Ternyata, dirimu itu diperlukan.
Dirindukan.
Disayangi.
Jadi, "Jangan tinggalkan aku sendiri,"
Setelah mendengar permohonan seperti itu dari seseorang yang penting bagimu, apa yang akan kau lakukan?
Memberikan senyuman yang manis karena kau merasa bahagia?
Meneteskan air mata karena kau merasa terharu?
Menatap orang itu dengan mata terbelalak karena kau tidak pernah menyangka dia akan berkata begitu padamu?
Apapun pilihanmu, pada hari ini juga, semuanya akan berubah. Benar. Hubungan kalian berdua tidak akan bisa kembali menjadi seperti yang sebelumnya.
Dimana kalian berdua merupakan sahabat terbaik.
Dimana kalian berdua saling merangkul ketika salah satu merasa terpuruk.
Dimana kalian berdua dapat tertawa bersama-sama.
Kau akhirnya memutuskan untuk menundukkan kepala, supaya kau tidak lagi melihat matanya yang berbinar-binar seolah-olah dia akan meneteskan air mata.
Aneh. Dia kan bukan tipe orang yang mudah menangis.
"Kenapa kau diam saja?"
Apa yang seharusnya kau lakukan? Ketika diminta untuk 'jangan tinggalkan aku sendiri', apakah dia berharap kau akan langsung setuju dengan permohonannya?
Mungkin, sebelum menjalani, melihat, dan merasakan semua itu, kau akan dengan senang hati memenuhi segala permohonannya. Akan tetapi...
Kau sudah bukan seseorang yang lugu.
Meskipun kau tidak berniat memperhitungkan semuanya, meskipun ada banyak kata-kata yang ingin kau ucapkan, meskipun, meskipun, meskipun...
Tanpa sadar, kau telah menghela nafas yang panjang.
"Apa maksudmu?" dia bertanya, "Kenapa kau tidak menjawab? Kenapa diam saja?"
Dari suaranya saja, kau mengerti dia merasa telah disakiti oleh perilakumu yang berbeda dari sebelumnya.
Benar juga ya... Dirimu yang dulu itu selalu mementingkan kebahagiannya. Lalu, sekarang, apakah kau akan mementingkan kebahagiannya juga?
Kau memilih untuk menutup mata.
"Hei," suara dia menjadi pelan, lembut, tenang, "Ada apa?"
Kau mengangkat kepalamu dan membuka matamu. Kau menatapnya dengan tenang. Orang yang berada di hadapanmu ini... Kelihatannya dia sama sekali tidak berubah.
"Aku akan pergi," kau membuka mulut dan menuturkan kata-kata yang menegunkan, "Aku akan pergi meninggalkanmu sendirian disini,"
Mata dia terbelalak. Pada saat ini juga kau mengerti. Dia tersentak karena bujukannya gagal mengubah pikiranmu.
Dia tidak peduli apakah dia memberimu masalah dengan keegoisannya.
Dia sama tidak peduli dengan perasaan dan masa depanmu.
Dia...bukanlah seseorang yang pantas untuk menerima segala pengorbananmu.
Kau menundukkan kepalamu lagi. Sudah saatnya kau pergi meninggalkannya.
"Tunggu!" teriakannya terdengar nyaring
Kau menatapnya dengan penuh perasaan kasihan, kekecewaan, serta suatu harapan bahwa dia akan berubah.
Dengan garing, dia menghantam kaca yang memisahkan kalian berdua. Dia juga sedang berteriak, memakimu, memerintahmu untuk berdiri ditempat, dan membantunya.
"Jangan pergi!"
Kau ingin menutup telingamu, tapi kau tidak menutup telingamu. Mendengar atau tidak, kau tahu apa yang akan diucapkannya.
Itu karena kau mengenalnya.
Karena kau mengenalnya, makanya kau tidak berani lagi menjadi bimbang.
Sudah terlalu banyak orang yang telah disakiti 'sahabat'mu ini.
Sekarang, dengan mengurungnya di sini, kau berharap bahwa kehidupan semua orang akan menjadi lebih tenteram.
Kau menatap sekali lagi dia yang masih tidak rela ditinggalkan.
Menghela nafas untuk kesekian kalinya, kau pergi meninggalkan penjara yang akan mengurungnya untuk selamanya.