam hanyalah jenis kelaminnya saja. Terkadang itu membuatku tertawa kecil karena lucu, tidak hanya saja kesamaan yang sama-sama keras kepala tapi diluarpun kami mempunyai kesamaan. Tapi ternyata hubungan dengan keluarga Kami sungguh sangat berbeda.
“Kau jangan berbicara seperti Rosella” ujar Timmo yang baru saja datang.
“Apa maksudmu Mo?” tanyaku padanya.
“Semua orang terlahir dengan memiliki sifat masing-masing. Aku memang pernah mendengar istilah itu tapi menurutku itu salah, Kau bisa saja mengatakan padaku bahwa diriku tidak tahu apapun tentang dirimu dan keluargamu, tapi satu yang ku tahu. Keluarga adalah tempat kembali. Mengapa Saudara dianggap orang lain, ketika kau marah, kau membencinya dan berharap dia tidak pernah menjadi saudaramu, itu karena kau tahu betul saudaramu itu seperti apa, kau tahu sifatnya, kau tahu pemikiran terkadang kau pun tahu apa yang diinginkannya. Karena kau tumbuh bersama, sedangkan orang lain dianggap saudara karena orang lain tidak tahu apapun mengenai keadaan dirimu dari kau kecil sampai kau sebesar ini. Dan apa yang kau lihat dari temanmu itu hanyalah sebagian kecil yang kau ketahui” ujar Timmo menasehati sepanjang rel kereta api.
“Tetapi mengapa aku selalu bertengkar? jujur aku iri pada hubungan baik Qirani dengan kakaknya” melas Rosella.
“Terkadang Ego yang besar bisa merubah apapun. Ketika kau membuat masalah dengan keluarga sendiri, kau pasti merasa malu dan ingin berbaikan dengan cara yang baik atau kekeluaragaan. Tapi ketika membuat masalah dengan orang lain jangan harap kau akan berbaikan dengan cara yang baik apalagi dengan sikapmu itu, yang ada kau malah adu jotos” ujar Timmo.
“Benar itu, kau harusnya besyukur mempunyai keluarga, aku hanya sendiri ketika aku kecil tidak ada teman untukku bertengkar dan apa yang kuinginkan aku bisa mendapatkannya, mungkin orang mengatakan diriku adalah orang yang beruntung. Kenyataan aku memang beruntung dan aku tidak menampik hal itu tapi aku kesepian. Tidak mungkin aku bercanda dengan orang tuaku yang tidak sejalan dengan pikiran anak kecil seperti aku dulu, meski aku tertawa dengan senang tapi itu terkadang membosankan. Ita pasti mempunyai alasan masing-masing” ujar Gio datang dengan membawa tentengan. “Untung aku ini orang yang baik, ini aku bawakan beberapa buah, beberapa cemilan untuk mengobrol dan tidak lupa beberapa minuman”.
“Kau tahu saja Yo” ucap Timmo tersenyum.
“Ya jelaslah aku tahu. Rosella itu kalau sedang marah pasti... Ya kalian tahu itulah, kalau Qirani diakan orang yang paling malas mampir padahal sekalian jalan dan lewat sedangkan kau Timmo…” Gio berpikir. “Lupakanlah pasti yang kau tahu hanyalah makan”
“Kau ini sadis sekali” ujar Timmo.
“Andaikan dari kemarin malam seperi ini. Kita masih bisa tertawa bersama” ujar Timmo.
Aku menyiku tangan Timmo yang tidak tahu tempat dan kondisi saat ini. Ia terlalu jujur mengatakan hal itu dan sangat terang-terangan didepan Rosella. Ia seharusnya tahu Rosella saat ini sedang butuh dukungan setelah kejadian kemarin.
“Ya, maafkan aku. Ya mau bagaimana lagi aku sudah menekan emosiku tapi tetap saja aku tidak bisa”
“Itu maksudku, kalau itu orang lain pasti kau mau tidak mau menahanya. Jika dengan keluarga sendiri, jangankan kakakmu, orang tuamu pasti juga bisa kau lawan” ujar Timmo serius.
"Apa kau bilang? Melawan orang tua. Ingat dosa" ucapku ketus.
"Ya, kalau yang ingat. Kebanyakan zaman sekarangkan tidak seperti itu? Peraturan hanya untuk pajangan dinding" balas Timmo kembali.
Aduh… meski aku tidak tahu banyak tentang Rosella, sepertinya aku lebih tidak tahu banyak tentang Timmo. Aku tidak bisa mengerti dan tidak pernah mengerti apa yang dipikirkan Timmo tapi ucapannya banyak memberikan perngaruh untukku dan mungkin saja mempengaruhi mereka juga. Kebaikan dan keberadaan mereka sangatlah menenangkan bagiku. Mereka adalah keluarga keduaku dan tempatku belajar. Dan yang dikatakan Timmo memang benar. Aku bohong jika aku tidak pernah melawan ayah dan ibuku. Aku memang berani melawan ayah dan ibuku jika aku sedang kesal tapi aku tidak berani jika melawan orang lain. Jangankan orang tua, anak muda saja aku tidak berani menggubrisnya termasuk mereka bertiga.
Dengan kehadiran mereka aku bisa melupakan hal yang ingin aku lupakan dan hilangkan meski terkadang itu sulit aku lakukan, setiap kali sedang mengobrol pasti tidak sengaja pikiran itu lewat di jalur urat otakku. Tidak mudah melupakan hal yang ingin aku lupakan. Entah sampai kapan aku bisa melupakan itu semua dan menemukan hidupku kembali. Hidupku yang seperti ini hanyalah pelarianku saja. Tidak ada perubahan apapun sangatlah rata dan betul-betul tidak ada yang bisa aku nikmati karena dipikiranku hanya itu dan itu saja.
Aku sangat menyadari jika kehidupan temanku tidak akan terus seperti ini. Seiring berjalannya waktu mereka pasti akan berubah. Mereka pasti akan memiliki kehidupannya masing-masing dan tidak akan terus bersamaku untuk selamanya. Tidak ada yang bisa aku perjuangkan sama sekali dalam hidupku, sampai saat ini saja aku masih belum bisa membuka pintu hatiku untuk siapapun itu meski aku menyadari perhatian dari orang lain yang sangat baik padaku tapi aku tetap saja menganggapnya hanyalah sebuah ungkapan dalam pertemanan. Sungguh menyedihkan, sungguh-sungguh menyedihkan. Semua yang Rosella katakan memang benar adanya tentang diriku. Aku tidak bisa berbuat apapun untuk diriku sendiri. Entah sampai kapan aku akan terus seperti ini, Rosella yang hanya teman saja bisa mengatakan hal itu dan menyerah terhadapku apalagi orang tuaku.
“O ya, kalian semua akan kemana liburan kali ini” tanyaku pada mereka.
“Ongkang-ongkang kaki” jawab Gio.
“Buka Toko kue, hari libur seperti ini apalagi hari natal dan tahun baru pasti banyak pesenan kue” uajr Rosella.
“Kerja” singkat Timmo.
Aku mengedukkan kepalaku ke meja beberapa kali, “Lalu aku kemana? Bosan aku setiap hari bertengkar dengan ibuku” ucapku memelas.
“Yang pasti kau tidak bisa membantuku membuat kue, cukup sudah kueku gosong 7 loyang” ungkap Rosella yang menurutku itu kejam.
"Sedih sekali diriku, tidak berguna" gerutuku dalam hati. “Memangnya kalian tidak ingin berlibur, setidaknya menenangkan hati dan pikiran kalian meski hanya untuk sementara waktu” ucapku meyakinkan mereka.
“Aku sudah pasti tidak bisa, daripada aku berlibur yang jelas menghabiskan uang lebih baik aku bekerja untuk memenuhi biaya kuliahku dan pernikahanku” ungkap Timmo
“Aku akan membuat kue terbaru untuk tahun depan dan aku berharap dengan tahun baru ini aku akan bisa menjadi lebih baru dan lebih baik dari tahun kemarin, anehnya aku tidak pernah lupa dan bosan untuk harapan yang sama diakhir tahun, meskipun kenyatannya tidak pernah berubah. Ujungnya aku masih seperti tahun-tahun berikutnya” ungkap Rosella yang sudah mulai menjadi Rosella yang ku kenal.
“Aku bosan bepergian, lebih tepatnya aku sedang tidak ingin bepergian”
Aku meletakkan kepalaku diatas meja dengan wajah memelas dan tubuh yang lemah. Aku merasa sedih karena mereka semua tidak ingin pergi. Bobby sudah pasti tidak mungkin ia kan punya keluarga baru. Kerumah kakakku lebih tidak mungkin pasti kakakku akan sibuk kerja dan yang ada aku hanya akan bertengkar dengan anaknya. Lalu apa yang harus aku lakukan mengisi liburanku seminggu ini. Sungguh aku tidak tahu jika hal seperti yang akan terjadi. Padahal aku sudah menggunakan mata ini seharian untuk melihat jam ditangan dan dinding ketika terakhirku bekerja. Semangatku menjadi sia-sia seharian itu sampai aku rela di ceramahi oleh bobby, meski ujung-ujungnya aku menikmati masalahnya.
Aku terdiam sejenak mencoba berpikir mencari jalan keluar untuk menikmati liburanku tapi sepertinya otakku masih mampet. Cukup sudah aku akan mengalami hari lelah dan kini ditahun baru aku sepertinya akan mengalami hari yang lebih melelahkan lagi.
@yurriansan Iya memnag sedihhh... Aku menulis ni diatas rasa sakit hatiku π... Eaaaaa
Comment on chapter 03. HITAM DAN PUTIH