Sebelumnya...
"Kamar hotel ? kenapa kamu mengajak ku kesini ?", kata Airin sambil membersihkan jejak air matanya.
Mendengar itu, bukannya menjawab pertanyaan Airin, Rayn malah menukar posisinya dengan Airin dari yang semula Rayn membelakangi ranjang, kini Airin yang membelakangi ranjangnya.
Perlahan Rayn memajukan diri mendekati Airin. Airin yang menyadari itu lantas otomatis memundurkan langkahnya. Namun percuma, Rayn terus saja mendekati Airin.
"Kau, mau apa ?", kata Airin sedikit ketakutan.
Rayn masih diam saja dan memandang lurus Airin.
"Aku.. aku akan teriak kalau kau macam-macam..."
Rayn masih setia dengan langkahnya. Ia tak mau membalas ucapan Airin barang sedikitpun. Lalu kemudian langkah mundur Airin terhenti karena kakinya telah bertabrakan dengan sisi depan ranjang. Seketika tubuh Airin membeku. Dilihatnya sesekali ranjang yang berada tepat di belakangnya. Namun yang membuat tubuhnya lebih membeku adalah karena Rayn terus saja merapatkan diri ke tubuhnya. Mau tidak mau saat ini Airin pun telah jatuh terduduk di atas ranjang. Dan sialnya, Rayn malah merendahkan tubuhnya untuk menyejajarkan dirinya dengan Airin.
Airin pun mau tidak mau mulai merebahkan dirinya di atas ranjang sambil menahan dada Rayn.
"Aku bilang jangan macam-macam...."
Rayn tidak mau tahu. Saat ini ia tidak bisa menghentikan dirinya. Dilihatnya sekilas bibir Airin yang tampak tanpa perlawanan. Seketika senyum jahil menghiasi wajahnya. Rayn mendekatkan wajahnya ke wajah Airin. Sedang Airin masih berusaha untuk mendorong tubuh Rayn, namun sepertinya sia-sia saja. Bukannya menjauh tapi tubuh mereka semakin dekat. Airin bukan gadis bodoh yang tidak tahu kemana arah adegan ini berlangsung. Ini salah, tapi kenapa malah hatinya menginginkan ini. Ya, Airin selalu menginginkan Rayn.
Pasrah, Airin tak lagi memberi dorongan yang berarti atas Rayn. Dia malah mulai menutup mata menanti Rayn tiba. 1 detik, 2 detik, 3 detik, 4 detik, Rayn tak kunjung tiba 5 detik merasa ada yang tidak benar, Airin membuka matanya. Dan saat ini yang dilihatnya adalah senyum mengejek dari Rayn. Dan saat itu Airin sadar jika dirinya telah dikerjai oleh Rayn. Poor Airin...
" Kau pikir aku mau menciummu ? Jangan bermimpi, itu tidak ada akan terjadi"
Rayn pun menegakkan tubuhnya, sedangkan Airin mendudukkan dirinya.
"Menyebalkan..."Airin pun berdiri.
"Coba jelaskan kenapa kau membawaku kesini?" tanya Airin.
"Aku hanya tidak ingin papparazzi menangkap fotomu yang sedang menangis di hadapanku."
"Oh, jadi kamu khawatir jika ada berita bodoh yang mengatakan Ryan membuat Airin partner filmnya menangis, seperti itu ?"
"Hmm", kata Rayn sambil mengangguk
"Dan kau takut image mu jelek, begitu ?"
"Tepat"
"Hah sudahlah, aku pergi saja. Tidak ada gunanya berlama-lama disini"
Airin hendak melangkahkan kaki, namun tiba-tiba pergelangan tangan Airin dicekal oleh Rayn.
"Aw, sakit tuan....", rintih Airin
Mendengarnya lantas Rayn melepaskan cekalannya.
"Ehem, kau tidak akan pergi kemana-mana. Kita belum selesai bicara"
"Bicara apa ?"
"Jangan dekati kakakku.."
"Ya Tuhan, aku benar-benar tidak ada niat untuk mendekati kakakmu"
"Aku tidak suka kau dekat-dekat dengan kakakku. Aku tidak ingin kakakku menjadi korbanmu yang selanjutnya. Kau bisa dengan siapapun, tapi jangan dengan kakakku"
"Kenapa kau membenciku ?"
Mendengar ucapan Airin mendadak lidah Rayn menjadi kelu. Sebenarnya pertanyaan itu yang masih Rayn coba temukan jawabannya. Rayn tidak pernah benar-benar tersakiti secara langsung oleh tindakan Airin. Namun, entahlah setiap melihat Airin dirinya selalu uring-uringan tidak jelas. Apalagi melihat fakta jika Airin terlalu banyak terlibat skandal asmara dengan para lelaki membuat ia jengah dengan gadis itu.
"Tak perlu alasan tertentu untuk membencimu. Aku hanya tidak suka denganmu. Simpel itu saja."
Setelah mengatakan itu Rayn pun membalikkan badan berniat untuk pergi. Sedangkan Airin, ia masih melongo setelah mendengar ucapan Rayn. Namun belum sempat melangkah tiba-tiba Rayn memutar tubuhnya kembali menghadap Airin. Hal itu sukses membuat Airin mengarahkan atensinya kepada Rayn.
"Aku tidak main-main dengan perkataanku. Jika kau mendekati kakakku, aku tidak akan menahan diriku padamu lagi"
Sejurus kemudian Rayn pun melesat meninggalkan Airin sendirian di kamar. Seketika setelah kepergian Rayn, Airin mendudukkan diri di atas ranjang. Tiba-tiba ia memegang dadanya sambil terisak.
"Kenapa... kenapa rasanya sakit sekali... (menepuk-nepuk dada)"
"Kenapa mencintai bisa sesakit ini ?" Ucapnya sambil terisak tangis.
***
Matahari telah bersinar begitu gagahnya. Terlihat jalanan ibukota telah ramai dengan lalu lalang orang-orang yang hendak mencari penghidupannya. Hal ini sangat berbeda dengan pemandangan di salah satu apartemen elit Gandaria City. Terlihat seorang gadis tengah begelung di bawah selimut dan tengah memainkan ponsel di tangannya. Gadis itu tampak asik memainkan ponsel hingga tidak menyadari jika ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya.
Menunggu lama, seseorang yang mengetuk pintu itu pun akhirnya kehilangan kesabaran dan langsung saja membuka pintu kamar tadi.
"Astaga Aiiii, jam segini masih saja tiduran. Apa kamu lupa, nanti jam 1 siang kita ada live talkshow."
"Tck, ssttt Icha berisik"
"What ! ini sudah jam 11 jika kamu tidak segera siap-siap sekarang...."
"Aku sudah membatalkannya, aku tidak jadi datang"
Mendengar itu Icha yang semula masih berdiri di depan ranjang Airin, kini mendekat ke samping kanan ranjang Airin.
"Kau bercanda ? Kenapa, kenapa kau membatalkannya?"
"Aku sedang tidak enak badan", kata Airin masih sibuk dengan ponselnya.
Icha yang mendengarkannya pun hanya dapat mengkerutkan dahinya. Karena kesal melihat Airin yang tak kunjung menatapnya dan sibuk memainkan ponselnya, akhirnya Icha merampas ponsel Airin. Sudah bisa ditebak sang pemilik pun murka.
"Hei, ponselku.. aduh itu sebentar lagi menang", kata Airin seraya mengubah posisinya menjadi duduk.
"Biar saja, kalau ada orang bicara itu dilihat orangnya, lah ini apa-apaan coba.."
"(Menghembuskan nafas) Ya ya ya, aku rasa aku sakit, jadi tidak ada kewajiban bagi orang sakit untuk bekerja"
Mendengar itu, Icha pun reflek mengecek suhu badan Airin dengan menempelkan punggung tangan kanannya ke atas dahi Airin. Kemudian ia bandingkan dengan dahinya sendiri.
"Pembohong. Kamu bahkan tidak demam, sakit dari mana ?"
"Ayolah Cha, aku benar-benar lemas, aku tidak mood, sekali ini saja aku tidak mau keluar rumah, hmm", kata Airin seraya menyatukan kedua telapak tangan di depan dadanya.
Melihat Airin seperti ini tentu Icha tidak tega. Airin benar-benar tahu bagaimana cara meluluhkan hatinya. Kemudian Icha turut mendudukkan dirinya di sebelah Airin.
"Katakan, kali ini apalagi yang diperbuat devil itu kepadamu ?"
"Tidak ada, bukan karena dia", kata Airin sambil membuang mukanya menghindari tatapan Icha.
"Apanya ? sudah jelas-jelas kamu murung setelah pulang dari pesta semalam"
"Aku bilang bukan karena dia"
"Aiii, kita berteman bukan cuma satu dua bulan, kita...."
"Ting tong ting tong..."
Ucapan Icha terputus karena tiba-tiba ada seseorang yang memencet tombol apartemen.
"Sudahlah, itu kamu buka dulu saja, siapa tahu tamu penting kan.."
"Tck, awas saja, setelah ini kamu hutang penjelasan padaku"
Setelah mengatakan itu Icha pun beranjak dari kamar Airin dan menuju pintu utama. Sebelum membuka pintu, Icha melihat terlebih dahulu siapa yang bertamu siang-siang begini melalui monitor yang tersambung dengan kamera di depan pintu. Setelah memencet sebuah tombol hijau di samping monitor, tiba-tiba Icha membuka mulutnya tanda terkejut.
"Bukankah ini Dave Wijaya ? Mau apa dia..."
Sejurus kemudian Icha pun membukakan pintunya. Saat ini dihadapan Icha telah tersuguh lelaki tampan mengenakan kemeja putih dibalut sweater cokelat berpola yang dipadupadankan dengan celana kain warna cokelat muda. Saat ini lelaki itu tengah membawa buah dan beberapa roti di tangannya.
"Pak Dave", sapa Icha.
"Oh hai, Aku dengar Airin sedang sakit, jadi aku.."
"Anda menjenguknya ?"
"Hmmm (mengangguk)"
"Aah okay, hmm silahkan masuk aku akan panggilkan Airin dulu, sebentar..", Icha hendak membalikkan tubuhnya.
"Tunggu, hmm tidak perlu kamu panggilkan, dia kan sedang sakit, jadi biar aku saja yang ke kamarnya"
"Apa ? Ah benar juga, kalau begitu mari saya antar"
Kemudian Icha pun berjalan di depan Dave hendak menuju kamar Airin. Tak berapa lama akhirnya mereka telah sampai di pintu kamar warna putih yang didepannya terdapat hiasan dream catcher dengan warna biru. Sesaat sebelum membuka pintu kamar Airin, ia menoleh ke arah Dave dan berbicara.
"Sebentar pak, saya cek Airin dulu. Tadi dia belum berpakaian dengan benar, hehe dia baru saja selesai mandi"
"Oh, iya silahkan"
Icha pun memasuki kamar Airin dengan Dave yang masih setia menunggu di depan kamar. Setelah memasuki kamar, segera ia mendekat ke arah ranjang Airin.
"Eh, jadi siapa yang bertamu siang-siang begini ?" tanya Airin.
"Kamu pasti tidak akan menyangka"
"Hmm, siapa ?"
"Dia... Dave Wijaya"
"Apa...?"
"Sssstt jangan keras-keras (menempelkan jari telunjuk di depan bibir), saat ini dia sedang berada di depan pintu kamarmu (menunjuk pintu kamar)"
"What!!! Aduh, terus bagaimana ini", kata Airin sambil bergerak-gerak heboh tidak karuan.
"Tenang-tenang, sekarang kamu berbaring terus pura-pura lemas. Akting saja kalau kamu sedang sakit, kamu kan aktris hebat pasti bisa hmmm"
"Oh oke oke.."
"Tunggu, aku panggil Dave sekarang"
Sejurus kemudian Icha pun membukakan pintu kamar Airin. Saat ini Dave telah berjalan mengekori Icha. Akhirnya Dave tiba di sebelah kanan ranjang Airin bersama Icha tentunya.
"Oh Pak Dave", sapa Airin.
"Hmmm, aku tinggal sebentar untuk buat minuman ya, aku segera kembali"
Setelah mengatakan itu, Icha pun pergi meninggalkan Airin dan Dave berdua di kamar. Suasana mendadak canggung, hingga akhirnya...
"Kamu sakit apa ?", kata Dave sambil meletakkan tentengannya di atas nakas samping ranjang Airin.
"Hanya kelelahan. Hmm ngomong-ngomong darimana Anda tahu ?"kata Airin sambil akting berusaha untuk duduk.
"Eh, jika tidak kuat duduk berbaring saja", kata Dave membantu Airin untuk duduk.
"Tak apa, saya baik-baik saja Bos. Jadi..."
"Aku diberitahu produser talkshow yang kamu cancel acaranya, dia bilang kamu membatalkannya karena tiba-tiba sakit" kata Dave sambil menduduki kursi yang tersedia di depan nakas samping ranjang Airin.
"Iya, apa produser acara itu marah ?"
"Tidak, tidak.. Dia paham kondisimu. Hanya saja sayang sekali..."
"Eh ? kenapa ?"
"Malam ini sebenarnya aku ingin mengajakmu ke taman bermain keluarga wijaya yang baru dibuka 3 hari yang lalu"
"Ah, J-Way Land ? Untuk shooting ?"
"Yap J-Way land, tapi bukan utnuk shooting, hanya berjalan-jalan biasa."
"Hmmm begitu"
"Dan kebetulan aku juga sudah mengajak adik kesayanganku dan teman dekatnya"
"Adik kesayangan ? Rayn ?"
"Ya, tapi sayang sekali kamu tidak bisa ikut. Apa aku..."
"Aku bisa kok.."
"Minuman datang.."
Tiba-tiba percakapan Airin dan Dave terpotong oleh datangnya Airin bersama minumannya. Kemudian Icha pun memberikannya pada Rayn.
"Eh kok tiba-tiba diam, silahkan dilanjut obrolannya, saya tinggal dulu" Icha bersiap membalikkan badan
"Ah tidak perlu. Setelah ini aku mau pergi", kata Dave
"Hmm. Aku bisa nanti malam", sergah Airin.
"Bisa apa?", tanya Icha.
"Jadi sebenarnya nanti malam aku ingin mengajak Airin ke J-Way Land, kebetulan aku mengajak Rayn dan temannya."
"Oh, mau ke J-Way Land hmmm dengan Rayn juga", kata Icha memain-mainkan nada bicaranya.
Mendengar nada suara Icha yang terlalu dibuat-buat membuat Airin menyipitkan mata ke arah Icha. Saat ini Icha mengartikan tatapan mata Airin sedang berkata,
"Tutup mulutmu atau pertemanan kita berakhir"
Kemudian Icha pun berdehem.
"Ehem, bisa bisa. Aku pikir setelah tidur siang keadaan Airin akan membaik. Jadi Anda bisa membawanya nanti malam"
"Kau berhutang padaku Ai", kata Icha dalam hati samil melirik Airin.
Mendengar itu Airin pun tersenyum puas. Setelah sedikit berbincang dengan Airin dan Icha, Dave memutuskan untuk pulang. Icha mengantar Dave hingga ke depan pintu. Sedangkan Airin, tentu saja sepeninggal Dave dan Icha ia pun bersorak-sorai karena nanti malam ia akan ke taman bermain dengan Dave, Rayn dan teman dekatnya. Berbicara soal teman dekat Rayn, Airin jadi penasaran siapa sosok itu. Ah, Airin benar-benar menantikan malam segera datang. Tiba-tiba dia memiliki firasat baik untuk acaranya nanti malam.
***
Disinilah akhirnya Airin berada, di depan loket tiket masuk J-Way Land. Saat ini ia tengah mengenakan celana jeans sepanjang pertengahan paha. Kemudian memakai kemeja putih agak kedodoran yang hampir menutupi celananya. Kemudian ia mengenakan sepatu sneakers berwarna putih dan mengikat rambutnya ekor kuda. Airin berpenampilan sangat sederhana, tapi percayalah dia jadi kelihatan seperti anak SMA.
Terlihat beberapa kali ia melayani foto bersama dengan orang-orang. Maklum saja, Airin itu aktris top, dimana pun ia berada pasti mengundang perhatian. Setelah menunggu kurang lebih 15 menit, akhirnya yang ditunggu-tunggu Airin pun datang. Di sana berjarak kurang lebih 10 meter darinya, Airin melihat tiga orang yang sedang berjalan ke arahnya. Siapa lagi kalau bukan Rayn, Dave dan... Lisa.
Airin mengerjap-erjapkan matanya sekali lagi. Yang benar saja, teman dekat Rayn yang dimaksud Dave adalah Lisa. Airin hampir tidak percaya dengan fakta ini. Airin malah bertanya-tanya dalam benaknya, sedekat apa hubungan mereka.
Tak lama akhirya Rayn, Dave, dan Lisa telah berdiri sempurna di depan Airin. Airin pun memberikan senyum manisnya pada teman-temannya yang baru datang.
"Airin", tiba-tiba Lisa membuka suara.
"Lisa", saut Airin
"Jadi kalian sudah saling kenal ?", tanya Rayn.
"Tentu, aku, Airin dan Rayn adalah teman satu SMP hingga SMA", jawan Lisa.
"Ahh begitu, wah baguslah kalau begitu..", kata Dave ucapan terpotong karena disela Rayn.
"Kapan-kapan saja kalau mau nostalgia, lebih baik sekarang kita masuk. Aku tidak mau waktu ku habis di depan loket tiket masuk", kata Rayn.
Bersambung...