Aku melihat sekumpulan unicorn yang terbang melewati halaman belakang dari kaca jendela kamarku. Saking dinginnya, aku sampai harus menggunakan baju hangatku, dan para unicorn itu tiba-tiba melintas di siang hari dari arah hutan yang seperti mengelilingi mansion ini.
“Wah! Ternyata makhluk mitos itu benar ada rupanya.”
Saat itu pintu kamarku diketuk dan Chas datang menghampiri.
“Nona ini coklat hangatnya.”
“Hah? Aku tidak memintanya.”
“Tuan Axel yang menyuruh saya memberikan ini pada Nona.”
Saat sarapan dan makan siang aku memang sudah mengenakan jaketku, tapi aku tidak bertingkah sedang kedinginan hingga harus menghangatkan tubuh dengan coklat panas seperti ini.
“Terima kasih.”
Hanya itu yang bisa kuucapkan. Belakangan Axel memang sedikit berubah, walaupun perangainya tetap menyeramkan tapi aku menemukan hal lain yang membuat sosoknya jadi tidak semenyeramkan itu.
****
Lalu saat makan malam, dengan ketenangan yang dimilikinya, Axel menyantap makan malamnya dengan secangkir anggur di sampingnya. Tapi yang membuatku agak aneh, hari ini para pelayan jarang kulihat beredar di mansion. Saat ke dapur pun hanya ada beberapa orang yang sedang beres-beres. Rasanya mansion sepi ini tambah sepi saja.
“Kau tidak suka makanannya?”
Axel seperti menginterupsi lamunanku. Aku segera melahap makananku agar kejadian merampas tanpa permisi sebelumnya tak kembali terulang.
“Hari ini sepi,” kataku membuka suara. “Kemana semua orang?”
“Mereka bekerja seperti biasanya.”
Tidak, tidak. Suara tenang Axel tidak pernah menjawab apapun pertanyaan yang kupikirkan.
“Bukan, sepertinya ada sesuatu yang sedang mereka kerjakan.”
“Kau selalu berpikir berlebihan.”
“Aku hanya curiga saja.”
Dan kemudian asap hitam muncul di samping meja makan kami. Para pelayan muncul satu per satu lewat asap hitam tadi dan berjejer rapi di samping kami sambil memberi hormat. Dan seperti biasanya, ketika tangan Axel terangkat mereka semua berdiri tegap seperti pasukan pelindung raja. Tidak sama ketika aku yang menyapa, mereka seperti segerombolan yakuza yang ramah.
“Kau yang memanggil mereka?” tanyaku.
“Kau yang curiga pada mereka,” jawabnya.
Duh! Vampir ini tidak paham ya? Maksudku tidak harus memanggil mereka semua seperti ini juga. Aku risih jika mereka semua berada di sini ketika aku sedang makan.
“Kau takut pada kami?” tanya Axel.
Kami yang ia maksud adalah spesies yang berbeda dariku, seorang manusia lemah. Mendengarnya membuatku sedikit kesal.
“Kau jangan berpikiran yang tidak-tidak, kenapa aku mesti takut padamu dan pada kalian semua. Kalian kan begitu baik padaku!”
Dengan perasaan yang masih kesal, aku meneguk gelas anggur yang ada di sampingku, dan sepertinya aku baru menyadari bahwa anggur itu milik Axel setelah isinya tandas. Tapi aku tidak peduli. Toh saat ini aku sedang kesal padanya.
Aku melanjutkan santap malamku. Baru saja aku mengambil garpu, tiba-tiba saja garpu itu terasa berat dan jatuh dari genggamanku. Kemudian kepalaku seperti berputar dan ada rasa mual yang muncul dari sistem pencernaanku, anehnya rasa mual itu dibarengi dengan hawa panas dan bau besi yang kentara.
Rasa mual itu sungguh tak tertahankan lagi dan aku memuntahkan dorongan dari dalam tubuhku itu ke samping, lalu darah keluar berhamburan cukup banyak. Aku terbelalak karena yang kumuntahkan adalah darah. Yang terjadi selanjutnya, tubuhku ambruk karena rasa lemas dan kesadaranku mulai menghilang. Sebelum sempat aku kehilangan kesadaranku, lagi-lagi wangi bunga lavender tercium dari indra penciumanku, Axel menahan tubuhku yang jatuh dari kursi. Dan selanjutnya, hanya hitam dan keheningan yang kurasakan.
Aku tersadar ketika suara Axel yang menggema. Kudengar ia sedang memaki dan mengancam seseorang. Begitu aku bangkit dengan susah payah, aku baru memahami apa yang sedang terjadi. Axel sedang berbicara dengan para pelayan di kamarnya, termasuk Grine dan Chas yang sepertinya paling banyak terkena dampak amarah seorang Axel.
“Axel,” kataku lemah.
Axel tidak segera menyahut paggilanku. Ia menyuruh semua pelayan keluar dari kamarnya lalu kemudian berbalik dan menghampiriku. Axel membelai pipiku ketika ia sudah duduk di sisi ranjang. Wajahnya yang datar, dingin, dan tajam itu memang sulit untuk dibaca. Tapi sejurus kemudian Axel memelukku begitu seduktif, kembali bunga lavender tercium oleh hidungku.
“Syukurlah kau baik-baik saja.”
“Ada apa? Kenapa kau memarahi mereka?”
Axel melepas pelukanku dan terus memandangiku.
“Ada sebuah ramuan yang bisa membuat vampir tak bisa mengontrol dirinya, tapi ramuan itu justru memiliki efek yang mematikan bagi manusia.”
“Lalu?”
“Ada seseorang yang mencampurkan ramuan itu pada minumanku. Dan kebetulan kau yang meminumnya.”
Aku membulatkan kedua mataku. “Jadi aku keracunan?”
Axel tak menjawab.
Saking terkejutnya, aku menutup mulutku yang terbuka dengan kedua tanganku. Gila! Racun seperti apa yang hampir membunuhku itu? Setingkat sianida kah?
“Grine sudah mengeluarkan racun yang ada ditubuhmu. Sekarang kau istirahat saja, dan jangan melepas cairan itu.”
Cairan?
Aku menelusuri selang bening dari punggung tanganku menuju kantung cairan bening yang menggantung di atas sebuah tiang besi.
“Maksudmu infus? Grine yang melakukannya?”
“Iya. Kau tidur saja di sini, aku akan menjagamu malam ini. Akan kupanggilkan Grine untuk membawa beberapa cairan lagi setelah ia selesai mengirim pesan pada istana.”
“Istana?”
“Malam ini ada acara di istana Lord Vampir. Tapi melihat kondisimu sekarang, aku membatalkan acara itu.”
“Memangnya tidak apa-apa? Biasanya acara di istana semacam itu selalu penting.”
“Menjagamu adalah yang terpenting sekarang.”
Axel kemudian bangkit dan berjalan ke arah pintu kamarnya. Sementara aku hanya bisa menatap punggungnya. Ia adalah sosok yang tak terdefinisikan untukku.
“Axel.”
Aku kembali memanggil namanya. Ia berhenti melangkah namun tidak berbalik memandangiku.
“Tolong jangan pecat atau melakukan sesuatu yang buruk pada mereka, aku percaya tidak ada seorang pun dari mereka yang menjadi tersangkanya.”
Axel tak menanggapi ucapanku. Ia lanjut melangkah menuju pintu lalu meninggalkanku sendirian di kamarnya. Tubuhku seperti kehilangan seluruh energinya, tapi aku masih mencemaskan Axel dan para pelayan di sini. Aku takut kehadiranku memang merepotkan untuk mereka.
Sejak awal aku selalu berdoa hal yang sama untuk Axel, semoga ia membunuhku dengan cepat hingga tak membebaninya lebih banyak lagi.
Whoaa ... Seruu ini. Aku suka😍. Minim typo juga. Liked
Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan