Sebelumnya.....
Benar saja, tak lama setelah mengatakan itu, Rayn pun terlihat sedang berjalan menuju meja makan. Saat itu pula Rayn bertemu pandang dengan Airin. Rayn tampak terkejut melihat kehadiran Airin di dalam rumahnya.
"Itu dia, sini sayang duduk", kata Ibu Ratih mempersilahkan duduk di sebelah kanannya.
Otomatis saat ini Rayn sedang duduk berhadapan dengan Airin. Merasa bingung akhirnya Rayn membuka suaranya.
"Kenapa ada dia ?", tanya Rayn entah pada siapa, karena saat ini Rayn tengah menatap Airin.
"Dia, dia, 'dia' yang kau panggil itu punya nama", sahut Dave.
"Ibu sengaja mengundang Airin untuk makan malam bersama keluarga kita.", kata Ratih Wijaya.
"Tapi Bu..."
"Kamu ini kenapa ? Airin kan temanmu, kenapa kamu sensitif sekali", imbuh Dave.
"Bukan begitu, ini kan acara makan malam keluarga, sedangkan dia ini siapa ?", kata Rayn.
"Anggap saja ini latihan untuk Airin, karena sebenar lagi di akan menjadi bagian dari keluarga kita, iya kan ?", kata Ratih Wijaya sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Dave.
Dave yang mendengarnya hanya memberikan tanggapan dengan menyatukan jempol dan telunjuknya untuk membentuk lingkaran, sedangkan Airin terbatuk mendengarnya. Lalu Rayn ? dia refleks untuk berdiri.
"Aku makan di luar", kata Rayn, hendak melangkah pergi.
"Tidak ada yang boleh meninggalkan ruangan ini, termasuk kau!", kata Deny Wijaya.
"Yah.."
"Duduk Rayn, habiskan makananmu", tegas Deny Wijaya.
Mendengar suara tegas ayahnya, membuat Rayn terduduk kembali di atas kursinya. Kemudian acara makan malam dimulai dalam keadaan canggung. Setengah jam berlalu akhirnya sesi makan malam yang canggung tanpa perbincangan itu selesai juga.
"Aku sudah selesai", kata Rayn sambil berdiri.
"No no no, kembali duduk di kursimu. Setelah ini masih ada desert yang harus kita habiskan, ibu sudah susah payah membuatnya, hmm", Sahut Ratih Wijaya.
"Tapi Bu..."
Akhirnya Rayn terduduk kembali karena mendapat tatapan mematikan dari ayahnya. Setelah para maid membersihkan piring-piring di atas meja, lantas jamuan penutup mulai berdatangan. Jamuan penutup atau biasa disebut desert itu terdiri dari puding, kue, salad buah, dan cookies. Ratih Wijaya terlihat niat sekali membuat desert.
"Waah ini enak sekali tante..", kata Airin setelah mencicipi kue buatan Ratih Wijaya.
"Itu favorit Rayn, cheese cake dengan dengan selai tomat", jawab Ratih Wijaya.
"Oh, ini tomat ? aku kira strawberry"
"Haha bukan, enak kan. Dan puding cokelat ini kesukaan Dave"
Airin yang mendengarnya hanya manggut-manggut.
"Kalau Om Deny paling suka yang mana ?", tanya Airin pada Deny Wijaya.
"Aku suka semua makanan buatan istriku", kata Deny Wijaya
Mendengarnya semua orang di sana pun tertawa, kecuali Rayn. Rayn tidak terlihat menikmati makanannya. Ia malah terus-terusan memandangi Airin dengan tatapan membunuhnya.
"Airin, kamu dan Rayn tidak ada masalah apa-apa kan ?", tanya Ratih Wijaya.
"Hmm, dari saya tidak ada Tan, tapi saya tidak tahu bagaimana Rayn sendiri"
"Tuh Rayn, kamu biasa saja melihat Airin, tidak usah se-sinis itu", timpal Ratih Wijaya.
"Oh ya Nak, ayah ibu di mana sekarang ?", tanya Ratih Wijaya.
"Ayah Ibu Airin sudah meninggal karena kecelakaan mobil 5 tahun yang lalu", kata Dave.
"Apa iya ? Berarti kamu sekarang tinggal dengan siapa ?"
"Dia tinggal dengan Icha temannya sekaligus manajernya", tambah Dave.
"Isshh, Ibu bertanya pada Airin Dave, bukan padamu"
"Haha, aku hanya membantu Airin, Bu", ucap Dave.
Melihat tingkah lucu ibu dan anak ini membuat Airin tersenyum bahagia. Jujur saja dia merindukan momen-momen berkumpul dengan keluarganya seperti saat ini. Dulu ia sering sekali bercanda di sela-sela makan malam keluarganya. Entah kenapa memikirkan keluarganya yang dulu, membuat matanya berkaca-berkaca. Tapi sungguh, saat ini ia bahagia menikmati kebersamaan dengan keluarga Dave.
Setelah selesai menikmati desertnya, akhirnya sesi makan malam bersama keluarga Dave benar-benar selesai. Terlihat Airin sedang berpamitan dengan kedua orang tua Dave di ruang tamu.
"Om, Tante, terimakasih makan malamnya sangat enak", kata Airin setelah bersalaman dengan Ratih Wijaya.
"Iya sayang, lain kali makan disini lagi ya. Tante akan masak makanan yang lebih eeeenak lagi"
"Hehe dengan senang hati"
"Aku pulang dulu", kata Airin berpamitan dengan Rayn.
"Hn", jawab Rayn
"Baiklah semua, aku antar Airin dulu ya.." kata Dave.
Setelah mengatakan itu Dave pun berbalik kemudian berjalan sambil merangkul pundak kiri Airin. Merasa dirangkul lantas Airin menengok ke arah Dave yang berada di sisi kanannya, saat itu ia melihat sesuatu yang aneh di leher Dave.
"Kak Dave, lehermu kenapa ? Ada bentol-bentol merahnya"
"Apa ?(berhenti melangkah dan meraba lehernya) Oh shit, alergi ku kumat. Pantes daritadi aku merasa punggungku gatal"
Melihat langkah Dave dan Airin berhenti, akhirnya Ratih Wijaya pun menghampiri mereka.
"Kenapa berhenti ?", tanya Ratih Wijaya.
Mendengar suara Ibunya, lantas Dave pun membalikkan badan.
"Astaga, Dave wajahmu kenapa ?", Kata Ratih Wijaya melihat wajah dave mulai memerah.
"Bu, apa masakan tadi ada cumi-cumi nya ?", tanya Dave.
"Cumi-cumi ? (mengingat-ingat bahan masakan) Astaga, iya tumis sayur yang kamu makan tadi ada cumi-cuminya"
" Pantas saja, duhh (mulai garuk-garuk)"
"Kenapa ?", tanya sang kepaa keluarga.
"Ini sayang, aku lupa tidak memberitahu Dave, jika tumis sayur kembang kol tadi ada campuran cuminya. Akhirnya alerginya kumat."
"Hmm begini saja, Dave kamu minum obat terus istirahat, biar Rayn yang mengantar Airin"
"Apa ? Kenapa jadi aku ?", tanya Rayn.
"Rayn, kakakmu sedang sakit. Jika dia tidak istirahat alerginya akan tambah parah", kata Ratih Wijaya.
"Hmm, tidak apa-apa Om, Tante saya bisa pulang sendiri"
"Tidak, ini sudah lebih dari jam 9 malam, terlalu bahaya untukmu pulang sendirian. Rayn tolong..",pinta Dave.
"Tapi..."
"Kau ini lelaki bukan ?", tanya Deny Wijaya.
Melihat tatapan intimidasi dari ayahnya lantas Rayn tidak punya pilihan lain.
"Hn, aku akan mengantarnya. Ayo.."
Kemudian Rayn pun berjalan mendahului Airin. Setelah berpamitan dengan semuanya termasuk pada Dave, akhirnya Airin berjalan mengekori Rayn.
Dan disinilah mereka, berada di dalam mobil audi merah milik Rayn. Perjalanan sudah berlangsung 10 menit, namun mereka tak kunjung membuka suara. Airin sibuk memandangi jalan lewat kaca mobil di samping kirinya, sedangkan Rayn terlihat fokus menyetir mobilnya. Jujur saja Airin tidak menyukai suasana canggung seperti ini. Untuk itu setelah mengumpulkan keberanian akhirnya ia memutuskan untuk bersuara duluan.
"Hm, maaf jadi merepotkanmu"
"Hn", jawab Rayn singkat.
Mendengar jawaban Rayn membuat nyali Airin ciut. Lantas Airin kembali mengarahkan pandangannya ke sisi kiri mobil.
"Kau benar-benar keras kepala ya"
"Eh ? Aku ? (menoleh ke arah Rayn)"
"Ya, bukankah sudah ku bilang untuk tidak mendekati kakakku ?"
"Aku kira kau cukup pintar untuk melihat situasi, ternyata tidak. Sudah jelas yang mendekati itu kakakmu. Kenapa tidak kau katakan saja itu pada kakakmu. Minta dia untuk tidak mendekatiku" terang Airin.
"Kau pikir kau siapa berani memerintahku ?"
"Ya, aku bukan siapa-siapa. Jadi perlakukan aku seperti bukan siapa-siapa, jangan perlakukan aku sebagai musuhmu." Airin sedikit berteriak.
"Sudah ku bilang, aku hanya tidak ingin kakakku menjadi korbanmu. Bukankah kau mencintai lelaki lain selama 9 tahun ini ? Kenapa kau tidak kembali lagi padanya ? Aku yakin selama ini kau selalu putus dengan kekasihmu karena kau belum bisa move on dari dia"
Airin terkejut mendengar ucapan Rayn. Andai Rayn tahu seseorang yang dicintai Airin itu siapa, dia pasti akan lebih terkejut.
"Haha, kau, kau percaya jika orang itu ada ?", tanya Airin.
"Maksudnya ?"
"Maksudku, kau percaya jika seseorang yang aku cintai 9 tahun belakangan ini benar-benar ada ?"
"Entah, aku hanya mendengarnya dati netizen dan teman-teman kru"
"Kalau begitu kau sama bodohnya dengan mereka. Dengarkan aku, sosok itu tidak ada.."
"Tidak ada, karena kau tidak akan pernah menjadi milikku", sambung Airin dalam hati.
"Sosok itu tidak nyata.."
"Tidak nyata, karena selama ini yang nyata hanya khayalanku terhadapmu"
"Apa...", kata Rayn terkejut.
Setelah mendengar itu, lantas Rayn menepikan mobilnya di jalanan yang sepi.
"Jadi selama ini...", kata Rayn sambil menghadapkan tubuhnya ke Airin.
"Itu hanya bualan ku semata. Aku hanya menjadikannya alasan untuk tidak mau disentuh lelaki lain. Aku hanya menjadikannya alasan untuk memutuskan hubunganku dengan lelaki lain.", kata Airin sambil berkaca-kaca.
"Gila, ternyata kau lebih buruk daripada yang aku bayangkan"
"Tak apa, tetaplah membenciku, akan lebih mudah bagiku untuk melupakanmu", ucap Airin dalam hati.
"Sudah ku bilang, aku memintamu untuk lebih mengenalku bukan ? Siapa sangka jika aku lebih buruk daripada perkiraanmu"
"Turun..", kata Rayn dengan nada dinginnya.
"Aku bilang turun..!", Rayn membentak Airin.
"What, are you kiding me ? Ini jalan yang sangat jarang dilalui kendaraan umum"
"Kau bisa menelepon manajermu"
"Tapi ponselku mati"
"Masa bodoh, turun !"
"Rayn..."
"Keras kepala.."
Lantas Rayn keluar dari mobilnya, kemudian mengitari mobilnya untuk sampai di pintu samping tempat duduk Airin. Langsung saja ia membuka pintu itu, dan meraih lengan Airin.
"Turun, aku tidak mau mobilku ditumpangi wanita gila sepertimu"
Ucap Rayn sambil menarik paksa Airin keluar dari mobilnya. Setelah memastikan Airin keluar dari mobilnya, lantas Rayn segera kembali memasuki mobilnya dan mengegas mobilnya meninggalkan Airin.
"Wa-wait.. Rayn, ah sial", kata Airin yang telah ditinggal Rayn.
Lantas Airin memandangi kepergian mobil Rayn dengan air mata yang siap tumpah. Hidupnya benar-benar sial. Memendam perasaan lebih dari 9 tahun kepada seseorang, dibenci oleh seseorang yang dicintai itu, dan sekarang dia harus berdiri sendirian di pinggir jalan nan sepi. Jalan ini adalah jalan alternatif yang sangat jarang dilalui oleh kendaraan umum.
Saat ini Airin tengah berjongkok memeluk lututnya sambil menangis. Dia benar-benar sedang meratapi nasibnya. Ditambah lagi suasana yang sepi dan sedikit gelap membuat dirinya takut. Ternyata tidak hanya Airin yang merasa kacau, namun juga seseorang yang telah tega menurunkan Airin di tengah jalan.
Beberapa kali Rayn menggebrak setirnya marah. Ia tidak menyangka jika kenyataannya seperti ini. Ya, dia memang salah sangka terhadap Airin. Airin bahkan lebih buruk daripada pemikirannya selama ini. Kemudian ia pun teringat bagaimana Airin menolak dan memtuskan pacarnya dulu di ruang make up, bagaimana ia menggoda kakaknya di lantai dansa, dan tentu bagaimana saat Airin terlihat pasrah di bianglala ketika ia hendak menciumnya.
"Sial, dia benar-benar player sejati"
Lalu kemudian ingatan-ingatan ketika Airin tersenyum bahagia dan tertawa lepas memenuhi otaknya. Lantas memori itu kemudian berganti dengan ingatan saat Airin sering menampilkan raut sedih dan menangis di hadapannya, hatinya sakit mengingat itu. Ditambah lagi pikiran bahwa saat ini pasti Airin sedang menangis sendirian di pinggir jalan membuatnya tidak tenang, lalu ia pun membanting setirnya memutar arah berniat kembali ke jalan dimana Airin diturunkan paksa olehnya.
Tak lama ia telah sampai di jalan itu. Namun sedikit berbeda, Rayn berada di jalan yang bersebelahan dengan Airin. Jalan mereka hanya dipisahkan oleh taman yang ditumbuhi beberapa pohon. Dari jarak 50 meter, Rayn melihat Airin yang berjalan sendirian. Ya, setidaknya pemikirannya tadi terkait Airin pasti menangis tidak benar, karena saat ini ia melihat Airin berjalan cepat menyusuri jalan sepi itu. Tapi Rayn tidak tahu jika Airin baru saja bangkit dari tangisannya pas sebelum dia sampai ke jalan ini.
Rayn masih memperhatikan Airin dari dalam mobilnya yang berjalan sangat pelan. Rayn benar-benar tidak tahu kenapa dirinya bisa memutuskan untuk kembali kesini. Saat ini dia marah pada Airin, tapi kenapa dia tidak bisa untuk tidak peduli padanya. Setelah lama memikirkan alasannya, akhirnya ia pun mendapatkan alibi. Ya, ini hanya basa-basi kemanusiaan. Rayn kembali ke sini karena rasa kemanusiannya. Tidak mungkin ia meninggalkan seorang gadis sendirian di jalanan sepi malam-malam begini. Bahkan jika itu gadis yang dia benci, sebagai manusia ia tidak boleh bertindak sekejam itu. Ya setidaknya itu adalah alibi yang dipercaya Rayn.
Kemudian Rayn pun memiliki inisiatif untuk menghubungi jasa taxi.
"Halo, segera kirim taxi ke Jl. Hayam Wuruk no. 56 sekarang juga. Di pingir jalan ada seorang wanita memakai dress hitam yang siap untuk dijemput."
"Baik pak, saya segera ke sana", kata driver taxi di seberang telepon.
"Hn"
Setelah menutup teleponnya, Rayn pun kembali mengarahkan tatapan matanya kepada Airin di sana. Setelah mengikuti Airin kurang lebih 10 menit lamanya, akhirnya taxi yang dipesan Rayn untuk Airin datang juga. Terlihat Airin sudah memasuki taxi. Setelah memastikan taxi yang mengangkut Airin sudah berjalan, baru lah kemudian ia memutar mobilnya ke arah yang berlawanan dengan taxi tadi untuk kembali ke rumahnya.
Sedangkan Airin yang masih berada di dalam taxi, ia menahan air matanya agar tidak jatuh. Tidak lucu jika dia harus menangis di dalam taxi. Lima belas menit berlalu, akhirnya Airin telah sampai di kompleks aparatementnya. Ia pun segera turun dari taxi setelah membayarnya. Lantas Airin berlari ke dalam kompleks apartementnya.
Setelah keluar dari lift, kemudian dengan tergesa ia menuju apartementnya. Airin membuka pintu apartementnya tanpa aba-aba kemudian membanting pintunya agar tertutup. Tentu Icha yang sedang menonton tv, kaget mendengar suara pintu yang dibanting. Saat menengok ke arah pintu, Icha melihat Airin yang tengah menangis sambil berjalan cepat menuju kamarnya.
"Astaga, apalagi ini..", kata Icha kemudian menuju kamar Airin.
Sedangkan di dalam kamar, setelah membuang sembarang tas dan sepatunya, lantas Airin melompat ke atas ranjangnya kemudian menangis dalam keadaan tertelungkup. Ia membenamkan wajahnya di guling kesayangannya.
Melihat itu Icha panik, tidak biasanya Airin menangis sampai seperti itu. Langsung saja Icha mendudukkan dirinya disisi kanan ranjang Airin. Ia tepuk-tepuk pelan punggung Airin, berharap mampu meredakan tangis sahabatnya.
Icha belum berani bersuara untuk menginterupsi tangisan Airin. Icha yakin, saat ini yang dibutuhkan Airin hanya lah menumpahkan semua apa yang dirasakannya melalui tangisan. Biarlah Airin puas dulu, barulah Icha akan mengajaknya berbicara. Setelah menunggu beberapa saat, tangis Airin pun tidak sekencang tadi. Barulah Icha membuka suaranya sambil masih tetap mengelus pelan punggung Airin.
"Kamu kenapa ?"
Mendengar ada seseorang yang menanyainya, lantas Airin bangkit dari posisinya dan memeluk erat seseorang tadi.
"Icha... Rayn, Rayn... aku membuatnya semakin membenci diriku..", kata Airin sambil menangis dalam pelukan Icha.
"Aku, aku benar-benar memperburuk hubungan kami"
Ya, hal paling menyesakkan bukan ketika Rayn menurunkannya paksa dari mobil. Tapi ketika Rayn mengatakan dirinya lebih buruk daripada apa yang dipikirkan Rayn selama ini.
"Bicara pelan-pelan. Apa yang kamu katakan padanya ?", kata Icha mencoba memandang wajah Airin, kemudian disekanya air mata sahahatnya itu.
Airin pun menceritakan semua kejadian beberapa menit yang lalu. Dari mulai jawaban atas pertanyaan Rayn, hingga saat Rayn menurunkan paksa Airin dari mobilnya
"Tapi, omong-omong, kenapa kamu mengatakan itu ?"
"Aku hanya berkata jujur, bukankah selama ini dia tidak ada di duniaku? bukankah selama ini dia hanya khayalanku ? dan bukankah selama ini dia yang selalu menjadi penyebab kandasnya hubunganku dengan lelaki lain ?"
"Iya, iya aku tahu"
Kemudian Icha menarik Airin dalam pelukannya lagi. Airin pun menghabiskan sisa-sisa tangisannya di pelukan Icha. Lantas setelah tidak terdengar tangisan dari Airin, Icha melepas pelukannya.
"Sampai kapan kamu mau seperti ini hmm ?", kata Icha dengan nada lembut.
"Aku tidak tahu"
"Aku yang melihatnya saja lelah, apa kamu yang menjalaninya tidak lelah ? berapa ratus liter aimata yang kamu tumpahkan hanya demi devil itu ?"
"Kamu harus terus berjalan, tidak ada gunanya bertahan dengan cinta masa lalu mu."imbuh Icha.
Airin masih setia mendengarkan wejangan dari Icha.
"Cobalah benar-benar membuka hatimu untuk lelaki lain, lupakan dia, tinggalkan masa lalumu"
"Apa bisa ?"
"Kau hanya perlu berusaha lebih keras lagi. Oh ya, bukankah kamu sedang didekati Dave Wijaya ?"
Mendengr itu, lantas Airin mengangguk.
"Kenapa kamu tidak membuka hatimu untuk Dave Wijaya ? Dia juga tak kalah keren dari Rayn, ah dia malah lebih gentle daripada Rayn."
"Aku, aku tidak mau menjadikannya mainan, aku tidak mau menjadikannya pelarian, dia terlalu baik untukku"
"Tidak, bukan seperti itu. Aku yakin tak lama dia akan mengungkapkan perasaannya padamu. Saat itu terjadi, kamu hanya perlu berterus terang padanya"
"Terus terang bagaimana ?"
"Katakan jika kamu masih belum bisa sepenuhnya melupakan cinta masa lalu mu. Katakan jika meskipun saat ini kamu belum mencintainya, tapi kedepannya kamu akan berusaha untuk membuka hatimu dan belajar untuk mencintainya"
Mendengarkan saran dari sahabatnya lantas Airin pun mengangguk dan sekali lagi memeluk Icha. Mulai malam ini, Airin berjanji pada dirinya jika ia akan benar-benar membuka hatinya untuk lelaki lain. Airin lelah terus-terusan menangisi seseorang yang bahkan tidak bisa merasakan cintanya.
Bersambung...