Meski cuma sebatas saling mencela, mengejek, dan menggoda, namun semua itu layaknya berbait - bait puisi yang meniupkan aroma cinta dalam kalbu. Setiap pandangan kita yang mungkin terlihat antara atasan dan bawahan, namun itu adalah pengait kita dalam satu ikatan yang saling membutuhkan. Sebegitu parahnya diriku mendeskripsikan dirinya selayak sang pangeran. Dan semakin hari aku tak bisa menutup pintu cinta yang telah menganga. Hingga sampai saat itu tiba.
Hari itu menjelang jam istirahat kantor, ketika aku dan Mas Alif masih asyik berkutat dengan proyek yang kami tangani berdua. Aroma parfum maskulin khas lelaki dewasa ini semerbak di kemejanya, dan jarakku hanya 20 cm darinya. Mata kami saling fokus pada corel draw yang terpampang di komputer. Namun, entahlah otakku fokusnya menetralisir jantung yang berdetak cepat. Samar – samar aku menikmati suara merdunya yang sedang menjelaskan.
“Haloo! Miss Rianti, Are you here??” tangan putih Mas Alif diayunkan di depan mataku. Hembusan angin dari gerakan tersebut menyadarkanku.
“Oh, yes, Sir!” seruku sedikit menjerit.
Dia memandangku sambil mengulum senyum. Oh, Tuhan! Detak jantungku makin tidak karuan. Segera aku menunduk untuk menyembunyikan wajah yang memerah ini.
“ Maaf, Mas! Aku tadi agak ngelamun. Habisnya Mas Alif jelasinnya kayak gerbong kereta. Panjang banget!” kataku ngeles serambi nyengir ke arahnya. Duh wajah itu semakin sumringah semakin tampan.
“Alibi! Paling kamu salah tingkah dekat aku.hehehe!”
“Enak saja! Siapa juga yang ngefans bapak-bapak. Hahaha!”
“Eits, jangan salah. Pesona bapak-bapak bikin gagal move on loh! Hahaha!”
“Yeee, yang ada bikin ilfeel! Bapak – bapak ganjen! Weeeeks!”
“Yaelah, ini bocah bikin gemes aja! Coba kita sepantaran udah aku pacarin kamu! Hahaha!”
Ups. Kata terakhirnya membuat aku terbang. Jadi, dia selama ini juga... . Ah! Aku nggak mau menebak, karena nggak bakal berhadiah. Yang pasti aku tersipu dan terlena. Mas Alif meski kita bercanda, aku tetap berharap nyata.
Tepat pukul 12.00 WIB. Aku dan dia berjalan keluar ruangan. Tepat di lobi kantor, dia berhenti. Kulihat seorang perempuan menghampirinya, “Assalamualaikum, Bi!”
Aku pun terhenyak dengan panggilan itu. Belum tuntas heranku, Mas Alif tersenyum ke arahku sambil berkata, “Rianti, itu Ana, istriku!”
Seketika kakiku lemas, tanganku gemetar, pikiranku entah melayang kemana.
Selama ini aku jatuh cinta pada lelaki berisitri. Padahal aku secara tidak sengaja menyebutnya bapak karena dia lebih tua dariku. Ternyata dia adalah bapak beranak dua. Dan semua perkataanya diijabah. Aku telah gagal move on darinya
CERITANYA BAGUS BANGET,
KUNJUNGI CERITAKU YUK https://tinlit.com/read-story/1436/2575, BANTU LIKE DAN CMMENT NYA YAA.. :)