“Hari ini, ayo semangat!”
Aku merentangkan kedua tanganku ke atas. Apron imut yang kupakai, juga bandana yang sengaja kupakai menjadi tanda bahwa hari ini aku akan bertarung besar-besaran di dapur. Besok adalah kematian ibuku, mendengar cerita ibu kemarin membuatku bersemangat untuk membuatkan roti dan membagikannya pada penduduk desa yang terkena dampak Thanatos dan masalah benih tanaman akhir-akhir ini. Meski pun enggan mengakui, tapi wilayah Barat sedang banyak diterpa musibah. Apa sebaiknya Axel memanggil peramal dan merapalkan mantra agar wilayah ini kembali damai?
“Semangat!”
Sama sepertiku, para pelayan pun sudah siap bertempur untuk membuat roti yang pernah kubuat saat sekolah dulu. Aku rindu ibu, aku rindu masakannya, dan entah bagaimana aku ingin membuat makanan favorit di hari kematiannya, aku hanya ingin merindukannya dengan cara yang berbeda.
“Nona, ini bahan-bahan yang Nona minta.”
Grine menaruh beberapa kantung berisi bahan-bahan membuat roti yang tak bisa kudapatkan di dunia vampir.
“Terima kasih ya, Grine.”
“Tak masalah Nona.”
“Baiklah! Ayo semua kita mulai membuat rotinya!”
“SEMANGAT!!!”
****
Roti coklat, roti keju, roti almon, juga beberapa roti dengan isian yang berbeda. Aku ingin bertanya pada Axel dan Grine tentang roti-roti yang layak untuk dibagikan kepada penduduk besok.
Menurutku, harusnya coklat bisa masuk kualifikasi. Dari pada roti tawar yang biasa kumakan di sini. Rasanya hambar dan sedikit asin. Harusnya, ada juga isian roti daging. Benar! Akan kumasukkan dalam list.
Aku berjalan menuju ruang kerja Axel dengan membawa nampan berisi roti hangat yang baru saja keluar dari pemanggangan. Tepat sebelum aku mengetuk pintu ruang kerjanya, aku bisa mengintip Paman Axel sedang berada di dalam lewat celah pintu yang tidak tertutup sempurna. Secara otomatis aku menyandarkan tubuhku di samping pintu agar Paman Axel tidak melihat keberadaanku. Bisa-bisa aku kena amukannya lagi seperti dulu.
Selamat!
“Gadis itu terluka?”
“Tidak, dia baik-baik saja.”
“Karena dirinya kau sampai tak bisa menyelamatkan rumahmu sendiri, hanya gara-gara Thanatos?”
“Ini bukan urusan Paman.”
“Harusnya kau tak perlu repot-repot menjaganya. Sejak awal aku tidak pernah sudi manusia harus hidup di bawah keluarga Easter. Cepat pulangkan dia, seharusnya aku percepat pertunanganmu dengan Victoria.”
DEG!
Jika Paman Axel tidak mengatakannya, mungkin aku lupa kenapa Axel cukup sengit mengusir Victoria dari mansionnya, karena Axel sepertinya masih enggan menerima pertunangan dari pamannya sendiri.
“Jika alasan kau mempertahankan gadis itu hanya karena darahnya, aku bisa membawakanmu lusinan kantung darah yang jelas-jelas kubeli langsung dari dunia manusia.”
Membeli kantung darah? Maksudnya, darah yang disimpan rumah sakit jika suatu waktu membutuhkan donor darah? Darah yang itu? Kenapa Axel tidak melakukannya?
“Urusi saja urusan Paman sendiri, selama aku bertanggung jawab atas kehidupan dia, Paman tidak perlu repot-repot menawariku kantung-kantung darah itu. Lagipula membawa dia kemari bukanlah hal yang ilegal, bukan?”
“Axel!” Paman Axel mulai naik pitam. “Cepat atau lambat, kau harus mengusir manusia itu dari sini. Aku tidak akan menyerah untuk menjodohkanmu dengan keluarga Zendwick.”
Aku menghela napas dalam-dalam. Kepalaku mulai pening, aku tidak paham dengan isi kepala vampir itu. Dia tak pernah benar-benar memberikan alasan yang jelas membawaku ke mansionnya. Jika memang karena alasan darahku, aku dengan senang hati menyuplai darahku padanya jika ia mau, dan aku masih bisa hidup tenang di duniaku, bukan?
Tapi kehadiranku di sini justru membuat beban tersendiri bagi Axel, aku tak mau hal itu terus saja mengganggunya.
Aku kembali ke dapur dan enggan menguping pembicaraan mereka lebih lanjut. Semakin banyak yang kudengar, semakin banyak pertanyaan di kepalaku yang tak akan menemukan jawabannya dari Axel. Sudah pasti Axel tak akan menjelaskan apapun tentangnya padaku.
“Bagaimana Nona?”
Chas membuatku tersadar dari lamunanku sendiri. Akupun melihatnya dengan tatapan bingung.
“Bagaimana apanya?” tanyaku.
“Roti untuk besok, Tuan Axel memilih roti yang mana?”
Chas melihat ke arah nampan yang sejak tadi aku bawa-bawa. Ketika aku melihat nampan itu yang masih utuh dengan barisan roti yang masih hangat, aku baru menyadari niatku tadi bukan untuk menguping perbincangan Axel, tapi meminta saran darinya.
“Oh iya, lupa.”
Aku tersenyum canggung. Ternyata pikiranku bisa mengerikan jika sudah menyangkut hubunganku dengan Axel.
“Tadi ada Paman Axel, aku tidak berani muncul di hadapannya.”
“’Kudengar Tuan Thomas datang untuk menyelidiki kebakaran hutan dan serangan Thanatos, beliau kan Kepala Militer di sini,” ujar salah satu dari koki di mansion ini.
“Kepala Militer? Maksudnya seperti kepala polisi?”
“Semacam itu Nona.”
Pantas aku mendengar istilah legal dan ilegal, mungkin Paman Axel begitu menjunjung tinggi peraturan di dunia ini, tapi apakah ada peraturan tentang manusia yang tinggal di dunia vampir ya?
“Ah sudahlah! Aku menyarankan agar kita membuat roti isian coklat saja, dan kacang merah. Di duniaku bahan-bahan tersebut cocok untuk mengganjal perut. Jika hanya roti tawar sepertinya akan sedikit kurang pas untuk dibagi-bagikan pada para pengungsi di desa.”
“Sudah selesai?”
Suara Axel menginterupsi kami semua, para pelayan itu memberikan salam seperti biasanya. Sementara aku berbalik dan melihat dirinya dengan pandangan terkejut.
“Kau bilang akan membawakan roti, aku menunggumu.”
Entah firasatku saja atau bagaimana, tapi aku mendengar beberapa pelayan sengaja terbatuk-batuk. Kau tahu, batuk-batuk yang memberi kode seperti Tuan-Axel-bilang-menunggu-Nona-Elen.
“Tadi aku mendengar suara Pamanmu, aku takut ia marah-marah jika melihatku.”
“Kau datang saja, ia cuma pamanku. Ada aku di sampingmu, bukan?”
Lalu kembali terdengar batuk-batuk yang seolah memberi kode Tuan-Axel-akan-di-samping-Nona-Elena.
“… Aku sudah menentukannya, tapi kau mau? Yang ini isi keju,” kataku menunjuk salah satu roti yang ada di atas nampan.
Axel mengambil roti yang kusarankan, ia lalu mengigit sedikit bagian roti yang masih hangat, lalu terlihat menimbang-nimbang rasa dari roti tersebut.
“Aku pilih ini.”
Sudah kuduga!
“Baiklah, kita tambahkan roti keju juga,” kataku.
Berarti aku harus membuat roti coklat, kacang merah, dan keju. Mungkin tiga buah roti setiap orangnya cukup.
“Aku tidak suka kacang merah.”
“Hm?”
Axel terlihat mengarahkan pandangannya pada roti dengan isian kacang merah, bagaimana dia bisa tahu ya?
“Aku tidak suka kacang merah,” katanya lagi.
“Hah? Tapi kan ini bukan untukmu, jika kau tidak mau ya tak masalah. Belum tentu seleramu sama dengan selera orang lain.”
“Tapi rasa kacang merah itu tidak enak.”
“Kita tetap buat isian kacang merah.”
“Tidak!”
“Kita buat saja, tolong abaikan pria ini.”
Aku menaruh nampan yang sejak tadi kubawa-bawa dan menghampiri pantri panjang yang sudah terisi penuh bahan-bahan membuat roti.
“Aku bilang tidak!”
Aku mulai tidak sabar. Melihat para pelayan yang kebingungan dengan perintah yang berbeda antara diriku dan Axel membuatku jadi merasa tidak enak pada mereka.
“Tolong buatkan roti yang sudah kusarankan, nanti aku akan kembali lagi.”
Aku menarik tangan Axel agar pergi dari dapur dan membuat para pelayan bisa leluasa bergerak. Memang aura pria ini cukup menganggu sebenarnya. Aku membawa Axel masuk ke dalam kamarnya, mungkin untuk beberapa hari ke depan ini adalah kamarku juga.
“Bisa tidak kau jangan menganggu pekerjaanku? Aku hanya minta saranmu, bukan perintah. Apalagi perintah yang berdasarkan selera pribadimu.”
“Tapi vampir tidak suka kacang merah.”
Alasan macam apalagi itu? Kuyakin vampir yang dimaksud Axel adalah dirinya sendiri, Grine dan para pelayan merasa tak masalah akan hal itu.
“Hahhh…”
“Kau mau kemana?”
“Aku akan kembali ke dapur, kau jangan pernah keluar selangkah pun dari kamar sampai aku selesai membuat roti-roti itu.”
“Kubilang vampir tidak suka kacang merah.”
“Jadi, jika aku seorang vampir, apakah aku juga akan tidak suka dengan kacang merah?”
“Kau ini mengatakan omong kosong apa?”
Aku tertawa mencemooh diriku sendiri.
“Iya ya, aku ini bicara omong kosong apa?”
Jika aku menjadi seorang vampir, apakah aku akan berguna bagi Axel dan tidak menjadi beban untuknya?
Whoaa ... Seruu ini. Aku sukaš. Minim typo juga. Liked
Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan