7. Ungu Warnamu
Semilir angin menerpa wajah Claire. Udara pagi memang selalu terasa segar. Namun tak tahu alasannya, Claire sudah melipat wajahnya di pagi yang cerah ini.
"Hah, seharusnya aku tidak perlu pergi ke rumah Varo kemarin," g umamnya. Jujur, dia merasa sedikit menyesal. Bukan hanya dimarahi Genta karena lupa membelikan es krim sebagai perjanjian mereka, Claire tidak bisa tidur karena memikirkan kata-kata mama Varo.
Apochromatismó, sebuah kata yang asing bagi telinga Claire. Tapi entah kenapa, dia merasa familiar dengan bahasa itu. "Di mana aku pernah mendengarnya?" pikir Claire.
"Hei!" Sebuah tepukan pada bahu diterima Claire. Lala, tentu saja, adalah satu-satunya orang yang berani memperlakukannya seperti itu. Tak ada orang lain yang lebih dekat dengan Claire daripada Lala.
"Kamu mengejutkanku," kata Claire.
Lala menatap wajah Claire. "Tidak terlihat seperti itu. Wajah lo masih datar, mirip dengan Bu Sari kalau bengong. Lihatlah, jeleknya juga sama."
Claire menyenggol Lala yang tak sadar tempat. Dia membicarakan Bu Sari tepat di depan pintu utama sekolah, di mana Bu Sari sedang bertugas untuk menyapa murid-murid yang datang.
"Jadi, saya jelek, ya?" geram Bu Sari.
Lala hanya terkekeh sambil merangkul pundak Bu Sari. "Tidak, bu. Ibu masih cantik seperti biasa. Tapi kalau sudah dalam keadaan jelek, muka ibu itu enggak banget."
Emosi milik Bu Sari tersulut. "Lala!" jeritnya.
Lala tertawa puas. Sambil menarik tangan Claire, dia menghindari Bu Sari yang menjadi beringas. Claire ikut tertawa bersama Lala.
"Wah, gue tidak pernah sebahagia ini saat mengejek Bu Sari. Mungkin karena lo ikut tertawa seperti ini. Siapa yang sangka kalau anggota kelas XII IPA 1 bisa tergelak seperti ini?" tawa Lala lepas. Bahkan dirinya tak malu untuk berguling-guling di lorong anak IPA.
Claire tertawa geli. "Kamu benar-benar kurang ajar. Nanti Bu Sari marah dan mengajukan 1001 alasan pada Pak Kepala Sekolah untuk tidak meluluskanmu."
"Tentu saja tidak mungkin. Kalau gue bisa memanaskan hatinya, seharusnya bisa pula untuk memadamkan api di hatinya." Lala terduduk sambil terengah lelah.
"Aku bingung bagaimana kita bisa berteman. Kamu yang nakal begini kenapa bisa bersama aku yang pintar dan pendiam ini, ya?" Claire mengibaskan rambutnya ke wajah Lala. Lala mengaduh perih.
"Lo tahu, gak? Lo terkenal di lorong IPS. Hampir seluruhnya membicarakan tentang seorang bernama Claire. Apalagi saat lo dipanggil ke ruang Bu Sari. Mereka langsung membicarakan itu," cerita Lala.
"Itu apa?" tanya Claire. Menurutnya, dia hanyalah seorang sosok yang biasa saja. Cara dia terkenal di lorong IPS tentu karena campur tangan Lala. "Kamu bicarakan hal memalukan tentangku, ya?"
"Eh, enak aja. Mereka sendiri yang membicarakan tentang lo. Kata para cowok, lo itu cantik. Mereka pada minta nomor telepon lo pas gue lewat. Mungkin itu rasanya jadi terkenal," pamer Lala.
Claire menoyor kepala Lala. "Hei, itu bukan hal yang perlu dibanggakan. Kenapa pula kamu bagikan nomor teleponku? Akhirnya aku tahu siapa dalang yang membuatku setiap hari dihubungi nomor tak dikenal."
"Bukan hanya laki-laki, para perempuan pun meminta nomor telepon lo. Tahu kenapa?"
"Aku ganteng."
"Bukan itu, dodol. Karena lo adik dari Genta, sang musisi terkenal yang tampan." Lala mengangkat alisnya.
"Terserah, deh. Mulai sekarang, jangan bagikan lagi nomor teleponku," pinta Claire. Bulu kuduk Claire berdiri saat Lala menyebut Genta dengan sebutan tampan.
"Yah, telat, deh. Gue sudah pajang nomor telepon lo di mading sekolah. Mungkin sekarang semua murid tahu nomor telepon lo," aku Lala.
"Lala!"
πππ
Claire merasa kesal. Bisa-bisanya data pribadi miliknya disebarluaskan oleh sahabatnya sendiri. Claire memasang earphone di telinganya, mendengar lagu yang dibuat Genta dan Kenta untuknya, Ungu
Hari itu dia terkapar
Darah keluar dari tubuhnya
Di saat itulah ku sadar
Dia berjuang untuk anaknya
Ku kata ku tak kenal
Dia kata dia cinta
Waktu bergulir hingga saatnya
kusadar dia berbeda
Wanita itu pergi meninggalkan
sang makhluk aneh yang berwarna
Ungu warnamu
Bukan tubuh tapi mata
Ungu warnamu
Jika tatap lamat-lamat
Pandanglah
Lihatlah
Tataplah
Ungu warnamu
Perbedaan yang menarik
Ungu warnamu
Membuatku makin cinta padamu
Claire tertegun. Lagu ini adalah lagu yang benar-benar khusus untuknya. Ternyata kedua kakaknya sangat mencintainya hingga membuatkannya lagu spesial ini. Nadanya sangat indah hingga kata-kata di lagu tak terlalu terdengar. Alunan lembut harpa milik Kenta menghanyutkan suasana.
"Ah, aku bangga punya kakak seperti mereka," jujur Claire dalam hati.
πππ
"Pulang sama gue," seru Varo saat Claire keluar dari kelas. Hening seketika, kebanyakan berseru kaget.
"Untuk apa aku ikut? Aku bisa pulang sendiri," tolak Claire. Dia melangkah pergi karena sudah melihat Lala melambai dari kejauhan. Mereka sudah berjanji akan pulang bersama. Genta berkata akan mengantar Lala pulang.
Varo terdiam sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Beberapa saat kemudian, dia berlari mengikuti Claire. "Hei, dengar ini."
"Claire, kakak ada sesuatu untuk dikerjakan. Kamu pulang sama Varo. Jangan menolak. Terus, jangan lupa belikan es krim di perjalanan pulang. Es krim mangga. Taruh saja di kulkas, akan kumakan saat sampai di rumah," perintah Genta lewat telepon. Claire menatap Varo yang tersenyum menang.
"Kali ini saja aku turuti permintaanmu." Claire berjalan masuk ke dalam mobil Varo dan meninggalkan Lala yang hanya bisa menatap mereka dengan senyum miring.
Claire duduk di samping Varo sambil memeluk tas sekolahnya. Varo tersenyum kecil. "Aku pernah lihat perubahan warna itu saat SMP 2. Kamu tidak sadar, tapi sejak saat itu aku terus memperhatikanmu."
"Sejak kapan Varo menggunakan aku-kamu?" pikir Claire, "apa maksud Varo dengan memperhatikanku?"
"Kamu mungkin tidak tahu. Tapi, kamu sedang dalam bahaya. Tetaplah berhati-hati. Jangan pernah pulang bersama orang asing selain aku dan keluargamu. Ya?" pintanya.
Claire makin bingung. "Apa maksudmu?"
πππ
"Wah, ternyata ada seseorang yang berani mendekati sahabatku. Aku senang orang itu adalah Varo." Lala menatap kepergian mobil yang membawa Varo serta Claire dengan senyum tercetak di bibir.
Seseorang berjubah hitam terlihat mengikuti mereka sambil berlari tanpa kaki menyentuh tanah. Orang biasa tidak dapat melihat si jubah hitam, tapi Lala bisa. "Aduh, Claire. Berhati-hatilah."
πππ