Selamat membaca bagian satu. Semoga kalian suka :)
*****
Terkadang cinta membuat seseorang menjadi mengerikan.
*****
Daru baru saja memasuki kelasnya dan duduk di atas kursi. Namun, pagi-pagi ini ia sudah dibuat kesal karena mendapatkan secarik kertas serta kotak makan di laci mejanya.
Hai, Kak! Selamat pagi!
Ini aku buatin Kakak nasi goreng. Semoga suka yah! Tenang kali ini nasi gorengnya pake telor ceplok seperti yang Kakak bilang minggu lalu. Dan tenang juga, aku gak pernah tambahin pelet kok seperti yang Kak Daru bilang. Dimakan yah! Pokoknya harus! :*
Dari: Sunny Paramita Prabawa
Daru langsung meremas kertas itu dan membuka tutup kotak makan untuk memastikan kalau nasi gorengnya sekarang ada telur ceploknya. Lalu ketika Daru melihat isi kotak makan itu, rahang pipinya langsung mengeras kuat karena telur mata sapi disertai gambar senyuman dark days itu benar ada di atas nasi goreng. Daru mebgembuskan nap as kasar .Lagi-lagi ia diserang cewek pendek yang nggak tahu malu.
Sudah satu tahun lebih ini Sunny selalu mendekatinya. Cewek itu gencar banget buat narik perhatian Daru. Segala kelakuan aneh yang bikin illfeel sering banget dilakukan. Termasuk memberikan Daru bekal setiap hari Selasa. Daru, sih, nggak masalah sama makanannya walaupun belum pernah ia makan. Ia cuman bermasalah sama orang yang memberikannya kalau setiap kali ngasih makanan nggak tahu tempat. Contohnya kayak minggu lalu, saat itu Sunny kasih bekal sama Daru di kantin. Karena Daru merasa malu dilihatin banyak orang dan saat itu ia tidak ingin diganggu oleh Sunny. Maka ketika ia membuka tutup kotak makan itu, Daru spontan bilang kalau dia maunya nasi goreng ditambah telur ceplok dan takutnya nasi gorengnya sudah dikasih pelet guna-guna. Hal itu membuat Sunny sedih karena makannya tidak sesuai yang diinginkan Daru. Akan tetapi, cewek itu tetap gigih memberikan bekal itu. Nggak peduli Daru mau makan atau nggak. Yang terpenting sudah dikasih.
“Wih! Bekal lagi!” seru Erik, sahabat Daru yang baru saja datang bersama Ozra.
“Sekarang pakai telur tuh, Dar. Nggak lo makan juga?” tanya Ozra.
“Nggak mau gue. Gue yakin itu nasi goreng pasti udah ditambahin pelet,” jawab Daru kesal.
Erik lalu mengambil kotak makan berwarna kuning itu. “Ya udah, gue aja yang makan. Kasihan, nanti nasinya nangis. Lumayan, kan, ngehemat duit gue.” Ia terkekeh geli dan Daru mendelik bodo amat.
Selama ini yang suka menghabiskan bekal dari Sunny yaitu ,Erik sama Ozra .
“Disuratnya aja bilang nggak pakai pelet, Dar. Bilang aja kalau lo emang nggak mau makan nasi goreng dari Sunny,” ucap Ozra ketika selesai membaca secarik kertas yang sudah lecek.
“Pokoknya gue nggak mau. Lo aja pada yang makan. Jangan lupa kasihin lagi nanti tempat makannya sama yang punya, kayak biasa,” ucap Daru seraya bangkit dari duduknya.
“Sip, Dar!” sahut Erik.
“Lo mau ke mana?” tanya Ozra.
“Samperin Zita-lah,” jawab Daru dengan seringai senang di wajahnya.
“Ya ... lo emang demennya sama, Zita,” jawab Ozra.
*****
Daru tengah mengamati Zita yang duduk di meja kantin bagian tengah dan sedang makan bersama teman-temannya. Sesekali Zita melemparkan senyum ketika tidak sengaja beradu pandangan dengan Daru. Cowok itu menyunggingkan senyum geli ketika melihat Zita balik tersenyum kepadanya. Ah, senyum Zita emang bisa bikin Daru dag-dig-dug.
“Senyam-senyum, senyam-senyum! Dikira gila tau rasa lo!” tukas Erik yang merasa bosa melihat Daru senyam-senyum karena Zita.
“Biarinlah! Gue ini, suka-suka,” jawab Daru.
“Orang yang sedang jatuh cinta itu memang kayak orang gila, Rik. Maklumin aja,” sahut Ozra.
“Kayak orang gila sih iya. Tapi, kalau gilanya udah tinggi serem juga, Man!” Erik kemudian menyeruput es teh manisnya. “Eh, itu si Sunny!” seru Erik tiba-tiba sambil menunjuk ke arah Sunny yang baru saja datang ke kantin bersama temannya.
“Sun! Sunny!” teriak Erik membuat Sunny menoleh dan Daru langsung melotot. “Sini bentar!”
“Lo ngapain panggil-panggil dia?” tanya Daru kesal.
Erik menepuk kotak makan milik Sunny. “Balikin ini, Dar. Selagi yang punya ada di sini. Biar nggak ribet kalau gue harus ke kelasnya.”
Daru berdecak dan kembali menikmati mie ayam yang kini rasanya tiba-tiba saja hambar.
“Iya, Kak Erik, ada apa?” tanya Sunny ketika ia dan temannya---Sharen sudah ada di depan Erik. “Hai, Kak Daru,” sapanya dan hanya mendapatkan delikan dari cowok itu.
Erik tersenyum seraya menyerahkan kotak makan itu. “Nih, gue balikin. Daru lagi nggak mau makan nasi katanya. Jadi gue sama Ozra yang makan. Makasih yah, nasi gorengnya enak loh."
Raut wajah Sunny berubah menjadi kecewa. “Yah ... kirain dimakan,” katanya seraya mengambil kotak makan itu dari tangan Erik. "Tapi, kalau enak syukur deh."
Sunny tersenyum. "Ya udah deh, kapan-kapan buat Kak Daru, aku kasihnya kue aja kalau gitu," ucap Sunny.
"Jangan!" tolak Daru langsung.
"Loh? Kenapa? Kakak nggak suka kue juga? Ah, masa sih? Terus Kakak sukanya apa dong? Darah gitu kayak vampir?" tanya Sunny bertubi-tubi. Temannya Sharen sudah menundukkan kepalanya dalam-dalam dan mulutnya bergerak tanpa suara seolah ia malu sendiri dengan tingkah sahabatnya itu.
Daru menelan salivanya. "Ng-nggak juga. Gue cuman nggak mau lo kasih gue bekal lagi."
Sunny mengerucutkan bibirnya. "Yah ... kalau akunya tetap mau kasih gimana?"
Sharen langsung saja menarik tangan Sunny agar cewek itu berhenti berbicara.
"Bentar dulu, Ren, gue lagi ngobrol sama calon pacar."
Erik dan Ozra mengeluarkan tawanya masing-masing. Mereka memang tahu kalau Sunny cinta banget sama Daru. Bahkan mereka tahu banget bagaimana kesalnya Daru kalau sudah kewalahan menghadapi Sunny.
Daru mengusap rambutnya frustrasi. "Ya ... intinya gue gak mau bekal dari lo."
"Kak Daru jahat banget sih," kata Sunny. "Kalau gitu caranya aku lagi-lagi nggak berhasil dong buat taklukin Kak Daru."
"Lo juga tau, kan, kalau gue nggak suka sama lo?"
Sunny mengangguk. "Iya tau kok."
"Kalau lo tau kenapa lo masih ngejar gue?"
Sunny menyengir. "Karena Sunny yakin, Kak Daru bakalan jatuh cinta balik."
Sontak Daru menyemburkan tawanya. "Ini udah siang. Lo masih mimpi?"
"Nggak, kok, Sunny udah bangun. Nih, lihat berdiri gini masa dibilang masih mimpi?"
Daru menggeram kesal seraya memutarkan bola matanya. Berbicara dengan Sunny memang nggak pernah ada ujungnya. Cowok itu kemudian bangkit dan pergi dari tempat itu.
"Kak, kok pergi sih?!" teriak Sunny tidak digubris oleh Daru. "YA UDAH DEH, KAK, I LOVE YOU!"
Lalu setelah teriakan itu Daru benar-benar berhenti berjalan. Semua orang di kantin yang mendengar teriakan itu tertawa dan saling bersahutan untuk meledeki Sunny dan Daru.
Sunny sih senang banget kalau diledekin 'cie-cie'. Tapi, Daru beda lagi orangnya.
Daru menoleh sekilas kemudian berjalan cepat meninggalkan kantin disertai rasa malu yang bergumul.
*****
Hai, perkenalkan aku Lalas. Buat kamu yang baca cerita ini aku ucapin makasih pake banget. Cerita ini telah aku publish di Wattpad. Namun belum selesai. Dan yang aku publish di Tinlit ini adalah versi revisinya. Jadi, Ada perbedaan sama yang di Wattpad .
Sekali lagi makasih sudah baca cerita ini. Semoga kamu suka ;)
ceritanya baguss:)...
Comment on chapter PROLOGmampir ke ceritaku juga yuk? judulnya CLAREZA jgn lupa tinggalkan like;;)))