Loading...
Logo TinLit
Read Story - Sahabat
MENU
About Us  

Pandangan Gia tertuju pada sebuah permen yang berada di dalam sebuah toko. Sesekali ia menyeka airmatanya yang keluar dari matanya. Ia meminta neneknya untuk membelikannya permen tersebut. Namun sang nenek tidak mempunyai banyak uang. Orangtuanya juga sudah meninggal karena kecelakaan saat dia berumur dua tahun.

"Ini buat kamu." Sebuah suara mengejutkan Gia. Kepala Gia menoleh dan pandangannya jatuh pada seorang gadis yang dikuncir dua yang kini sedang memberinya sebuah permen yang baru saja ia inginkan. Gia sempat ragu.

"Ambil saja, aku masih punya banyak." Gia pun akhirnya menerima permen tersebut dan menaruhnya di kantong jakueetnya.

"Nama kamu siapa?" Gadis itu bertanya kepada Gia. Gia menjawabnya dengan sedikit gugup karena belum pernah ada yang berkenalan dengannya.

"G-Gia..."

"Aku Dhea," ucap gadis itu dengan ramah lalu menjabat tangan Gia. "Mulai sekarang kita sahabat."

Gia yang kaget pun hanya menganggukkan kepalanya. Dalam hati ia senang karena bisa mendapat sahabat. Selama ini ia hanya mendengar cerita tentang neneknya dengan sahabatnya namun tak pernah merasakan langsung bagaimana punya sahabat. Dan sejak hari itu, kehidupan Gia berubah.

>>><<< 

Sebuah teriakan terdengar di telinga Gia. Gia sekarang dapat kembali melanjutkan sekolahnya yang sempat terputus karena bantuan dari ibu Dhea.

"Ada apa sih, Dhea?!" Gia bertanya dengan nada sedikit kesal.

"Jangan marah dong, Gia. Aku cuma mau kasih kamu ini." Dhea mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah dan memberikannya kepada Gia. Gia segera mengambilnya dan membuka kotak tersebut. Mata melebar karena kaget.

"Ya ampun, Dhea! Gelang ini kan gelang yang aku mau." Gia berteriak kesenangan ketika melihat gelang yang baru saja diberikan oleh Dhea.

"Kalo buat Gia, aku mau kasih apa saja." Gia yang mendengar itu segera memeluk tubuh Dhea dengan erat.

"Kamu memang sahabat terbaik." Dhea tersenyum mendengar ucapan Gia. Dia melepaskan pelukan mereka dan menunjukkan gelang yang berada di pergelangan tangannya. Gelang yang sama dengan yang ia berikan kepada Gia. Gia tersenyum dan hampir menangis karena terharu dengan perlakuan sahabatnya. Ia benar-benar bersyukur mempunyai Dhea sebagai sahabatnya.

"Gia, aku mau kita selalu kembar seperti ini." Gia menaikkan salah satu alisnya mendengar ucapan Dhea.

"Kamu mau kan janji sama aku untuk kembaran terus?" Gia tersenyum dan mengangguk lalu mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Dhea.

>>><<<

"Aduh, kok panas banget, sih?" Gadis berumur lima belas tahun itu menggerutu kesal. Suhu udara semakin memanas. Belum lagi tugasnya yang belum kunjung selesai.

"Apa mungkin karena rambut gue panjang jadi panas?" Gadis itu bertanya pada dirinya sendiri. Tiba-tiba sebuah ide muncul di pikirannya. Ia segera menyelesaikan tugasnya dengan cepat lalu memberikannya kepada guru. Gadis itu segera berlari keluar kelas ketika gurunya memperbolehkannya untuk pulang. Ia ingin sekali pulang dengan sahabatnya, namun ayah dari sahabatnya itu baru saja berkata kalau sahabatnya mempunyai acara keluarga yang mendadak. Gadis itu segera melangkah ke sebuah bangunan kecil yang tak jauh dari sekolahnya. Bangunan dengan banyak foto wanita yang tertempel di jendelanya.

"Selamat datang." Seorang wanita muda menyambutnya dengan ramah. Wanita itu segera mengantar gadis tersebut ke sebuah kursi dan memberikannya sebuah buku.

"Saya mau yang ini." Gadis itu berkata sambil menunjuk sebuah foto yang ada di buku tersebut. Wanita muda itu tersenyum dan perlahan memotong rambut gadis tersebut. Ya, gadis itu adalah Gia.

Dan dia lupa akan janjinya dengan Dhea.

>>><<<

Dhea masih tidak percaya akan apa yang dilihatnya.  Gia dengan rambut pendek seleher kini berdiri di hadapannya.

“Lo Gia?” tanya Dhea tidak percaya.  Gia perlahan mengangguk ragu. Ia bingung dengan reaksi Dhea.  Dhea yang kini sadar bahwa di depannya adalah Gia segera berlari keluar kelas. Gia pun segera mengejarnya.

“Hiks…Hiks…”

Mata Gia kini melebar ketika melihat Dhea sedang menangis. Dia berjalan mendekati  Dhea dan mencoba untuk merangkul sahabatnya namun segera ditepis.

“Dhea, lo kenapa, sih?” tanya Gia dengan nada lembut.

“Tujuh tahun kita sahabatan dan lo dengan mudah lupa janji yang pernah kita buat.” Suara Dhea bergetar hebat. Amarah kini memenuhi kepalanya. Ia mendorong tubuh Gia ke tembok hingga gadis itu mengaduh kesakitan.

“Mulai sekarang, gue nggak punya sahabat yang namanya Gia.”

Dhea segera meninggalkan Gia. Kini Gia menjambak rambutnya sambil merutuki dirinya yang bodoh karena melupakan janji tersebut,

Hari itu, dia kehilangan sosok seorang sahabat.

>>><<<

 “Jadi ini si sahabat pengkhianat?” tanya Manda yang kini berada di hadapan Gia. Sejak hari dimana Dhea memutuskan persahabatannya dengan Gia, ia berteman dengan Manda. Manda merupakan siswa yang paling ditakuti karena sifatnya yang suka menindas dan juga karena kakeknya yang merupakan pemilik sekolah.

“Iya. Enaknya kita apain, Man?” tanya Dhea kepada Manda sambil memandang sinis Gia.

“Yang pelan saja dulu,” jawab Manda dan segera menjambak beberapa helai rambut Gia. Ia membenturkan kepala Gia ke tembok. Gia sangat ingin melawan, tapi ia memilih diam. Ia tidak ingin mengambil resiko untuk dikeluarkan dari sekolah. Bisa masuk sekolah saja dia sudah sangat bersyukur

Dhea dan Manda tertawa saat melihat wajah Gia yang sudah kesakitan. Dhea segera menendang kaki Gia. Manda menampar pipi Gia. Gia tidak percaya akan sifat Dhea sekarang.

‘Kemana Dhea yang dulu?’ batinnya.

“Kayaknya sudah dulu, Man. Lihat wajahnya kini sudah seperti orang sekarat.” Manda mengangguk setuju dengan ucapan Dhea dan mereka segera meninggalkan Gia yang masih dalam posisi terjatuh.

Hari itu, Dhea sudah berubah. Dhea bukanlah Dhea yang pemaaf dan Dhea yang merupakan sahabat Gia. Namun dia berubah menjadi Dhea yang penindas, dan Dhea yang merupakan musuh Gia.

>>><<<

 “Dhea, mama nggak setuju kalau kamu pergi dengan Manda. Ini kan hari ulang tahun Gia.” Dhea memutar bola matanya dengan malas. Dhea tadi meminta izin kepada ibunya untuk pergi dengan Manda. Awalnya, ibunya memberikan izin namun ibunya segera menarik izin itu kembali karena teringat bahwa hari itu adalah ulang tahun Gia.

“Ma, aku kan sudah bilang kalau aku tidak mau bertemu dengan Gia.” Dhea mencoba untuk mendapatkan izin dari ibunya.

“Dhea! Kamu kenapa, sih?! Gia kan sahabat kamu!” bentak ibunya karena reflek. Dhea tersentak mendengar ibunya membentaknya.

Tin…Tin…

Suara klakson mobil terdengar. Dhea segera meninggalkan ibunya dan memasuki mobil Manda yang baru saja sampai di rumah Dhea.

“Nggak usah pamit ke Mama gue. Langsung berangkat saja.” Manda segera mengangguk dan melajukan mobilnya seperti yang diminta Dhea. Hingga mereka tidak sadar kalau sebuah truk dengan kecepatan tinggi mengarah ke arah mereka. Namun semua terlambat.

BRAK!!!

Truk itu menabrak mobil Manda.

>>><<<

 “Gia…Dhea kecelakaan…tolong ke rumah sakit sekarang.”

Kata-kata itu terngiang di pikiran Gia. Setelah mendengar dari ibu Dhea bahwa Dhea mengalami kecelakaan, Gia segera meminta tetangganya untuk mengantarnya ke rumah sakit.

“Makasih, ya, Mang Udin.” Gia tersenyum kepada tetangganya yang baru saja mengantarnya ke rumah sakit. Tapi menghabiskan banyak waktu Gia segera berlari ke dalam rumah sakit. Matanya sibuk mencari ibu Dhea. Hingga ia mendengar suara percakapan dibalik sebuah tembok. Ia mencoba mendengarkan percakapan itu dengan seksama.

“Ibu harus bersyukur karena Dhea masih bisa hidup. Tapi, ia membutuhkan donor jantung atau nasibnya akan sama seperti temannya yaitu meninggal.”

Gia menutup mulutnya ketika mendengar perkataan tersebut. Ia yakin itu adalah dokter yang memeriksa keadaan Dhea. Lalu suara tangisan wanita terdengar.

“Silahkan ambil jantung saya, dok, tolong selamatkan anak saya.” Ibu Dhea kini terdengar frustrasi.

“Apa ibu yakin?” Dokter itu bertanya.

“Saya ya-“

“Jangan!” Gia segera muncul dari belakang tembok dan memotong ucapan ibu Dhea.

“Ambil saja jantung saya, dok.” Ibu Dhea terkejut mendengar perkataan Gia.

“Tapi…Gia…”

“Tante, aku nggak mau Dhea kehilangan sosok ibu satu-satunya. Dia sudah cukup kehilangan ayah, aku tidak mau melihatnya kehilangan sosok ibu.” Gia tersenyum dan memeluk tubuh ibu Dhea.

“Terima kasih, Gia. Kamu memang yang terbaik.”

>>><<<

Mata Dhea perlahan terbuka. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar berwarna putih polos. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan.

‘Gue dimana?’ batinnya.

Pandangannya tertuju pada sebuah surat yang berada di meja dekat tempat tidurnya. Ia mengambil surat tersebut dan membacanya. Kata per kata ia baca. Seketika tangisannya pecah.

 

UNTUK DHEA.

MUNGKIN KALAU LO BACA SURAT INI, LO NGGAK AKAN KETEMU GUE. GUE UDAH BAHAGIA DI SINI.

LO TAU NGGAK, DHE?

GUE BENAR-BENAR NGERASA BODOH KARENA LUPA AKAN JANJI YANG KITA BUAT WAKTU UMUR KITA 10 TAHUN.

DAN GUE JUGA INGAT PERTEMUAN KITA WAKTU UMUR 8 TAHUN. LO DENGAN RAMBUT DI KUNCIR DUA YANG BIKIN MUKA LO LUCU.

MAAFIN GUE, YA, DHEA.

MUNGKIN MAAF GUE NGGAK CUKUP. JADI GUE PUTUSIN UNTUK KASIH LO SESUATU YANG BELUM PERNAH GUE KASIH KE ORANG LAIN SELAIN LO.

YAITU JANTUNG GUE.

JAGA DIRI LO BAIK-BAIK.

DAN INGAT, GUE SELALU MEMPERHATIKAN LO.

KARENA DHEA AKAN SELALU MENJADI SAHABAT GIA SELAMANYA, BEGITU JUGA SEBALIKNYA.

DARI GIA.

 

Benar kata orang. Penyesalan selalu dating terlambat. Itulah yang Dhea rasakan sekarang. Ia benar-benar menyesal. Bahkan Gia masih saja mau memberikan jantungnya kepadanya setelah apa yang dia lakukan pada Gia. Dhea merutuki kebodohannya.

Ia sadar bahwa persahabatannya bukan hanya tentang janji.

Tapi tentang pengorbanan sahabatnya demi dia.

“Gia…maafin gue.”

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 2 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Heliofili
2596      1158     2     
Romance
Hidup yang sedang kami jalani ini hanyalah kumpulan berkas yang pernah kami tandatangani di kehidupan sebelumnya— dari Sastra Purnama
Silent Scream
709      394     6     
Short Story
Kala hidupmu tak lagi sama.
Rêver
7202      1959     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
The Call(er)
1395      838     10     
Fantasy
Ketika cinta bukan sekadar perasaan, tapi menjadi sumber kekuatan yang bisa menyelamatkan atau bahkan menghancurkan segalanya. Freya Amethys, seorang Match Breaker, hidup untuk menghancurkan ikatan yang dianggap salah. Raka Aditama, seorang siswa SMA, yang selama ini merahasiakan kekuatan sebagai Match Maker, diciptakan untuk menyatukan pasangan yang ditakdirkan. Mereka seharusnya saling bert...
Langit Jingga
2768      976     4     
Romance
"Aku benci senja. Ia menyadarkanku akan kebohongan yang mengakar dalam yakin, rusak semua. Kini bagiku, cinta hanyalah bualan semata." - Nurlyra Annisa -
Dialog kala Hujan
589      443     3     
Short Story
Teman sekelas yang berbincang ketika hujan sedang turun deras.
Fidelia
2073      894     0     
Fantasy
Bukan meditasi, bukan pula puasa tujuh hari tujuh malam. Diperlukan sesuatu yang sederhana tapi langka untuk bisa melihat mereka, yaitu: sebentuk kecil kejujuran. Mereka bertiga adalah seorang bocah botak tanpa mata, sesosok peri yang memegang buku bersampul bulu di tangannya, dan seorang pria dengan terompet. Awalnya Ashira tak tahu mengapa dia harus bertemu dengan mereka. Banyak kesialan menimp...
Bukan Pemeran Utama
36      35     0     
Inspirational
Mina, Math, dan Bas sudah bersahabat selama 12 tahun. Ketiganya tumbuh di taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah yang sama. Dalam perjalanan persahabatan itu, mereka juga menemukan hobi yang mirip, yakni menonton film. Jika Bas hanya menonton film di sela waktu luang saat ia tak sibuk dengan latihannya sebagai atlet lari , maka kegandrungan Math terhadap film sudah berubah m...
I\'m Too Shy To Say
464      318     0     
Short Story
Joshua mencintai Natasha, namun ia selalu malu untuk mengungkapkannya. Tapi bagaimana bila suatu hari sebuah masalah menimpa Joshua dan Natasha? Akan masalah tersebut dapat membantu Joshua menyatakan perasaannya pada Natasha.
ANSWER
704      432     6     
Short Story
Ketika rasa itu tak lagi ada....