“Ma, lihat kamera Ayu nggak? Kemarin Ayu taruh di lemari tapi kok sekarang nggak ada ya.” sejak tadi Ayuni hilir mudik mencari DSLR-nya di berbagai sudut rumah.
“Ya ampun dek, ini masih pagi. Kamu mau kemana lagi?” protes mamanya.
“Ayu mau ke bandara. Hari ini Rafa pulang dari Pontianak.” jelas Ayuni. Ia terlihat gusar karena tak kunjung menemukan kameranya.
Kedua mata sang mama menjadi berkaca-kaca.
“Dek, jujur mama udah capek liat kamu kayak gini. Mama sedih, sejak kalian putus kamu jadi berubah. Kamu kayak orang asing di mata mama.”
Ayuni menatap mamanya, “Mama kenapa sih? Ayu kan nggak ngelakuin kesalahan, kenapa mama harus sedih.”
“Menguntit orang itu salah, dek. Jadi udah ya, berhenti nguntit Rafael.” pinta sang mama.
“Kok gitu sih, ma. Mama nggak mau lihat Ayu seneng ya?” tukas Ayuni tidak terima dengan perkataan mamanya.
“Mama tahu kamu sangat mencintai Rafael. Tapi tolong kamu perhatikan juga kenyataannya, dek. Mama nggak mau lihat kamu terus-terusan mencari kesenangan lewat nguntit orang yang udah nggak cinta kamu lagi. Mama pengen kamu dapat kebahagiaan yang sesungguhnya.” air mata wanita itu tak bisa dibendung lagi.
“Tapi ma—”
“Mama mohon, ikuti kata mama.” tegas sang mama sambil menggenggam erat kedua tangan Ayuni.
Ayuni tampak meragu.
“Kalo dibayangin pasti terasa sulit. Tapi ayo kita coba pelan-pelan. Mama akan bantu semaksimalnya.”
Setelah melalui proses panjang dalam meyakinkan Ayuni, akhirnya sore ini mereka pergi ke halaman belakang rumah. Mereka membakar semua barang pemberian Rafael dan juga foto-foto yang diambil Ayuni sejak ia menjadi stalker.
Pokoknya apapun barang yang berkaitan dengan Rafael, hari itu dibakar tanpa sisa. Ayuni berusaha mengikuti titah mamanya meskipun berat. Ini untuk kebaikannya sendiri, begitulah Ayuni meyakinkan diri.
“Mama bakal kasih kameranya kalo kamu udah bisa lupain Rafael.”
“Iya, ma.” ternyata kamera yang Ayuni cari pagi tadi disembunyikan mamanya.
Tiba-tiba pembantu rumah datang dan mengabari bahwa ada tamu yang mencari Ayuni.
Ayuni pun menemui tamunya. Tak disangka yang datang ternyata sosok yang ingin ia lupakan, siapa lagi kalo bukan Rafael Adibara?
“Hai, Ay.” sapa Rafael sambil tersenyum tenang.
“Tu-tumben.. l-lo kesini.” kedatangan Rafael yang mengejutkan berhasil membuat badan Ayuni menegang.
Pikiran untuk melupakan Rafael pun seketika lenyap saat pria itu menyodorkan tangannya sambil berkata, “Sini salim dulu.”
Mengajak bersalaman adalah hal yang selalu Rafael pinta saat keduanya bertemu. Dulu, ketika mereka masih bersama. Dan kini, Rafael kembali memintanya bersalaman.
Dengan perasaan campur aduk Ayuni meraih tangan Rafael lalu menempelkan punggung tangannya ke dahi. Salaman yang sama persis dilakukan saat mereka masih berpacaran dulu.
Ah sial, Ayuni gagal move on.
“Ada apa?” Ayuni berusaha mengelabui detak jantungnya yang berdebar cepat dengan melayangkan sebuah pertanyaan.
“Gue mau kasih lo ini.” Rafael memberikan selembar kertas.
“Undangan?” Ayuni menatap Rafael dengan ekspresi bingung.
Rafael tersenyum manis, “Besok gue mau lamaran.”
Sebentar...
“Lamar kerja?”
Rafael terkekeh geli, “Lo lucu ya. Gue mau ngelamar perempuan. Dateng ya Ay, gue mau ngenalin lo sama calon istri gue.”
Seketika terdengar suara benda patah. Hati Ayuni yang patah. Sungguh, ini kabar buruk yang tidak pernah ia duga sebelumnya.
@rara_el_hasanMakasih banyak Kak atas masukannya ^^ masih belajar cara penulisan Bahasa Indonesia yg baik Kak hehehe