Ini aku dan perasaanku. Aku tidak meminta banyak, cukup lihat aku saja. -Naomi
***
Dia mengangguku lagi hari ini. Pena yang baru saja kukeluarkan ia ambil dan sembunyikan di balik jari-jari panjangnya, di belakang badan. Aku tidak terkejut, ia sudah biasa melakukan itu. Alih-alih merebut pena itu darinya, aku memilih untuk meminjam pada temanku. Toh nanti akan dia kembalikan lagi padaku.
"Lain kali jangan pinjamkan lagi penamu padanya," omel Rara. Tapi dia masih meminjamkan penanya padaku.
"Dia merebutnya dariku." Suaraku terdengar lirih.
"Rebut kembali. Apa susahnya?"
Aku hanya mengangkat bahuku. Tidak ingin larut dalam debat yang dibuat Rara. Aku bisa saja melakukan apa yang disarankannya. Tapi aku takut, aku takut jika aku melakukan itu, ia akan berhenti mengusiliku.
Dia Rian. Yang kerap disapa Ian. Seorang cowok perfeksionis yang selalu menjaga kebersihan dan kerapian dirinya. Sudah dua tahun aku menyukainya. Semua berawal dari kesamaan minat dalam menulis. Waktu itu ia tidak sengaja melihatku sedang menulis di ponsel.
Ia mulai sering menggangguku sejak setahun yang lalu. Aku tidak tahu mengapa, tapi aku senang dengan perlakuannya yang berbeda padaku. Dia hanya usil dan bersikap berbeda padaku saja. Ia akan bersikap normal pada cewek lainnya. Menyadari hal itu membuatku merasa sedikit spesial.
Hingga tanpa sadar aku tercebur dalam perasaan yang begitu dalam. Yang aku sendiri tidak tahu sejak kapan tepatnya itu mulai kurasakan. Sayangnya, ada banyak hal yang aku tidak mengerti tentangnya. Yang membuat malam mingguku menjadi malam yang tepat untuk merenung di kamar dan memikirkannya.
"Yan, besok ke sini ya?"
"Boleh. Jam berapa?"
"Jam 7 gimana? Acc kan ya?"
Ian baru saja membuat janji dengan salah seorang teman sekelasku. Melihatnya tersenyum pada gadis itu membuatku iri. Dia bahka tidak pernah selelmbut itu padaku. Interaksi kami hanya sebatas saat ia menggangguku saja. Tidak lebih dari itu.
Aku sadar harusnya aku lupakan saja perasaan itu dari dulu. Sebelum akhirnya berkembang seperti sekarang. Yang membuat kupu-kupu menggelitik perutku tiap kali ia berada di dekatku. Menggelikan.
Lama kelamaan aku sadar. Perasaan ini hanya untuk kurasakan sendiri saja. Ia pernah bilang padaku, "jika aku menyukai seseorang, aku akan membuatnya kesal dan marah padaku. Aku suka itu." Lalu, jika yang ia lakukan padaku bertujuan untuk itu, kenapa harus memakan waktu yang lama? Ia pikir menunggu itu enak?
Kukira dia benar-benar cowok PHP seperti yang seringkali diceritakan oleh Rara. Tapi aku sendiri bahkan belum merasa menjadi korbannya. Meski aku merasa sikapnya padaku tidak senormal cowok lainnya. Tapi Rara selalu meyakinkamku bahwa ia hanya bermain-main saja sampai ia menemukan yang cocok.
Fakta itu membuatku selalu terluka sehabis ia menggangguku. Bukannya senang, aku justru memikirkan, 'jika seperti ini terus, apa mungkin aku bisa bersama dengannya?'
Kurasa kali ini aku harus bisa lebih tegas. Aku akan menuruti saran dari Rara. Aku perlu jawaban dari apa yang selama ini ia perbuat padaku. Menuntut kejelasan darinya.
"Jika kau menggangguku hanya untuk mengetes saja, sebaiknya sudahi saja. Kau membuatku terluka." Dengan kasar kurebut penaku darinya.
"Apa? Kau kira aku menggangu karena aku menyukaimu?"
Strike!
Dan aku tidak bisa menahan tangisanku.