A Land Called Mythia
Berada di dalam kegelapan tanpa adanya tanda-tanda pijakan. Tubuh Claire mengambang seperti berada di dalam air. Napasnya normal, hanya detak jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya. Ada rasa takut pada kegelapan yang tak berujung ini. Dia ingin sekali kembali ke kamarnya, tapi tempat itu telah hilang dari pandangan.
Hatinya merasa lebih tenang saat menyadari tali Kaios masih berada di tangannya. Lebih tepatnya, Kaios yang meraihnya. Eh, tunggu ... apa?
Ada yang aneh. Walau dalam kegelapan itu, indra peraba Claire masih berfungsi dengan sempurna. Dirinya merasakan tarikan dari Kaios, yang mengajaknya entah kemana. Sebelumnya, dia tidak merasakan hal ini. Ada yang aneh dengan semua ini.
Tas seperti apakah Kaios sebenarnya? Kata tanda tanya dalam diri Claire. Timbul perasaan horor ketika sesuatu mengeluarkan suaranya.
Aku adalah sebuah portal ilegal, Kori. Kan, sudah dijelaskan Stochrono. Kalimat ini muncul dalam kepala Claire. Padahal, tidak ada suara yang terdengar dari manapun. Kalimat itu seperti disampaikan lewat telepati.
Mungkin aku berhalusinasi.
Tidak, Kori. Aku sedang berbicara denganmu. Aku Kaios, loh. Masa, tidak sadar? Kalimat itu muncul lagi di dalam kepala Claire. Claire berhenti di tempatnya, menghentikan tarikan dari Kaios.
Bagaimana bisa?! Jerit Claire dalam hati.
Hehe. Mulai hari ini, tolong dibiasakan, ya. Aku akan sering menghubungimu seperti ini. Aku belum bisa bicara. Hehe. Kaios terkekeh di dalam benak Claire, yang menimbulkan terbitnya senyum di wajah.
Dia tidak semenyeramkan yang kukira. Aku terkejut sekali tadi. Embus Claire lega.
Aku tidak menyeramkan, tahu. Kesal Kaios. Claire sampai terkejut mendengarnya.
Berapa umurmu, Kaios? Tanyanya. Dari gaya bicaranya, Kaios terdengar seperti anak kecil. Lucu rasanya memiliki seorang teman berbentuk tas yang berceloteh layaknya anak kecil. Caramu berbicara seperti Stochrono, tetapi jauh lebih muda.
Aku berumur 30 tahun umur Mythia. Hanya saja, begitu aku mencapai bumi, umurku berubah, begitupula bentuk dan cara bicaraku. Sama halnya dengan Stochrono. Jika dihitung-hitung, umur di bumi adalah dua puluh persen dari umur di Mythia. Aku berumur enam tahun. Jelas Kaios.
Oh, begitu. Tapi, mengapa kamu belum bisa bicara?
Aku belum bisa berinteraksi langsung dengan warga bumi. Suaranya bisa menyakiti telingaku. Yah, walau aku hanya tas yang tidak memiliki telinga. Ujar Kaios. Tas itu tak lagi menarik tangan Claire.
Warga bumi? Jadi, maksudmu, kamu bukan berasal dari bumi? Tanya Claire bingung. Pertama, karena penuturan Kaios. Kedua, karena di depannya ada sebuah pintu besar berwarna ungu yang bercahaya.
Itu tidak penting. Kori akan mengetahuinya saat sampai. Omong-omong, terima kasih sudah mengembalikan pin milikku. Tanpanya, óra-ku akan berhenti. Oke, cukup bicaranya. Coba katakan Mythia. Pinta Kaios. Walau ada cahaya yang menyinari sekeliling mereka, Kaios tidak terlihat lagi.
Mythia? Sebut Claire. Tak dapat ditebaknya akan hal yang direncanakan Kaios.
Dzingg!
πππ
Tap tap
“Ibu, ada orang aneh!” jerit segerombolan anak pada seorang wanita berusia 40-an tahun. Bahasa yang mereka gunakan bukanlah seperti manusia bumi pada umumnya. Sebuah rumah yang dijadikan panti asuhan didatangi gerombolan anak itu.
“Ada apa?” tanya wanita itu. Wajahnya memiliki banyak keriput, walau masih 40 tahun. Walau begitu, aura keibuan terpancar dahsyat dari dirinya. Rambutnya yang dibiarkan digerai panjang tidak memiliki satupun helai putih.
“Ada orang sekarat!” jerit salah satu dari antara anak-anak itu.
Beberapa tangan menariknya menuju halaman belakang panti asuhan, tempat favorit para anak untuk bermain. Sesosok gadis berpakaian santai, berupa kaos dan celana tidur, terkapar dengan wajah menghadap tanah. Di tangannya ada sebuah tas berwarna cokelat.
“Astaga. Kita harus cepat merawatnya.” Dengan segera, wanita itu menggendong gadis yang terkapar, serta menyuruh anak-anak kecil itu membawa tas milik si gadis. Tas itu ... sepertinya tidak asing.
πππ
“Hilang!” jeritnya. Masih berkeliaran di pohon-pohon, ketiga orang yang mencari Claire dihebohkan karena sebuah kabar dari si ceroboh.
“Oh, sudah biasa, kan?” sindir si perempuan. Tubuhnya disenderkan pada batang pohon dan melipat kakinya, menunjukkan ekspresi malas. Memang, semua orang akan malas apabila berurusan dengan orang yang plin-plan. “Kamu selalu berkata dia ditemukan. Lalu, detik berikutnya kamu berkata dia hilang.”
“Dia benar-benar ada. Di dalam radarku, dia sedang bersama sesuatu berbentuk lingkaran. Setelah itu, dia menghilang. Benar-benar hilang. Tidak ada lagi eksistensinya di dunia ini.” Tatapannya begitu serius, sehingga si kacamata yang biasanya tidak pernah berkomentar mulai melacak Claire seorang diri.
“Ya, dia sudah hilang,” seru si kacamata. “Tapi, tidak mungkin dia bunuh diri, bukan?”
“Sebaiknya, kita beritahu mési saja. Urusan kita sudah selesai. Libra terakhir Mythia sudah tiada,” seru si ceroboh. Wajahnya memancarkan bahagia, lega bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik.
“Kita tidak pernah tahu yang dipikirkan mereka. Tapi, satu hal yang pasti mereka perintahkan, terus lacak gadis Libra itu, walaupun eksistensinya menghilang dari radar. Konyol,” seru si perempuan pemarah.
Sebuah kilatan tajam menatap mereka. “Claire menghilang dari radar mereka? Menghilang secara absolut? Apa yang sebenarnya terjadi padanya?” Viole menatap ketiga orang di dalam pohon dengan kesal. Benarkah Claire menghilang? Aku harus bertanya pada seseorang.
πππ
Segerombol cahaya masuk menembus mata Claire. Setelah lama membiasakan diri di dalam gelap, cahaya matahari menjadi sangat terang rasanya. Ah, mengapa aku bisa ada di tempat tidur?
Claire terduduk, lalu menampilkan tatapan kosong. Tubuhnya terasa sangat lemas. Kepalanya begitu pusing. “Ternyata, aku hanya bermimpi, toh. Tidak mungkin Kaios menarikku dan berbicara denganku lewat telepati. Hal seperti itu hanya ada di fantasi orang semata.”
“Kamu sudah bangun?” tanya seorang wanita dengan senyum melebihi malaikat.
“Siapa?” Bagaimana tidak terkejut, jika Claire mengira dia sedang berada di rumahnya, mendapati orang asing yang berpakaian sederhana layaknya orang rumahan.
“Perkenalkan, aku Eidos, ibu panti di panti asuhan ini. Apakah tas yang ada di ujung sana milikmu?” tanyanya sambil menunjuk Kaios.
Claire mengangguk.
Eidos mengembuskan napasnya kasar. “Lain kali, jangan gunakan tas itu jika tidak kuat. Kamu sangat kurus, dengan mudahnya dia menyedot kekuatanmu.”
Kaios mengedot kekuatanku?
“Hah? Kamu benar-benar tidak mengerti? Hampir semua orang di negeri ini tahu seperti apa cara kerjanya. Betapa hebat dan menakutkannya memiliki benda keramat itu. Apakah kamu tahu kalau orang akan melakukan apa saja untuk mendapatkan Kaios?” celoteh Eidos panjang lebar.
“Semua orang tahu?”
Eidos terdiam. “Apakah ... kamu berasal dari luar Mythia?”
“Apa itu Mythia?” Seingat Claire, Kaios sempat menyuruhnya menyebut kata ‘Mythia.’ Mungkin cara kerja Kaios adalah dengan menyebut nama tempat yang dituju setelah menyematkan pin berlogo timbangan. Ah, kepalaku pusing.
“Kamu ini orang asing tetapi bisa mengerti bahasanya. Apakah kamu keturunan dari warga Myth—eh, tidak. Bolehkah aku menatap matamu sebentar?” Eidos menatap mata Claire tanpa berkedip sama sekali. Sama seperti ekspresi mama Varo saat itu, Eidos benar-benar terkejut. “Libra?”
Libra? Mengapa namaku berubah menjadi Libra?
“Ternyata, dia bisa bahasa Mythia karena memang keturunan. Tapi tidak pernah kusangka kalau dia adalah keturunan Libra. Dia Libra terakhir yang ada di Mythia. Maka dari itu, Kaios yang selama belasan tahun dicari tak kunjung ditemukan. Ternyata dia sudah mengetahui letak pemilik aslinya, dan berada di rumah miliknya,” gumam Eidos pada dirinya sendiri.
Claire menatap Eidos bingung.
“Nak, jangan tinggalkan Kaios sendirian. Kamu akan berada dalam masalah nantinya. Orang akan bertanya-tanya mengapa Kaios muncul setelah sekian lama menghilang. Lebih baik, kamu mengubahnya dalam mode tembus pandang atau perubahan wujud,” jelas Eidos. Untung saja, dia pingsan di belakang panti. Jika tidak, orang akan merebut Kaios darinya. Untung saja, aku tidak termasuk salah satu pengincar Kaios.
“Baik,” jawab Claire. Kaios, bisakah kamu berubah wujud menjadi tembus pandang? Bisik Claire pada tas cokelat di pojok kamar.
Sure, Kori. Anything for you. Detik berikutnya, Kaios benar-benar menghilang.
πππ
“Claire hilang?!” jerit mama Claire. Setelah Kenta mendapati kamar Claire kosong, serta tak ada kehadiran Claire di mana-mana, dirinya menelpon kedua orangtuanya dengan panik.
“Aduh, apakah dia sudah ditemukan?” panik papa Claire.
“Sepertinya belum,” jawab seorang gadis bermasker hitam, masuk entah darimana. “Bahkan mereka bingung dengan hilangnya Claire.”
“Viole, kami harus bagaimana?” tanya Genta dan Kenta bersamaan.
Viole terdiam sejenak dan menelpon seseorang. “Aries, cepat ke sini. Claire menghilang.”
πππ