Loading...
Logo TinLit
Read Story - Unending Love (End)
MENU
About Us  

Hari ini aku pulang ke mansion Axel. Pulang. Rasanya aneh sekali menyebut tempat itu sebagai rumah, tapi memang begitu yang terjadi. Kini aku terperangkap dalam rumah vampir itu selamanya. Memenuhi kebutuhannya untuk menyesap darahku. Aku sempat bertanya padanya, kenapa ia tidak meminta Grine untuk membawa kantung darah di tempat donor darah, pasti akan ada beragam rasa darah yang bisa mengenyangkan dahaganya. Lalu tebak jawaban laki-laki itu.

‘Aku tidak mau disebut kanibal.’

Duh! Sepertinya ia salah menempatkan kalimat tersebut.

“Kau masih melamun.”

Axel sudah berdiri di depan pintu. Grine sedang menaiki lift untuk menjemput kami, aku masih memandangi pemandangan London lewat kaca jendela yang berbuih. Meski tempat ini menyakitkan, aku akan selalu merindukannya.

“Ayo kita pulang.”

Aku berjalan ke arah Axel sambil mendorong koperku. Mungkin aku memang gila, tapi aku menaruh harap besar pada pria ini. Setidaknya ia tidak mengusirku seperti yang dilakukan ayahku sendiri pada anaknya. Bolehkan aku berharap seperti itu.

Harga sewa mansionnya mungkin setara dengan satu kali meminum darah manisku. Cukup adil bukan, menjadi hewan ternaknya seperti ini.

 

****

 

Hal paling miris adalah ketika aku sampai di mansion, semua pelayan menyambutku. Sebuah pohon Natal berdiri di lobi utama, meski kesan suram mansion ini masih terasa, tapi momen Natal itu pun tergambar di tempat ini. Entah mereka memang menyambutku atau hanya sebuah formalitas semata, tapi aku benar-benar bahagia karenanya.

“Apa Nona baik-baik saja? Sepertinya mata Nona sedikit bengkak,” ucap Chas.

“Oh ya?” Aku menggosok-gosok kedua mataku, setahuku tangis terakhir itu lusa kemarin dan selanjutnya Axel menciumku.

Dasar vampir brengsek!

“Aku mungkin kurang tidur karena terlalu senang kembali ke London, tapi pohon Natal ini luar biasa.”

“Ini agar Nona masih bisa merasakan atmosfer Natal.”

“Terima kasih.”

Setelahnya Axel kembali ke kamarnya, aku pun begitu. Para pelayan membawakan semua barang-barang kami. Aku merebahkan tubuhku pada kamar berukuran sepuluh kali lipat dari kamar apartemenku dulu. Meski jauh dengan keadaan di duniaku, mansion ini sedikit demi sedikit mulai memberikan rasa nyaman padaku. Aku tidak yakin sebenarnya yang kurasakan ini murni atau sebagai manifestasi pelampiasanku karena dibuang oleh ayahku sendiri. Aku merasa semakin lebih sensitif dan banyak meragukan hal-hal disekitarku. Aku masih takut jika Axel pun membuangku.

Pikiran itu kubuang jauh-jauh, jika harus menjelaskannya secara runtut mungkin akan memakan waktu berhari-hari. Untuk sekarang aku harus bisa hidup di masa sekarang, pikiran tentang masa lalu sebaiknya kusimpan dulu, dan prediksi untuk masa depan lebih baik tak perlu dilakukan sekarang. Yang terpenting bagaimana aku bisa hidup di sini mulai detik ini.

Tas yang selalu kubawa-bawa sudah kukeluarkan seluruh barang-barang yang ada di dalamnya, ada setumpuk kertas struk belanjaan yang kupakai menggunakan uang Grine. Aku harus membuat laporan ini padanya, terutama apa yang dibeli si vampir ‘gila’ keju itu.

“Grine!”

Aku mengetuk ruang kerjanya, kemudian dari dalam Grine mempersilahkan aku masuk.

“Ada yang bisa saya bantu Nona.”

“Grine, aku ingin memberikan ini.”

Aku menyodorkan kertas-kertas berisi tagihan yang kubayar.

“Ini laporan uang yang kugunakan. Sebenarnya, sebagian besar Axel yang menggunakannya, tadinya aku ingin menghemat sebisa mungkin, ternyata mustahil. Dan ini kartumu, sangat membantu.”

Grine menerima semuanya namun dengan tawa kecil.

“Nona tak usah melaporkannya kepada saya, Nona masih saja sungkan.”

“Jika aku terus bergantung padamu, aku takut nantinya jadi manja dan malah membebani.”

“Mulai detik ini, Nona harus berpikir seperti ini, ‘Jika aku melakukannya sendiri, maka para pelayan akan dipecat oleh Tuan Axel,’ begitu.”

Aku tersenyum menanggapi ucapan Grine. Aku hanya terbiasa melakukan segala sesuatu sendirian, meski pun pada kenyataannya aku takut sendirian.

“Baiklah, baiklah. Rasanya aku seperti seorang putri.”

Putri yang baru saja menemukan kesendiriannya.

“Bagaimana pertemuan Nona dengan Ayah Nona?”

Ingin rasanya aku menjawab buruk. Sangat buruk hingga berakhir dengan perpisahan kami, tapi aku tak ingin mengatakannya, entah karena alasan apa.

“Baik-baik saja, aku rindu pada ayahku. Kupikir lebih baik seperti itu, ayahku mendekam di penjara. Oh ya, aku jadi ingat.”

Aku menyerahkan buku tabunganku.

“Mungkin aku tidak akan kembali ke dunia manusia, aku ingin menitipkan ini padamu Grine, untuk ayahku jika nanti ia sudah bebas.”

“Nona.”

Ada nada lirih terdengar dari suara Grine, tapi aku berpura-pura tersenyum.

“Kalau begitu aku akan kembali ke kamarku, rasanya tubuhku pegal-pegal.”

“Apa Nona baik-baik saja?”

“Aku baik-baik saja Grine, tak perlu khawatir. Memangnya apa sih yang membuatku bisa tidak baik-baik saja? Semua berjalan lancar bukan? Sudah ya, aku sudah mengganggu kerjaanmu.”

 

****

 

Aku terbangun pada malam hari setelah menghabiskan waktu seharian pulas di atas kasurku. Setelah kembali dari dunia manusia tubuhku terasa kehilangan energinya, padahal tidak banyak aktivitas yang kulakukan di London kemarin, tapi jika diingat-ingat emosiku yang malah terkuras habis. Mungkin hal itu bisa dipertimbangkan sebagai penyebabnya.

Aku menghampiri jendela kamar, dari sana aku bisa menemukan pelaku yang membuatku terbangun. Ada Axel yang sedang memandangi lusinan bunga mawar yang sedang bermekaran itu. Terakhir aku lihat mawar-mawar itu tidak banyak yang mekar, tapi sekarang halaman belakang dipenuhi warna merah khas bunga yang dihubungkan dengan cinta.

“Axel!”

Axel yang mendengar panggilanku pun menemukan aku yang sedang membuka jendela pada malam hari.

“Kenapa kau tidak tidur?”

“Aku terbangun karena mendengarmu. Kau sedang apa?”

“Kau mau kemari?”

Lalu aku membawa jubah Axel yang tersimpan rapi di lemariku, kemudian aku lekas menghampiri Axel yang sedang berada di halaman belakang. Di dunia vampir ini, malam harinya selalu membuatku mengenakan pakaian sehangat mungkin. Tapi yang membuatku senang adalah bulan yang terlihat lebih dekat dan rasi bintang yang lebih mudah kulihat. Seolah-olah langit di dunia vampir berada pada jaman dinosaurus, di mana lampu-lampu gedung atau asap-asap pabrik masih belum ditemukan.

“Kenapa malam-malam kau di sini? Tidak tidur?”

“Aku sedang melihat mawar.”

“Tapi kenapa harus malam-malam?”

“Kau tahu, ada sebuah mawar langka yang selalu mekar sepanjang tahunnya. Akibat sering diterpa cahaya matahari dan bulan secara bergantian, warna bunga tersebut akan berubah karena cahaya yang ia tangkap sepanjang tahunnya.”

“Dan kau sedang mencarinya?”

“Benar.”

Aku ikut mencari mawar yang dikatakan Axel, mawar yang kuyakin tidak berwarna merah seperti kebanyakan. Warna apa ya? Kuning? Biru? Merah muda? Atau putih? Anehnya tak satu pun mawar-mawar itu memiliki warna yang berbeda.

“Ketemu!”

Axel memetik setangkai mawar yang jauh berbeda dari apa yang kupikirkan. Mulai dari tangkai hingga kelopaknya, mawar tersebut terlihat seperti kaca yang dibentuk sedemikian rupa hingga menyerupai setangkai mawar. Sangat berkilau ketika diterpa cahaya bulan.

“Ini… bunga mawar asli?” tanyaku menyentuh kelopaknya.

“Iya, karena sepanjang tahun ia sanggup mekar, sehingga ia bisa menyerap cahaya matahari dan bulan.”

“Wahh!!! Indah sekali, seperti sepatu kaca Cinderella, tapi ini lebih berkilau.”

Lama-lama mawar itu mengeras dan kaku. Kemudian Axel mencabut satu helai kelopak mawar tersebut sebelum benar-benar mengeras seperti kaca.

“Kenapa jadi keras begini?”

“Karena dia baru saja kupetik. Seperti bunga lain yang dipetik dari sumber kehidupannya, bunga ini pun mati dan mengeras.”

“Padahal biarkan ia tumbuh saja seperti ini.”

“Ada yang bilang meskipun bunga-bunga tidak dipetik mereka akan tetap mati dan tidak memberikan kesempatan orang lain untuk memuji keindahannya. Jadi meskipun bunga ini tidak kupetik, ia akan mati tanpa bisa aku lihat wujudnya yang indah ini.”

Benar juga, seindah apapun bunga mawar, pada akhirnya mereka hanya punya waktu sebentar setelah mereka bermekaran.

Axel mengambil sesuatu dari kantung jubahnya. Sebuah tali. Tali itu kemudian ia ikatkan pada kelopak mawar yang juga sudah mengeras. Lalu warna seperti kristal dari mawar itu berubah menjadi hitam pekat.

“Ayahku pernah memberikan ini pada ibuku. Di dalam kelopak mawar ini terdapat darahku. Jika kau berpergian di dunia vampir, orang-orang hanya bisa merasakan energi dan bau darahku saja.”

Axel melingkarkan kelopak mawar yang sudah menjadi kalung itu ke leherku. Aku tak bergeming dan justru mengelus kelopak mawar yang sudah mengeras dan berubah warna menjadi hitam itu.

“Kau bilang tak akan kembali ke dunia manusia, bukan? Kalau begitu kau bisa jalan-jalan di dunia vampir sesukamu.”

“Kau menguping pembicaraanku dengan Grine?”

“Tidak, aku tahu saat kau menangis kemarin. Aku tahu semua yang terjadi padamu dan ayahmu.”

Aku pun tidak tahu bagaimana Axel bisa mengetahuinya, aku tidak mengatakan apapun waktu itu dan hanya menangis begitu saja. Karena aku tidak mau menceritakannya. Tanpa disangka Axel memelukku sejenak, wangi lavender yang selalu menguar dari tubuhnya itu kemudian menjadi wangi favoritku yang menenangkan.

“Sudah malam, kau kembali ke kamarmu. Kau nanti sakit jika lama-lama di sini.”

Setelah Axel melepaskan pelukannya, ia lalu pergi melewatiku, tapi yang berbeda adalah tangannya yang sudah menggenggam tanganku. Aku pun akhirnya mengikuti langkah vampir tersebut.

“Kau ingat tidak ini jubah yang kau pinjamkan padaku saat pertama kali kita bertemu.”

“Kukira kau sudah membuangnya.”

“Mana mungkin. Aku lupa ingin mengembalikannya padamu.”

“Tidak perlu, kau pakai saja selamanya.”

Malam ini Axel terlihat lebih manis dan romantis dari biasanya. Aku tidak tahu apa ada yang salah dengan kepala vampir satu ini, tapi yang jelas aku benar-benar menikmatinya.

“Axel!”

“Hm?”

“Waktu itu kau menciumku—“

Tiba-tiba Axel berhenti di depan pintu masuk. Ia tak melihat kearahku melainkan berdiri terpaku dengan tangannya yang kuyakin sedang bergetar sepelan mungkin.

“Kenapa?” tanyanya.

“Kenapa kau menciumku? Dan kenapa setelah itu kau terlihat seolah tidak terjadi apa-apa semalam? Padahal itu ciuman pertamaku.”

Axel akhirnya memandang ke arahku, wajahnya yang minim ekspresi itu tak memberikan jawaban apapun atas pertanyaanku.

“Aku tiba-tiba saja ingin membuatmu berhenti menangis, tapi kau terus saja meraung seperti itu. Kau tahu aku jadi ikut merasa sakit mendengarnya. Jadi… aku menciummu. Maafkan aku.”

Tanpa disangka Axel mengecup bibirku dengan singkat dan sekejap mata. Lalu membuka pintu dan mengajakku masuk ke dalam mansionnya.

“Itu juga pertama kali bagiku, jika kau penasaran,” katanya dengan tatapan yang mengarah ke sudut lain sambil sebelah tangannya yang bebas menutupi sebagian wajahnya.

Begitu pun denganku, kepalaku sedikit tertunduk dan tanganku yang bebas sedang menutupi bibirku yang baru saja ia kecup.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • ShiYiCha

    Whoaa ... Seruu ini. Aku suka😍. Minim typo juga. Liked

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
  • cintikus

    @YantiRY Hai, makasih ya udah membaca tulisanku. Chapter-chapter selanjutnya sudah siap menanti :)

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
  • YantiRY

    Like. Ditunggu chapter2 berikutnya.

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
Similar Tags
Magelang, Je t`aime!
681      512     0     
Short Story
Magelang kota yang jauh itu adalah kota tua yang dingin dan tinggal orang-orang lebut. Kecuali orang-orang yang datang untuk jadi tentara. Jika kalian keluar rumah pada sore hari dan naik bus kota untuk berkeliling melihat senja dan siluet. Kalian akan sepakat denganku. bahwa Magelang adalah atlantis yang hilang. Ngomong-ngomong itu bukanlah omong kosong. Pernyatanku tadi dibuktikan dengan data-d...
Seperti Cinta Zulaikha
1822      1189     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
300 Ribu
518      335     0     
Short Story
Yoga bimbang. Dengan uang 300 ribu dari ibu kosnya, jaminannya ia harus mencoblos pasangan capres nomor 3 itu, maka ia bisa mentraktir kekasihnya. Politikus adalah pembohong. Tetapi, apakah Yoga akan tahan godaan dari uang itu?
Reality Record
3138      1105     0     
Fantasy
Surga dan neraka hanyalah kebohongan yang diciptakan manusia terdahulu. Mereka tahu betul bahwa setelah manusia meninggal, jiwanya tidak akan pergi kemana-mana. Hanya menetap di dunia ini selamanya. Namun, kebohongan tersebut membuat manusia berharap dan memiliki sebuah tujuan hidup yang baik maupun buruk. Erno bukanlah salah satu dari mereka. Erno mengetahui kebenaran mengenai tujuan akhir ma...
Untuk Takdir dan Kehidupan Yang Seolah Mengancam
812      540     0     
Romance
Untuk takdir dan kehidupan yang seolah mengancam. Aku berdiri, tegak menatap ke arah langit yang awalnya biru lalu jadi kelabu. Ini kehidupanku, yang Tuhan berikan padaku, bukan, bukan diberikan tetapi dititipkan. Aku tahu. Juga, warna kelabu yang kau selipkan pada setiap langkah yang kuambil. Di balik gorden yang tadinya aku kira emas, ternyata lebih gelap dari perunggu. Afeksi yang kautuju...
Janji
502      349     0     
Short Story
Dia sesalu ada, dan akan tetap ada.
U&I - Our World
397      279     1     
Short Story
Pertama. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu indah, manis, dan memuaskan. Kedua. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu menyakitkan, penuh dengan pengorbanan, serta hampa. Ketiga. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu adalah suatu khayalan. Lalu. Apa kegunaan sang Penyihir dalam kisah cinta?
Under The Darkness
67      64     2     
Fantasy
Zivera Camellia Sapphire, mendapat sebuah pesan dari nenek moyangnya melalui sebuah mimpi. Mimpi tersebut menjelaskan sebuah kawasan gelap penuh api dan bercak darah, dan suara menjerit yang menggema di mana-mana. Mimpi tersebut selalu menggenangi pikirannya. Kadangkala, saat ia berada di tempat kuno maupun hutan, pasti selalu terlintas sebuah rekaman tentang dirinya dan seorang pria yang bah...
Bayang Janji
584      410     2     
Short Story
Mawar putih saksi sebuah janji cinta suci
Dream of Being a Villainess
1487      844     2     
Fantasy
Bintang adalah siswa SMA yang tertekan dengan masa depannya. Orang tua Bintang menutut pertanggungjawaban atas cita-citanya semasa kecil, ingin menjadi Dokter. Namun semakin dewasa, Bintang semakin sadar jika minat dan kemampuannya tidak memenuhi syarat untuk kuliah Kedokteran. DI samping itu, Bintang sangat suka menulis dan membaca novel sebagai hobinya. Sampai suatu ketika Bintang mendapatkan ...