Loading...
Logo TinLit
Read Story - STORY ABOUT THREE BOYS AND A MAN
MENU
About Us  

 

BAGUS BERANGKAT bekerja hari ini. Pukul tujuh pagi, sudah terlihat rapi dan wangi dengan rambut klimis disisir kebelakag.

 “Jadi bener, kamu pulang karena ada kerja’an?” tanya Hartawan pada Bagus waktu sarapan.

Bagus menarik satu kursi untuknya duduk. Dihadapanya sudah tersaji sepring nasi goreng buatan ibunya. “Yah bener dong, Pi..” katanya setelah melahap nasi gorengnya.

 

 

Hartawan memandangi Bagus dari ujung kepala sampai ujung kaki. Kemeja putih tangan panjang, dipadu dengan celana jeans berwarna gelap, plus ikat pinggang kulit yang melingkar di pinggang Bagus. “Kerja apa?”

            “Guru.”

            “Guru?” kali ini bukan hanya Papi saja yang terkejut, tapi Faiz dan juga ibu tiri Bagus. Kecuali Anggun, karena dia tidak mengerti sedang membahas masalah apa.

 

Herannya, setelah memasang ekspresi kaget, Faiz dan Hartawan mulai saling lirik dan entah kenapa mereka tertawa. “Kamu ngajar, Gus?” tanya Papi sambil meledek. “Maksudnya beneran ngajar di sekolah, kan?"

             “Yah mau dimana lagi, Pi? Namanya guru itu ngajarnya di sekolah,” Bagus berusaha menhan diri dari ejekan papinya.

 

Hartawan tak bisa menyembunyikan rasa geli di dalam dirinya. Dia masih tak percaya Bagus jadi seorang guru

             “Mas Bagus, ngajar apa?” tanya Faiz.

             “Ah,  iya tuh! Kamu ngajar apa? Jangan bilang ya ngajar seni mamanjat tembok sekolah, atau berhitung jumlah korban!” Hartawan cekikikan kembali.

            “Papi...”Sahima, ibu tiri Bagus, berusaha menahan suaminya agar tak terus mengusili Bagus. “Bagus itu gelar sarjanya SPd. Jadi, wajar kalau dia jadi guru.”

Masih dalam tawanya, Hartawan coba menjelaskan pada istrinya soal gelar kesarjanaan Bagus.

“Bagus itu masuk keguruan karena terpaksa. Karena pilihan dua pilihan pertamanya di jurusan teknik gak lolos.”

“Tapi, tetep dia memang pantes jadi guru!” Sahima mulai mendelik kepada Hartawan.

 

Kini Sahima mengalihkan perhatiannya pada Bagus. “Kamu jadi guru, Gus?” tanyanya dengan lembut.

Bagus mengangguk. “Iya. Di SMA Bintang Nusantara.”

            “Oh, bagus itu. Kamu ngajar apa?”

            “Bahasa Jepang, Bu.”

Hartawan, masih saja cekikikan, dia tak bisa  membayangkan bagaimana anaknya itu saat mengajar.

“Pi!” Sahima menegur suaminya itu, “udah jangan gitu. Bagus, kan, lagi mau usaha, jangan di ledek terus.”

            “Bukan apa-apa, Bu, dulu sebulan bisa dua kali Papi ditelpon sama wali kelasnya. Kalau gak karena abis ngerjain guru, ya berantem.”

            “Tapi, Papi, kan tau dulu Bagus pinter di sekolahnya.”

            “Iya itu, berkali-kali gurunya bilang sebenernya Bagus itu pinter. Makanya masih di kasih kesempatan supaya gak dikeluarin dari sekolah.”

 

Jeda sejenak, Hartawan menyesap kopinya yang mulai dingin. “Papi gak bisa bayangin kamu gimana nanti ngajarnya..”

            “Papi...” Ibu tiri Bagus mulai melotot.

            “Tau nih, Papi!”  Bagus mulai jengah. Dia keluar dari meja sarapan, dan berpamitan pergi.

            “tuh..tuh..,” Hartawan mulai lagi. Dia mencolek Faiz seraya menunjuk-nunjuk ke arah Bagus, “Mas-mu itu orangnya ngambekan. Gitu aja, ngambek sama Papi.”

            “Terserah Papi, Bagus mau berangkat yang jelas.”

 

Bagus menyalimi tangan kedua orangtuanya, sedang Faiz dan Anggun mencium tangan Bagus.

            “Hati-hati ya, Gus! Awas karma nanti berlaku.”

            “Udah deh, Pi!” kata Bagus dengan wajah ditekuk. Bagus melenggang ke garasi rumahnya.o

Motor Gede warna merah miliknya ia keluarkan. Sudah satu bulan ia tak memakai motor kesayangannya itu. Akhirnya hari ini bisa ia gunakan lagi.

 

***

Bagus tiba di sekolah. Dia taruh tasnya di meja guru yang sudah ditunjukkan kemarin. “Pagi, Pak Bagus,” sapa pak Sunarto.

            “Oh, Pagi, Pak..” Bagus menyahut.

Pak Sunarto mendekat ke meja Bagus, “Pak Bagus, berhubung jam mengajar Bapak nanti siang. Jadi untuk pagi ini, Bapak tolong standby di meja piket, ya.”

            “Baik, Pak.”

            “Kalau begitu, saya tinggal, yah, Pak Bagus. Nanti, kalau ada guru yang gak masuk atau murid yang kabur. Bapak harus cepet tangani.”

            “Siap, Pak. Kalau gitu saya langsung jaga diluar aja, Pak.”

            “Silahkan, Pak..” Sunarto memberi jalan pada Bagus.

 

Bagus keluar dengan membawa ponselnya supaya tak bosan. Ia duduk di meja piket sesuai dengan arahan Pak Sunarto. Sepuluh menit pertama semua berlangsung aman.

 

Sampai bel pelajaran pertama berbunyi, semua masih nampak baik-baik saja. Sayang itu tak berlangsung lama, karena setelahnya ada guru yang nampak menggerutu berjalan menuju Bagus.

            “Hiih kemana lagi itu anak?!” guru itu menggerutu dihadapan Bagus tanpa melihat Bagus lebih dulu.

            “Ada yang bisa dibantu, Bu?”

Guru itu akhirnya menoleh ke arah Bagus, “Bisa Paak...” awalnya dia bicara dengan tergesa-gesa, namun setelah bertatapan dengan Bagus, intonasi bicaranya berubah. Jadi lebih lama dan dipenuhi senyum manja. 

“Bapak guru baru ya?” tanya guru tersebut.

 

Wajar saja, Bagus belu, sempat berkenalan dari kemarin. Sejujurnya, dia juga orang yang kaku dan cuek, sehingga tak berinisiatif memperkenalkan diri.

            “Iya, Bu. Saya Bagus, guru untuk bahasa Jepang.”

            “Saya bu Timi, Pak, guru bahasa Indonesia. Waah kita sama-sama guru Bahasa ini,” sikap Timi mulai aneh dimata Bagus. “Seneng bisa kenalan sama Bapak, emhmh...”

Bagus mengangguk bingung, semua orang disini bersikap aneh padanya.

 

Mulai dari para siswi yang selalu saja memanggil namanya, meski itu dari jarak yang jauh. Juga guru perempuan di sekolah yang seolah jadi lunglai tiap kali berhadapan dengannya.

            “Umhh..” Bagus mulai masuk ke inti pembicaraan. “Ngomong-ngomong, ibu tadi ada perlu apa, ya?”

            “Adduhh,” Timi menepuk jidatnya. “Itu loh, Pak, tolong bantu saya cariin Azka. Siswa kelas sepuluh C. Dia kabur lagi jam pelajaran saya.”

 

 

Bagus mengernyitkan dahinya. “Azka?” dia tak kenal dengan nama tersebut.  

            “Anaknya tinggi, putih, ada bekas luka di keningnya, Pak,” Timi menjelaskan ciri-ciri Azka.

            “Ok. Apa mungkin dia kabur dari sekolah, Bu?”

            “Gak, Pak. Itu anak masih di sekolah, tapi ngumpet dimana belum ketemu. Saya udah suruh OB cek motornya. Katanya masih ada di parkiran.”

            “Baik, kalau gitu saya cari dia sekarang.”

            “Makasih ya, Pak,” Timi memberi jalan pada Bagus untuk lewat.

***

Bagus menyusuri tiap sisi sekolah. Gudang, bawah tangga, toilet, sampai kantin, Azka tak juga ditemukan. Kalau begini, dia jadi ingat tujuh tahun yang lalu. Waktu itu dia masih kelas sebelas. Ada seorang guru yang sangat tak ia sukai dan akhirnya merembet pada ketidaksukaan Bagus pada mata pelajarannya, yakni mata pelajaran Geografi.

 

Alhasil, setiap kali pelajaran geografi, Bagus selalu kabur. Dulu dia suka bersembunyi di UKS, berpura-pura sakit. Atau kadang dia pergi ke kantin, sayang penjaga kantin tak mau diajak kerjasama.

 

Bicara soal masa lalu, mungkin ini berlaku juga di masa kini. Jika semua tempat sudah tak ada. Bisa jadi tempat yang akan Bagus datangi ini, akan membuahkan hasil.

 

***

Azka memandang keluar jendela. Dia perhatikan pergerakan para guru dan penjaga sekolah yang mencarinya. Aman. Semua terkendali, tak ada yang tahu dimana Azka sembunyi. Azka bersandar pada sebuah podium. Dia menghela nafas lega, karena bisa santai sejenak.

 

Dia pikir, apa perlunya belajar Bahasa Indonesia. Toh dari kecil juga, dia udah paham seratus persen sama yang namanya Bahasa Indonesia.

“Hei!” ada yang menegur Azka dari atas kepalanya. Azka terperanjat. Karena hanya melihat kepala yang menjulur dari atas podium. Segera dia bangkit dan menoleh ke arah yang menyapanya tadi. Ahhh ketauan! Azka mengumpat. Padahal tadinya dia pikir, dengan bersembunyi di belakang podium imam di mushola akan sangat aman. Ternyata masih ada yang tau juga.

            “Nama!” kata Bagus.

            “Azka Putra Wardana,” jawab Azka lantang.

 

 

Setelah mendengar namanya, Bagus yakin kalau ini murid yang dicari. Apalagi melihat ada bekas luka, di keningnya.  “Masuk kelas sana! Gurumu mencari.”

            “Ck! Iya, pak!” Azka beranjak. Dia lari sekencang mungkin untuk bisa sampai dikelas. Syukurlah, bu Timi masih belum kembali dari kantor.

            “Darimana lo, Ka?” tanya Deva di saat Azka baru saja menempelkan bokongnya di bangku.

            “Males gua pelajaran bahasa Indonesia, ngantuk! Mending gua tidur.”

            “Terus, ngapa lo balik?”

 

Azka memandang keluar.  "Ada, deh, tadi guru baru kayaknya. Dia yang nemuin gua. Sial! Padahal itu tempat tadinya udah paling aman kalau jam pagi. Eeeh malah ketauan. Besok gua mesti mikir lagi nih, tempat yang aman dimana.”

            “Udah, lo jangan kabur melulu. Gua sama Tio nih yang di introgasi kalo lo kabur, dikiranya kita ngumpetin lo.”

            “Emangnya gua uang koin apa, diumpetin? Yah bilang aja gak tau.”

            “Udah. Tapi pada gak percaya.”

            “Makanya, jawab dengan meyakinkan dong! Jangan aa...uu..”

            “aa..uu... lo kira gua monyet, apa?”

 

Timi masuk, tepat ketika Azka dan Deva mulai melepas tawa mereka. disorotinya langsung tempat duduk Azka.

“Darimana kamu?” tanyanya.

            “Toilet, Bu!”

            “Bohong kamu! Ibu sudah suruh pak Giman cek kesemua toilet siswa, kamu gak ada.”

            “Ooh,” Azka masih tetap tampak tenang, “itu tadi saya ke toilet rumah belakang sekolah bu. Soalnya disana toilet duduk. Kalau yang disekolah jongkok, Bu, saya kesemutan kalau jongkok.”

 

Satu kelas tertawa mendengar jawaban Azka. Tio, menyilangkan jari telunjuk dijidatnya ke arah Azka. Kau sinting, artinya.

            “Sudah diam!” perintah bu Timi. Semua langsung menuruti perintah bu Timi, meski masih ada sisa-sisa tawa sedikit.

“Azka, kalau sampai ibu bisa buktiin kamu bohong. Ibu gak segan-segan untuk kurangin dua nilai kamu.”

            “Iya, Bu..” sahut Azka.

            “Baik kita mulai kelas sekarang. buka buku kalian, Bab 2!”

 

Deva melirik Azka,.“heh..” katanya setengah berbisik. “Serius sedikit soal nilai. Nilau lo udah di bawah KKM, kalau dikurangin lagi bisa abis nilai lu.”

            “Tenang aja, nanti pasang muka melas kalau beneran dikurangin.”

Deva menggeleng perlahan, Azka mulai tidak waras nampaknya.

 

Kelas berlangsung tertib. Sejauh ini juga,  Timi belum tahu darimana Azka. Tadi dia sempat bertemu dengan Bagus. Namun Bagus tak mengatakan dimana dia menemukan Azka. Dia hanya bilang, kalau Azka sudah ada di kelas. Bagus, si mantan murid nakal. Tentu dia paham, kalau tak menyenangkan jika tempat persembunyian yang paling aman sudah ketahuan.

 

Pengalaman masa lalunya itu juga yang membuatnya mampu menemukan Azka. Di saat jam pelajaran pertama, biasanya semua guru sedang sibuk. Muhsola bisa jadi kosong, saat jam pagi. Dan berada dibalik podium imam, itu cukup aman untuk tak kelihatan dari luar. Namun, Bagus nampaknya harus menyiapkan diri. Peristiwa pagi ini, menjadi pertanda bagi Azka untuk berperang dengan Bagus.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (30)
  • yurriansan

    @kairadish waaah mksh udh mmpir ke crtaku ini. Tokoh azka memang aslinya ada :).

    Comment on chapter TIGA SEKAWAN
  • kairadish

    Manusia kayak azka ingetin aku ke temen SMA, dia begitu juga, semua guru diladenin kayak ke temen biasa wkwkwk
    Goodjob kakk💕

    Comment on chapter TIGA SEKAWAN
  • yurriansan

    @Riyuni mksh yaa, sdh mau mmpir ke tulisanku :D

    Comment on chapter TIGA SEKAWAN
  • Riyuni

    temanya bagus kak. Seperti judulnya. Ayo semangat kak untuk menyelesaikannya

    Comment on chapter TIGA SEKAWAN
  • yurriansan

    @rara_el_hasan ayo ra, lnjutin bca...

  • yurriansan

    @IndyNurliza mksh kak indy...

    Comment on chapter TIGA SEKAWAN
  • yurriansan

    @ellyzabeth_marshanda iya nama dan sifat

  • rara_el_hasan

    wah keren nih ... mengangkat profesiku

  • IndyNurliza

    Azka 😂😂 saya gak tau, lupa.. Gmn pak sawani gak marah coba..
    Lanjutkan ceritanya... Kereen ini sih 😍

    Comment on chapter TIGA SEKAWAN
  • ellyzabeth_marshanda

    Bagus itu nama nya ya?

Similar Tags
Kalopsia
727      535     2     
Romance
Based of true story Kim Taehyung x Sandra Sandra seharusnya memberikan sayang dan cinta jauh lebih banyak untuk dirinya sendiri dari pada memberikannya pada orang lain. Karna itu adalah bentuk pertahanan diri Agar tidak takut merasa kehilangan, agar tidak tenggelam dalam harapan,  agar bisa merelakan dia bahagia dengan orang lain yang ternyata bukan kita.  Dan Sandra ternyata lupa karna meng...
Begitulah Cinta?
17545      2637     5     
Romance
Majid Syahputra adalah seorang pelajar SMA yang baru berkenalan dengan sebuah kata, yakni CINTA. Dia baru akan menjabat betapa hangatnya, betapa merdu suaranya dan betapa panasnya api cemburu. Namun, waktu yang singkat itu mengenalkan pula betapa rapuhnya CINTA ketika PATAH HATI menderu. Seakan-akan dunia hanya tanah gersang tanpa ada pohon yang meneduhkan. Bagaimana dia menempuh hari-harinya dar...
Camelia
590      331     6     
Romance
Pertama kali bertemu denganmu, getaran cinta itu sudah ada. Aku ingin selalu bersamamu. Sampai maut memisahkan kita. ~Aulya Pradiga Aku suka dia. Tingkah lakunya, cerewetannya, dan senyumannya. Aku jatuh cinta padanya. Tapi aku tak ingin menyakitinya. ~Camelia Putri
Kulacino
413      272     1     
Romance
[On Going!] Kulacino berasal dari bahasa Italia, yang memiliki arti bekas air di meja akibat gelas dingin atau basah. Aku suka sekali mendengar kata ini. Terasa klasik dan sarat akan sebuah makna. Sebuah makna klasik yang begitu manusiawi. Tentang perasaan yang masih terasa penuh walaupun sebenarnya sudah meluruh. Tentang luka yang mungkin timbul karena bahagia yang berpura-pura, atau bis...
Love after die
471      321     2     
Short Story
"Mati" Adalah satu kata yang sangat ditakuti oleh seluruh makhluk yang bernyawa, tak terkecuali manusia. Semua yang bernyawa,pasti akan mati... Hanya waktu saja,yang membawa kita mendekat pada kematian.. Tapi berbeda dengan dua orang ini, mereka masih diberi kesempatan untuk hidup oleh Dmitri, sang malaikat kematian. Tapi hanya 40 hari... Waktu yang selalu kita anggap ...
The Second Lady?
447      323     6     
Short Story
Tentang seorang gadis bernama Melani yang sangat bingung memilih mempertahankan persahabatannya dengan Jillian, ataukah mempertahankan hubungan terlarangnya dengan Lucas, tunangan Jillian?
My Andrean
10972      1912     2     
Romance
Andita si perempuan jutek harus berpacaran dengan Andrean, si lelaki dingin yang cuek. Mereka berdua terjebak dalam cinta yang bermula karena persahabatan. Sifat mereka berdua yang unik mengantarkan pada jalan percintaan yang tidak mudah. Banyak sekali rintangan dalam perjalanan cinta keduanya, hingga Andita harus dihadapkan oleh permasalahan antara memilih untuk putus atau tidak. Bagaimana kisah...
Teman Khayalan
1685      731     4     
Science Fiction
Tak ada yang salah dengan takdir dan waktu, namun seringkali manusia tidak menerima. Meski telah paham akan konsekuensinya, Ferd tetap bersikukuh menelusuri jalan untuk bernostalgia dengan cara yang tidak biasa. Kemudian, bahagiakah dia nantinya?
in Silence
460      328     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
What If I Die Tomorrow?
417      267     2     
Short Story
Aku tak suka hidup di dunia ini. Semua penuh basa-basi. Mereka selalu menganggap aku kasat mata, merasa aku adalah hal termenakutkan di semesta ini yang harus dijauhi. Rasa tertekan itu, sungguh membuatku ingin cepat-cepat mati. Hingga suatu hari, bayangan hitam dan kemunculan seorang pria tak dikenal yang bisa masuk begitu saja ke apartemenku membuatku pingsan, mengetahui bahwa dia adalah han...