Dari balik celah buku yang tersusun dalam rak perpustakaan. Netra hitam miliknya menatap lekat sosok rupawan yang mungkin tengah serius memilih beberapa buku. Karena dari posisinya kini, ia tak bisa melihat secara keseluruhan aktivitas yang tengah pemuda itu lakukan.
Menundukkan kepala hingga surai hitam panjang miliknya terurai menutup sebagian wajah. Laras, gadis itu mengela napas sebelum kemudian menjatuhkan tatapan pada sebuah paper bag berukuran sedang yang berada dalam dekapan.
"Kalo suka bilang, jangan di liatin doang!"
Laras tersentak, segera mengangkat wajah hanya untuk mendapati seorang gadis bersurai coklat yang terikat membentuk ponytail, tampak menyandarkan tubuh pada rak buku di sampingnya sembari bersedekap tangan.
"Jangan kelamaan di pendam, Ras. Bisa busuk nanti," Ucapnya sebelum tergelak. Mengabaikan wajah masam sahabatnya yang beranjak pergi. Membuatnya bergegas menegakkan tubuh dan mengekor di belakang.
"Dalam rangka apa lo menginjakkan kaki ke perpus?" Laras melempar tanya saat Mia, sahabatnya yang baru saja mengacau berhasil mensejajarkan langkah dengannya. Mereka sudah berada di luar perpustakaan. Melewati koridor yang di penuhi beberapa siswa yang berlalu lalang. Mengingat sekarang masih dalam jam istirahat.
"Nyari temen gue yang tiba-tiba hilang. Ternyata lagi mantau pujaan hati dari celah rak buku. Ck, ngenes banget temen gue, ya?
Laras mendengkus, tak bisa mengelak akan ucapan pedas yang Mia lemparkan untuknya. Karena sialnya, dia memang semenyedihkan itu. Jangankan mengungkapkan, beradu tatapan saja sekujur tubuh sudah terserang rasa gugup.
"Nggak jadi kasih ke Rei?" Mia melirik paper bag yang masih di tenteng Laras. Tahu betul apa isi di dalamnya. Karena ia sendiri yang menjadi saksi perjuangan sang tuan putri yang tak pernah berurusan dengan peralatan dapur, justru kemarin sibuk bertempur di sana nyaris seharian. Hal yang tak perlu di lakukan jika gadis keras kepala itu mau memilih opsi yang ia berikan. Membeli hadiah di luar, tanpa harus menghancurkan dapur rumahnya.
Laras gamang. Penolakan yang mungkin saja akan di terimanya seakan menjadi momok yang mengerdilkan keberanian.
"Udah ... Nggak perlu galau. Setidaknya coba, daripada mati penasaran terus bergentayangan jadi han---"
"Gue duluan," Laras memutar arah, berjalan dengan tergesa. Lebih baik ia segera menemui Rei, sebelum Mia semakin berceloteh panjang.
Laras baru separuh jalan. Tapi langkah gadis itu tiba-tiba terhenti. Kala kedua netra miliknya mendapati sosok yang menjadi alasannya tergesa-gesa menuju perpustakaan. Kini tengah berdiri berhadapan dengan seorang gadis yang tampak lebih mungil darinya. Menyodorkan satu batang coklat terbalut pita merah muda.
"Happy valentines day, pacar." Ucap gadis itu yang masih bisa tertangkap pendengaran Laras.
Ada rasa sesak yang menghantam Laras secara telak. Kala Reihan menerima pemberian gadis itu dengan senyuman hangat. Hal yang tak pernah ia lihat, mengingat pemuda itu lebih sering menunjukkan wajah datar pada siapa pun.
Laras membuka paper bag yang sedari tadi ia tenteng. Senyumnya kecut, mendapati coklat berbentuk hati bertuliskan Reihan yang tak begitu rapih. Memasukkan kembali, Laras mengela napas. Sebelum kemudian melempar paper bag itu ke dalam tempat sampah yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri. Memilih untuk memutar tubuh dan meninggalkan dua sejoli yang memupus perasaannya.
The End