"Zal, ada paket nih buat Lo," Arman menyodorkan sebuah kotak berwarna merah maroon.
"Dari siapa?"
"Dari kurir JNE tadi nganter ke sini."
"Arman, Lo pernah makan sendal yang ada tai ayamnya?" Rizal mulai kesal.
"Belum," Arman menjawab jujur.
"Bener-bener nih anak, udah sana masuk ke kamar kos lo. Kasian mata gue kalo lihat Lo lama-lama, bisa bintitan nanti."
Setelah Arman masuk kedalam kamarnya, Rizal membuka kotak tadi.
Di dalam kotak merah maroon itu, terdapat satu jam tangan, dan sepucuk surat. Tanpa ragu Rizal mengambil surat itu dan membacanya.
5 Februari 2018.
Untukmu, yang pernah mengisi gelapnya relung hatiku.
Jika menunggu itu membosankan lantas apakah berpindah hati itu menyenangkan? Maaf jika pembuka surat ini sedikit tidak sopan, tapi ketahuilah aku masih dengan sabar menunggu kamu untuk kembali ke hatiku.
Tahukah kamu? Kecepatan rindu itu lebih cepat dari kilatan petir. Saat aku menutup mata, rindu hadir, ketika kubuka mata, rindu tetap tinggal, tak mau enyah.
Rindu itu spontan, kangen ini dari perasaan. Dulu kau berkata 'Jangan risau, aku akan selalu menunggumu... Selesaikan sekolahmu dan fokus pada cita-citamu. Nanti kalau sudah lulus kabari aku, biar kujemput kamu untuk ikut bersamaku menetap di Jakarta.'
Aku sudah selesai dengan urusan sekolah, dan masalah cita-cita mari kita gapai bersama. Karna cita-citaku hanyalah membangun keluarga kecil nan bahagia bersamamu. Tapi dimana kamu saat aku ingin menagih janjimu?
Mungkin aku terbilang kekanakan, karena menagih janji yang telah usang. Aku sadar kok, kalo janji tercipta untuk di ingkari, tapi dengan bodohnya aku selalu percaya dengan janji janjimu.
Jalan tanpa tujuan sama gilanya dengan menunggu tanpa kepastian.
Aku menunggu, menunggu dan selalu menunggu. Kalau boleh dikatakan, penantian ku lebih lama dari pada penantianmu dulu.
2 valentine sudah terlewati dan besok adalah valentine ke-3 yang akan aku lalui tanpa seseorang yang bisa ku sebut sebagai 'Kekasih'.
Melewati valentine seorang diri, sama menakutkannya dengan berjalan di tengah kuburan saat malam perayaan Halloween. Manisnya coklat tidak bisa menawar kehambaran hati ini.
Aku resign dari penantian panjang ini.
Salam rindu,
(Yunita Arsari)
"Yuna," Rizal mendekap surat itu dengan air mata di pipinya.
"Bukannya aku lupa untuk menjemputmu, tapi aku sudah dijodohkan dengan anak dari kolega ayahku... Maaf Yuna, aku membuatmu menanti selama ini." Rizal menyesali perjodohan ini.
"Semoga kamu bahagia Yun, maaf aku sudah membuatmu menunggu lama. Tapi percayalah... Aku hanya mencintaimu."
"Udahlah zal, jangan drama. Masih banyak Yuna Yuna diluar sana," Arman memeluk Rizal sebagai tanda menyemangati.
"Iya man, makasih..."
-----------------------------------------------------
Yaelah ternyata endingnya cuma begini doang, rugi dong gue, udah beli novel ini mahal-mahal. Si Rizal gak ada usahanya gitu buat ngejar Yuna, ah bete gue.
"Woy, ngelamun aja. Kantin yuk?" Ridho menyenggol lengan gue
"Gak ah, lagi badmood."
"Kenapa?"
"Nih novel endingnya gantung, padahal mahal harganya."
"Lagian, beli novel kok yang judulnya 'Penantian Kramat', dari judul udah keliatan kalo isinya garing."
"Bodo ah," gue memutuskan untuk meninggalkan Ridho yang masih mengomel. Saat hendak melangkah keluar pintu kelas gue lihat Arsyad lagi gandengan sama Novita, ah remuk dah.
"Sakit, tapi gak berdarah," ejek Ridho sambil berlalu melewati gue yang masih terpaku.
@ReonA berhasil horayyy, we did it
@YUYU iya mom, makasih.. semoga cerita"ku bisa selalu menghibur kalian semua