Read More >>"> TRISQIAR (18. PERLINDUNGAN) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - TRISQIAR
MENU
About Us  

 

18. PERLINDUNGAN

Alyea dan temannya hanya pasrah digiring kembali sebagai tahanan. Ia tidak menginginkan hal itu tapi tidak mungkin bagi dirinya untuk kabur. Entah mahluk atau manusia pa mereka yang jelas meski penampilan mereka tidak begitu menyakinkan dan tidak terlalu kuat tapi kemampuan mereka cukup untuk dipertanyakan. Bahkan mereka dengan mudah menemukan tempat persembunyian Alyea meski itu hanya dibalik batu. Untuk saat ini mereka hanya bisa menjadi tawanaan karena tidak ada tempat yang bisa mereka singgahi atapun orang yang ingin mereka kunjungi.

Tanpa adanya ikatan layaknnya tahanan mereka digiring menyusuri jalan bebatuan yang cukup terjal menuruni bukit menuju sebuah gunung yang sudah terlihat puncaknya oleh mata namun masih cukup jauh untuk meraihnya. Wilma seperti biasa memperhatikan keadaan sekelilingnya. Harsa masih memperhatikan kelompok orang yang sedang menawannya. Tubuhnya Benar-benar mirip seperti bebatuan dan tanah goa. Meski bajunya compang camping tapi tanda Kerajaan mereka masih terlihat jelas dipunggung mereka.

Alyea yang tenang dalam diamnya sedang menahan sesuatu dalam tubuhnya. Ia masih mencoba untuk menyadarkan dirinya. Ia menguatkan dirinya sendiri.  Namun sesuatu dalam tubuhnya sulit ia kendalikan semenjak ia bertemu dengan ayahnya. Seakan kekuatannya ayahnya memanggilnya. Tanpa diketahui olehnya, kini giliran mata Alyea sebelah kiri yang berubah warna menjadi hitam. Keringat dingin mengucur dari dahinya yang mencoba menekan kekuatan dalam dirinya. Keadaan saat ini mirip seperti ketika Alyea akan mengamuk, namun seharusnya bukan malam ini.

Tami terus memperhatikan Alyea yang jalannya sedikit tergopoh. Ia tahu Alyea masih belum bisa mengontrol dirinya sendiri dan mencoba untuk menguatkan dirinya agar tidak mengkhawatirkannya. Tami sangat tahu jika Alyea merasa terbebani dengan cerita yang mengenai ayah dan ibunya yang merupakan legenda kejahatan. Bahkan tidak ada yang berani dan bisa menandinginya. Meski terdengar hebat, tapi itu sungguh menakutkan melihatnya secara langsung.

Perjalanan ini cukup melelahkan bagi Alyea. Tidak hanya secara fisik namun secara mental. Ia menguatkan dirinya, memperhatikan jalanan dan kondisi temannya yang membuatnya mulai menyesal membawa temannya. Seumur hidupnya ia baru merasakan teman justru ia memberikan bahaya pada mereka. Air mata Alyea menetes jatuh ketanah mengiringi perjalanannya. Dan ia tidak tahu sampai kapan ini akan berakhir. Kalaupun ada cara Alyea ingin sekali mengembalikan teman-temannya dan ia berharap tidak memiliki teman jika harus seperti ini.

Ia memandang kelangit atas yang cerah namun udara sangat menyedihkan untuk dihirup. Gunung yang ditujupun sudah dekat namun kaki ini tidak pernah berhenti. Alyea menaiki bukit yang cukup tinggi. Satu persatu kelompok mereka bermunculan dan menyamar diantara bebatuan ataupun tebing-tebing yang ada dibukit itu. Meski mereka bukanlah manusia namun wajahnya sangat jelas menunjukan penderitaan yang sangat menyedihkan. Sampailah Alyea dan temannya dipuncak bukit dan betapa terkejutnya Alyea melihat reruntuhan sebuah istana yang hancur berantakan. Mereka digiring menuju sebuah tempat yang masih layak untuk dijadikan sebuah tempat berlindung. Tapak demi tapak langkah mereka susuri melewati puing-puing bangunan yang benar-benar hancur dan sisa-sisa barang Kerajaan yang rusak dan kotor.

Kelompok itu membawa Alyea dan temannya memasuki sebuah pintu yang didalamnya terdapat sekelompok orang yang sepertinya sudah mengetahui temannya membawa tawanan. Teman-temannya menatap serius pintu yang akan dimasuki Alyea dan temannya. Wajah kelompok itu semakin khawatir dan serius menatap Alyea dan temannya karena ia kedatangan tamu yang tidak biasa. Tidak terkecuali sang ketua yang berdiri paling depan menunggu bawahannya masuk kedalam tempat itu. Untuk kedua kalinya mereka melihat Kerajaan yang begitu menakjubkan. Meski sudah terlihat retak, semuanya Nampak alami. Struktur bangunan Kerajaan ini sangat mirip sekali dengan bebatuan dan tanah. Namun sayangnya bangunan ini tidak akan mungkin bertahan dalam waktu yang lama.

“Tampat apa ini?” Tanya Harsa takjub.

“Ini adalah Kerajaan Gor dan kalian semua siapa?” tanya ketua yang berdiri paling depan.

"Kami..." Tami menjawab terbata. "Kami tidak terlalu ingat tapi ketika kami sadar kami berada Didalam hutan"

"Hutan... Hutan apa yang kalian maksud?" tanya ketua itu serius

"Salah satu dari mereka menyebutnya hutan barat" jawab Tami pelan.

"Tapi bagaiman kalian bertemu dengan sang penguasa hutan itu?"

"Sudah kuduga jadi itu kelebihan manusia goa" gumam Tami dalam hati. "Kamipun terkejut melihatnya"

"Apa yang sebenarnya direncanakan Tami? Mengapa dia memberitahu semuanya" gumam Wilma

"Maaf tuan Laro, kami tidak bisa mengetahui darimana mereka berasal. Namun sepertinya mereka tidak hanya bertemu dengan Ratu Kressa. Tapi mereka juga bertemu dengan Zayang, sang Raja dan banyak orang termasuk penyihir lainnya secara langsung" ujar ketua kelompok itu.

"itu yang dimaksud oleh Tami. Pantas Tami berkata jujur" gumam Wilma kembali yang mengetahui rencana Tami.

"Bagaimana kalian bisa lolos dengan mudah dari berbagai macam orang yang kalian temui?" ucap tuan itu menatap tajam Alyea. "Kau tidak asing meski kau terlihat berbeda"

"Kami hanyalah sekumpulan anak-anak yang berlari kesana kemari menyelamatkan diri" Tami langsung mengalihlan agar sang tuan tidak terus menatap Alyea. "benar yang dikatakan bawahanmu ketika kami berada disebuah tempat kami dikejar oleh tentara dan Raja yang menakutkan itu. Tempat itu hancur lalu kami lari ketika mereka semua sibuk bertarung".

"Ada apa dengan Kerajaan ini? Mengapa semua hancur?" tanya Alyea yang masih terbebani dan menganggap semua kehancuran yang terjadi adalah ulah dari ayah dan ibunya.

“lancang sekali kau berkata seperti itu kepada kami" salah seorang disana tidak terima dengan ucapan Alyea.

Wilma, Tami dan Harsa langsung mengelilingi Alyea.

Sang tuan mengangkat tangannya.

"Sudah tidak ada kehidupan ditempat ini. Rajaku telah mati dan ini yang tersisa dari Kerajaan kami. Dan kini kami hanya bisa bersembunyi dari para manusia ataupun Raja Qrisor"

Sang ketua menatap mereka berempat, tatapan ketua itu penuh dengan tanda Tanya. Cara ketua memandang mereka sangat berbeda. Tidak hanya ketua tapi para prajurti lainnyapun menatap mereka dan saling berbisik diantara temannya.

“Jika kalian ingi bersembunyi dari manusia mengapa kalian membawaku kemari?”

"Bawa mereka" ucap sang tuan tidak meneruskan kelanjutan ceritanya. "Siapa mereka, mengapa aku tidak bisa mengetahui asal mereka. Bau mereka cukup aneh. Meski salah satu dari mereka membawa 3 kekuatan tapi mengapa dia bukan berasal dari Kerajaan Liarnoc ataupun Kratian. Siapa lagi dia? Aku harus Benar-benar melindungi senjata ini.

Mereka berempat digiring oleh beberapa prajurit tanpa pengawalan ketat tidak seperti sebelumnya. Alyea dan teman-temannya telah banyak belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya. Mereka menyadari jika manusia yang ditemuinya adalah manusia goa. Mereka juga menyakini manusia goa ini pasti memiliki sebuah kekuatan istimewa yang hanya dimiliki oleh mereka. Kerajaan gor adalah Kerajaan goa satu-satunya yang masih bertahan sampai saat ini. keRajan yang memiliki kelebihan dalam penciuman. Mereka bisa mengetahui keberadaan orang-orang dan asal muasal mereka. Laro adalah sang ketua yang bertangggung jawab untuk menyelamatkan Kerajaan meski sudah tidak bisa diharapkan kembali menjadi seperti semula.

Laro diberi tanggung jawab oleh sang Raja yang bertolak belakang dengan peraturannya dulu, meski aneh tapi ia tidak bisa menolaknya karena itu adalah perintah langsung dari Raja. Tidak hanya itu, Laropun harus bertanggung jawab untuk melindungi senjata legendaris yang berada ditengah ruangan. Senjata yang dianggap mitos secara turun temurun, senjata yang tidak bisa disentuh, dipindah dan digunakan namun menurut kabar senjata itu memiliki perisai yang begitu kuat karenanya banyak diperebutkan. Karena senjata itu jugalah alasan Kerajaan gor hancur. Laro memarahi prajurit yang telah membawanya karena bisa saja keberadaan Alyea dan teman-temannya bisa membahayakan wasiat Raja dan juga Kerajaan gor. Ia memperingati prajurit untuk terus memantau Alyea dan yang lainnya dan dalam penjagaan yang ketat.

Ketua yang dipanggil tuan Laro itu masih terdiam dan berpikir darimana mereka berempat berasal. Meski ia bisa mengenali aleya ada hubugannya dengan Raja Qrisor dan Triliesti tapi ada sesuatu yang meragukan pendirian itu. Ia tidak mengerti dengan mereka, untuk pertama kalinya ia tidak bisa mencium darimana mereka bersal dan apa kekuatan mereka.

Alyea dan teman-temannya dibawa kesebuah ruangan yang berada dilantai dua. Mereka bersyukur untuk kali ini mereka bukan dibawa ke penjara bawah tanah yang gelap dan menakutkan. Untuk pertama kalinya mereka bisa merebahkan tubuh disebuah tempat tidur meski tidak senyaman rumah mereka. Harsa yang sudah lelah langsung merebahkan tubuhnya,meluruskan kakinya dan menelantangkan tangannya di tempat tidur tepat dibawah jendela dan menatap langit hitam dengan cahaya bulan yang indah dan terang.

"Kini aku mulai mengerti dengan setiap orang yang berada didunia ini. Kekuatan Mereka tidak jauh beda dengan aslinya" ujar Tami membuka pembicaraan dikeheningan malam.

"Manusia goa itu sepertinya mempunyai penciuman yang bagus dan mereka tahu siapa diriku" ujar Alyea dengan nafas yang berat.

"Tapi Wilma bagaimana kau bisa mengetahui akan ada sekelompok orang yang mengarah pada kita?" tanya Harsa masih serius memandangi langit malam.

"Entahlah bagaimana aku menceritakannya pada kalian. Tapi aku yakin apa yang kulihat?" ujar Wilma Sedikit gelisah.

"Dia bisa melihat dengan jelas aura dari semua orang" jawab Alyea mencengangkan mereka bertiga.

"Bagaimana kau tahu?" Wilma terkejut

"Bagaiamana bisa?" Tami lebih terkejut karena temannya memiliki kekuatan.

"Apa...? Pantas saja kau diam ternyata kau sedang memperhatikan semuanya" ujar Harsa.

"Aku yakin Wilma tidak melihat hantu disini. Jika aku menjadi penghuni dunia ini aku pastikan lebih baik mati daripada hidup. Dan aku yakin mereka semua merasa tenang. Kalaupun Wilma melihat hantu tidak lain mereka hanyalah manusia yang dikutuk" jelas Alyea.

"Tapi... Bagaimana?" Wilma tidak percaya apa yang dikatakan Alyea.

Aaaaarrrggghhhhh...

Tiba-Tiba seseorang berteriak dengan kencanganya dan membuat seisi tempat ini berlarian gaduh menuju teriakan. Harsa sudah terkulai lemas tidak sanggup berdiri dan berhadapan dengan masalah. Alyea duduk dekat Harsa dengan nafas yang berat dan semakin berat. Ia mulai tidak bisa menopang tubuhnya. Matanya ingin terus terbuka namun sepertinya ia tidak kuasa ingin menutupnya. Tami langsung mengarah kepintu untuk memastikan apa yang terjadi.  Sedangkan Wilma melihat kearah luar dari jendela kamarnya ia takut akan ada serangan dari luar

"Arrrghhhh... Apa yang sedang kau lakukan didepan pintu?" Tami terkejut karena ada seorang anak kecil berada tepat didepan pintu dan mengejutkannya banyak penjaga yang juga menjaga pintunya.

Tami tidak menyangka meski ia diberikan ruanga VIP tapi penjagaan disini benar-benar VIP tidak terhingga, justru keadan penjagaan disini melebihi penjara bawah tanah yang sudah jelas banyak tawanan. Tami  mengerutkan kening karena harus sebanyak ini menjaga 4 anak remaja. Karena penjagaan itu Tami lupa tujuannya membuka pintu. Ia menundukkan kepala dan melihat seroang anak kecil yang menatapnya. Anak itu lalu mendorong Tami masuk bersamanya lalu menguncinya. Tami yang sangat ingin mengetahui keadaan diluar dibuat kesal oleh ulah anak kecil yang tidak mengatakan maaf setelah mendorongnya sampai terjatuh. Wilma menghampiri Tami dan membantunya untuk berdiri.

"Hah... Kau terlihat seperti manusia normal jika disandingkan dengan manusia gunung" ujar Harsa menoleh kearahnya.

"Dasar bodoh aku memang manusia dan namaku Ao" ucap anak itu.

"Apahhh... Kau anak kecil berani mengatakan bodoh padaku?" kesal Harsa.

"Tapi apa yang terjadi diluar sana?" Tanya Wilma khawatir.

"Itu adalah ketua sedang melindungi senjata yang selama ini diperebutkan oleh banyak orang. Aku ingin sekali menghancurkannya agar ketua bisa bebas dari semua ini dan ketika aku mendengar ada tawanan ku pikir bisa membantu dan ternyata itu adalah kalian yang justru lebih lemah dariku" ujar anak kecil itu.

Tangan Harsa sudah tidak kuasa ingin membungkam mulut anak yang dianggapnya kurang ajar dan tidak memiliki sopan santun. Sedangkan Wilma dengan wajah yang tidak karuan ingin menjitak kepala anak itu namun dihadang oleh Tami

"Tapi siapa yang mengincar senjata itu" tanya Tami seraya menahan Wilma yang kesal.

“Semua orang, bahkan Kerajaan lainpun banyak yang menginginkannya. Mereka hanya berpura-pura bersekutu padahal dilain sisi mereka ingin merebut senjata itu"

"Tapi bagaimana bisa manusia bersama dengan mereka jika mereka selalu bersembunyi bahkan sepertinya kau tidak takut berada disini?" tanya Tami penasaran.

"Arrrghhhhhh…” anak itu tiba-tiba berteriak dan mengejutkan mereka semua, “Apa aku harus seperti itu?”

Kini gliran Tami yang berasap di kepalanya dan Wilma langsung balik menghadangnya. Harsa semakin berapi-api melihat tingkah  anak  itu yang benar-benar ingin dipukul  olehnya.

“Manusia tidak bisa menerima perbedaan ketika para manusia gunung, hutan dan lainnya bertemu dengan mereka. Mereka pikir itu adalah penyihir dan tanpa pikir panjang mereka langsung membunuhnya" ujar anak itu.

"Jangan kau katakan dengan senjata ini bisa mengalahkan Raja Qrisor dan karena senjata ini pula Rajamu dikalahkan" ujar Harsa.

"Kau jangan sekalipun menghina Kerajaan Gor. Kau tidak tahu apapun tentang Raja kami" anak itu marah mendengar ucapan Harsa. "sekarang ketua kami sedang melindungi senjata itu agar tidak jatuh ketangan yang salah. Namun aku tidak peduli dengan senjata itu. Aku tidak ingin ketua mati perlahan"

"Karena itukan ia selalu menutupi lengan kirinya" ucap Wilma.

"Bagaimana bisa kau tahu?" ucap anak itu.

“Bukan urusanmu?” Ketus Wilma.

Anak itu memasang wajah cemberut karena sikap Wilma yang menjawabnya dengan wajah yang jutek, "Entahlah... Bahkan Rajapun tidak mengetahuinya"

Mereka sangat serius sekali menginterogasi anak itu. Mereka tidak menyadari jika Alyeapun mulai berubah.  Nafasnya semakin berat dan berkali-kali ia mengambil nafas seperti orang yang sesak nafas terus menerus tanpa henti. Alyea seorang diri menahan kekuatannya yang semakin lama semakin kuat apalagi semenjak ia pindah kedunia asalnya. Kekuatan itu semakin besar untuk dikendalikannya meski Alyeapun sudah mulai terbiasa dan sedikit demi sedikit mengontrolnya tapi kekuatannya terlalu besar untuknya. Harsa menyadari ada sesuatu yang aneh pada Alyea dan Harsapun terbelalak melihat bulan purnama. Malam yang dimana beberapa hari  lagi Alyea akan berubah.

Keribuatan diluarpun semakin menjadi-jadi, terdengar semakin keras dan mengkhawatirkan. Tidak hanya Tami dan Wilma, sang anak itupun terkejut dan langsung membuka pintu bertanya pada salah satu prajurit. Wajah anak itu ketakutan, ia tertunduk dan menyandarkan tubuhnya di pintu yang ia tutup.

"Apa yang terjadi?" tanya Tami.

"Wilma, Tami... " Harsa terbangun dan menunjuk Alyea.

"Oh tidak ini malam bulan purnama"

"Kalian benar ini adalah bulan purnama. Malam dimana ketua mengorbankan dirinya demi melindungi senjata itu. Dan para prajurit yang berjuang melawan musuh untuk mengambil senjata itu. Namun ketua tidak akan sanggup jika harus melindungi kami dan senjata dengan musuh yang sangat banyak"

“Apa hubungannya musuh dan bulan purnama?” Tanya Tami penasaran.

“Musuh akan besar-besaran menyerang Kerajaan kami dari bulan purnama sampai 3 hari kedepan” anak itu tertunduk sedih.

“Karena malam ini Raja Qrisor sedang lemah. Karenanya banyak penyihir yang berkeliaran dan berusaha merebut senjata pelindung kami”

“Bulan purnama ini bukan untuk pertama kalinya, seharusnya ini bukanlah sesuatu yang aneh dan aku yakin tuan Laro tidak hanya kali ini saja bertarung” heran Harsa.

“Ya selama itu pula banyak korban berjatuhan dan setelah itu tuan Laro harus beristrahat 2 minggu lamanya itupun jika kekuatan yang dikeluarkannya tidaklah terlalu banyak” anak yang bernama Ao itu menunjukkan wajah melasnya

Disisi lain Tami mencoba menenangkan Alyea sedangkan Wilma mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi. Wilma keluar dari kamar itu dan melihat keadaan luar dari balkon didalam kamarnya. Wilma terkejut karena begitu banyak musuh dengan warna yang berbeda yang benar menginginkan senjata itu. Tidak mungkin bagi ketua dan prajuritnya melawan musuh yang berjumlah sekitar 200 orang sedangkan prajurit dari Kerajaan Gor hanya sekitar 70 orang. Wilma tidak mengerti senjata apa yang sebenarnya mereka incar.

Alyea yang mendengar kericuhan langsung keluar bersama Tami dan Harsa. Mereka bertigapun terkejut melihat musuh yang cukup banyak. Alyea khawatir karena mendengar teriakan dari anak-anak dan perempuan meski ia tidak tahu dengan tepat darimana asal suara mereka berada. Alyea menghampiri sang ketua yang sedang menahan sesuatu untuk menyelamatkan kerajaan sebelum pertumpahan darah terjadi. Sang ketua hanya menatap Alyea dengan menahan rasa sakit yang sedang ia derita. Ketua itu mencoba untuk memperingati Alyea dan yang lainnya agar tidak mencampuri urusannya.

Ketua itu tetap tenang menjaga senjata ditengah pertempuran prajurit dan musuhnya. Entah senjata apa yang sedang dilindungi oleh ketua itu. Senjata itu berdiri tegak melayang-layang dengan tenang di tengah ruangan itu. Ketua itu menekan giginya menahan sakit disebelah kiri tangannya tepat seperti yang dikatakan oleh Wilma.

"Ketua... kami kewalahan melawan mereka. Mereka sudah dirasuki oleh nafsu mereka sendiri. Kami tidak mungkin bisa lagi mengendalikannya" ujar prajurit.

Sang ketua diam. Meski ia kesakitan tapi Terlihat dari wajahnya yang kesal tidak bisa berbuat apapun. Anak itupun mengeluarkan air mata meski tidak mengeluarkan suara. Melihat keadaan semakin memburuk Wilma dan Harsa tidak tinggal diam, mereka langsung mengambil senjata seadanya dan membantu mereka bertarung.

"Kau adalah laki-laki. kau tidak pantas untuk menangis?" ucap ketua itu mengelus sang anak. "Andaikan saja aku tidak melindungi senjata dengan memberikan kekuatanku ini aku pasti akan membantu kalian semua. Namun aku tidak sanggup"

"Aku yakin aku merasakan ketakutan dan kesedihan tapi aku tidak melihat apapun" ucap Alyea sembari menekan dadanya yang semakin sesak.

"Kau tidak melihat apa yang sedang aku lakukan? Jika benda ini jatuh ketangan mereka. Gerbang yang melindungi mereka pun akan terbuka?" ujar ketua merintih

"Aku tidak ingin kehilangan ibuku untuk kedua kalinya" Ucap anak itu berlari keluar memegang senjata.

"Ao... " Teriak ketua itu.

Aaarrgggghhh..  Tidak....

Tami berteriak sekencangnya melihat anak yang diikutinya terkena panah tepat dilengan kanannya. Namun anak itu tidak memperdulikannya dan terus maju melawan mereka dengan kemampuan seadanya.  Bahkan iapun sulit memegang pedang yang panjangnya hampir sama dengan tubuhnya.

"Ketua.... Kau harus cepat bertindak. Anak itu bisa mati. Musuh yang kita hadapi bukan saja manusia biasa tapi sebagian besar dari mereka penyihir"

Ketua hanya terdiam mendengar ucapan Tami yang membuatnya gerah ingin melawan. Namun itu tidak mungkin. Ia tidak bisa meninggalkan senjata itu. Terlihat jelas dipelupuk matanya ia membendung air mata dalam kesakitan. Semua yang didengar, dilihat dan dirasakan adalah teriakan orang, lesatan panah dan suara gesekan pedang. Terdengar memilukan namun ketua lebih memilih melindungi senjata ini daripada harus melawan mereka.

Ssssrrrrtttttt.... Argghhh... Panah tiba-tiba melesat dan menancap tepat di bahu kiri ketua.

"Tidak..." rasa sakit ketua bertambah karena ia menerima serangan.

Laro semakin kesakitan karena serangan itu. kini Senjata yang dilindungipun kehilangan keseimbangannya. Ia bergetar karena kekuatan dari ketua tidak diresponnya.

"Gerbangnya... Tidak.. " ujar ketua terduduk menekan darah yang terus mengalir di lengannya.

Samar-samar gerbang yang di maksud ketua muncul perlahan seperti hologram yang berkedip-kedip seperti ada 2 istana dalam 1 Kerajaan. Gerbang itupun terbuka sedikit demi sedikit. Alyea tepat berada didepannya. Wajah yang ia lihat pertama kali adalah wajah seorang anak kecil yang diam dan balik menatapnya di pelukan erat sang ibu yang sedang menangis karena ketakutan.

Alyea tidak tahu harus berbuat apa. Ia ingin menolong ketua, penduduk namun ia juga harus menolong dirinya sendiri. Pedang bersisi enam yang terus bergetar itu langsung dihampiri Alyea dan dipegangnya agar tenang dan bisa menutup kembali gerbangnya. Ketua yang melihatnya tidak bisa menerima yang dilakukan Alyea. Karena yang diketahui ketua pedang itu bisa menyerap kekuatannya apalagi hanya manusia biasa hal itu bisa membahayakannya. Namun sayangnya Alyea telah melakukan hal itu. Alyea kesal karena ketua itu tidak mengatakan yang sebenarnya jika masih ada nyawa dalam lindungannya. Ia tidak mengerti mengapa ketua harus melindungi para manusia, padahal mereka harus sembunyi dari kejaran manusia seperti yang dikatakan olehnya.

Pedang itu perlahan tenang dan bisa menutup gerbangnya kembali. Namun sayangnya yang dilakukan Alyeapun sia-sia. Banyak panah melesat mengarah ke tempat itu karena sebagian bangunan telah runtuh. Alyea terus menekan pedang itu sembari menahan kekuatannya. Tidak mudah bagi Alyea melakukan hal itu. Kekuatannya tidak mungkin terus ia kendalikan. Bulan semakin menaiki puncaknya. Alyea sudah tidak bisa lagi menahannya terus menerus. Dentuman dalam peperangan semakin besar dan keras sama halnya dengan kekuatan Alyea yang semakin tinggi menaiki puncaknya.

Sebelah kiri Mata Alyea mulai menghitam sama seperti dengan mata sang Raja. Alyea merasakan perubahan dalam matanya. Alyea menggelengkan kepala berharap bisa kembali normal. Ia masih ingin melindungi ketua, penduduk dan pedang ini. Tidak hanya pedang yang senakin gemetar. Gejolak dalam hatinya membuat getaran disekitarnya. Senjata,  bebatuan dan benda sekitarnya gemetar merespon kekuatan Alyea. Alyea sudah tidak bisa menahan lagi.

"Ketua, kami sudah tidak bisa lagi menahan gerbang ini. Musuh tetlalu banyak, semua prajurit kita hampir terbunuh" ujar salah seorang prajurit.

"Sial... Musuh terlalu banyak" ujar Harsa datang membawa ao yang sama-sama terluka. "Lengan kananku terkena panah"

"Kakak... " teriak anak kecil yang keluar dari gerbang itu bersedih melihat sang kakak bersimbah darah.

"Apa yang kau lakukan? Masuk" ucap sang kakak peringati adiknya.

"Kau juga masuk" bentak Harsa. "Alyea.... "

Alyea yang membelakangi Harsa tidak memperhatikan wajahnya yang gelisah melihat keadaan sekitar.  Benda-benda gemetaran dan perlahan melayang. Harsa sudah bisa membayangkan jika Alyea lepas kendali dan tidak bisa mengontrolnya. Parahnya Kali ini yang dilakukan Alyea sangat berbeda dari sebelumnya. Harsa pikir Alyea bisa mengendalikan senjata. Namun yang dilihatnya tidak hanya senjata melainkan semua yang ada disekitarmya. Tidak hanya Harsa sang ketuapun mulai merasakan sesuatu. Meski ketua tidak bisa mencium asal Alyea dari Kerajaan Liarnoc tapi ketua mencium 3 kekuatan yang bersarang dalam dirinya. Keanehan yang dirasakan ketua menjadi kenyataan. Ketua mulai ketakutan karena musuh ternyata sudah berada didepan matanya dan kini ketua hanya tinggal menunggu akhir. Ketua menyesal karena ia tidak bisa melindungi wasiat Raja, Kerajaannya dan penduduk.

"Harsa... Bagaimana ini?" Alyea menoleh ke Harsa dengan tatapan yang sangat sedih dan keringat yang cukup banyak.

"Alyea aku rasa senjata itu semakin kuat karena dirimu" ucap Harsa menatap mata kiri Alyea yang sudah berubah hitam.

"Karena itu Harsa. Aku takut pada diriku sendiri" Alyea semakin bersedih. "Harsa lindungilah ketua dan anak itu"

Alyea melepaskan pegangannya dari pedang yang dianggap keramat itu. Ia mulai memfokuskan kekuatannya pada dirinya. Bulan yang sudah mencapai puncak membuat kekuatan Alyeapun mencapai batasnya. Harsa menggenggam erat dan melaksanakan titah Alyea yang semakin pesat menggunakan kekuatannya. Ketua yang terluka sudah tidak berdaya lagi untuk menopang tubuh dan menggunakan kemampuannya, ia hanya bisa menahan rasa sakit karena serangan panah beracun yang mengenai tangannya. Gerbang pelindungpun tidak tertutup sempurna karena luka yang dialami oleh ketua.

Alyea keluar dari reruntuhan bangunan dengan senjata dan benda lain yang berterbangan di dekatnya. Hembusan angin terasa berbeda di hirup dan dirasakan. Mata kiri Alyea yang hitam pekat membuatnya semakin terasa berbeda dan bulan yang tepat berada diatas kepala Alyea membuat malam semakin mencekam dan menakutkan. Tami dan Wilma yang sedang berjuang bersama langsung terpengarah melihat temannya begitupun dengan prajurit Kerajaan gor dan musuh yang mundur selangkah melihat keberadaan Alyea

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags