Loading...
Logo TinLit
Read Story - Unending Love (End)
MENU
About Us  

Aku melewatkan sarapan pagiku, lagi. Sudah seminggu semenjak aku kabur karena berakhir di ranjang Axel, dengan pria itu yang masih tidak memakai atasan, sedang tertidur pulas merangkul pinggangku. Ya ampun! Aku sudah melakukan dosa besar.

Karena takut tertangkap, entah oleh siapa, secara insting aku kabur mengendap-endap masuk ke dalam kamarku sebelum para pelayan melihatku meringkuk di ranjang Axel. Bagaimana jika mereka memikirkan hal yang tidak-tidak.

Dan selama seminggu itu, aku beralasan untuk berolahraga pagi dan meminta Axel untuk sarapan sendirian. Kecuali pada malam hari, aku tidak punya alasan yang cukup untuk sering menghindarinya. Aku malu.

Tapi sepertinya, hari ini Axel tidak keluar kamarnya. Para pelayan sibuk seperti biasanya, dan meja makan hanya menyediakan hidangan untuk satu orang di hadapan kursi yang biasa kugunakan.

“Axel tidak sarapan?” tanyaku pada Chas.

“Tuan sedang sibuk di kamarnya hingga esok hari Nona,” jawab Chas.

Sibuk apa dia? Kenapa harus di kamarnya segala? Dia kan punya ruang kerja sendiri.

“Oh.”

Aku menyantap sarapanku di siang hari itu, dan seperti biasanya Chas selalu berada di sampingku.

“Grine kemana?”

“Kepala Grine sedang sibuk di kantornya.”

Aku kembali menyantap sarapanku. Dulu, aku memang terbiasa makan sendirian, terbiasa berteman sepi, tapi kali ini, mansion ini benar-benar sepi sekali. Entah hanya perasaanku saja.

“Chas, apa aku boleh minta sesuatu?”

“Apapun Nona.”

“Bisakah kau buatkan puding almon green tea?”

“Ya?”

Sepertinya Chas tidak mengerti permintaanku.

“Ah, tak apa. Lupakan saja.”

“Maaf Nona, maksud saya apa ada lagi yang Nona inginkan?”

Aku mengalihkan pandanganku Chas.

“Kau bisa membuatnya?”

“Mungkin rasanya tidak seenak di dunia Nona.”

“Wah!!! Tak masalah, kukira permintaanku terlalu aneh. Aku tiba-tiba ingin makan puding, itu saja. Setelah olahraga tadi.”

“Baiklah Nona, pudingnya akan segera saya buat.”

“Terima kasih banyak Chas. Terima kasih juga untuk sarapannya, sangat lezat.”

“Terima kasih kembali atas pujiannya Nona.”

“Jangan buatkan aku makan siang, aku masih kenyang. Apalagi nanti aku akan makan makanan manis.”

“Baik Nona.”

Setelah sarapan di siang hari itu, aku kembali ke kamarku. Melihat-lihat gaun khas Eropa abad 80an yang tertata rapi di lemari besar. Dan di sampingnya, tersusun baju-baju yang biasa kugunakan sehari-hari. Celana jeans dan kaos atau kemeja lengan panjang. Ayolah! Meskipun aku tinggal di dunia vampir dengan para maid dan butler yang hilir mudik mengenakan seragam khas mereka, juga pemilik rumah ini yang selalu berpakaian anggun khas seorang bangsawan, aku tetap menjunjung tinggi pakaian yang umum digunakan abad ini.

Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa dengan atmofer dunia ini, tanpa sinar matahari, selalu dikelilingin kabut dan awan kelabu, juga langit malamnya yang mengagumkan. Aku mulai jarang bertanya perihal ayahku, karena Axel berjanji akan memberi tahuku jika Grine sudah menemukan ayahku. Yaa, walaupun sesekali aku masih menganggap diriku hanya hewan ternak di mansion ini.

Selain itu, aku menghabiskan waktuku dengan menulis buku harian. Tidak ada internet di dunia ini memang cukup mengganggu kehidupan sehari-hariku. Dan seperti kembali pada masa Leonardo da Vinci, kuhabiskan waktuku dengan menulis, atau membaca buku jika Grine membawakan beberapa tumpuk buku yang kuminta.

Sedang asyik-asyiknya menulis, samar-samar aku mendengar suara rintihan yang memilukan. Awalnya kukira memang suara-suara asing yang sesekali muncul dari hutan yang berada tak jauh dari mansion ini, tapi semakin lama suara itu semakin jelas asalnya.

Telingaku kutempelkan pada dinding kamar, kutelusuri setiap jengkal dinding kamarku, dan seolah-olah memiliki matanya sendiri, suara rintihan itu semakin terdengar jelas. Hingga mataku menatap pintu kamar Axel. Pria yang kerap dingin dan menyeramkan itu membuatku ragu-ragu untuk menghampiri kamarnya. Terakhir aku tertidur di sampingnya, rasanya ambigu apakah ada sesuatu yang terjadi diantara kami semalam. Tapi saat itu aku masih berpakaian utuh.

Suara rintih itu semakin terdengar keras dan membuatku buru-buru menghampiri kamar Axel. Baru saja aku akan membuka pintu kamarnya, Grine dengan cekatan menangkap tanganku.

“Jangan Nona.”

Wajah Grine terlihat gelisah, tapi justru semakin membuatku pensaran dengan kondisi Axel. Apa yang tengah ia kerjakan di kamarnya hingga merintih kesakitan seperti itu.

“Kenapa? Ada apa di dalam? Apa Axel baik-baik saja?” tanyaku.

Grine seperti enggan menjawab pertanyaanku, tapi kemudian ia membuatku terkejut dengan kehidupan bangsa vampir yang tak masuk akal.

“Hari ini Tuan Axel berulang tahun.”

Harusnya ulang tahun adalah hari yang paling bahagia bagi setiap orang. Setidaknya ada satu hari dalam setahun ia merasa menjadi makhluk paling istimewa.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • ShiYiCha

    Whoaa ... Seruu ini. Aku suka😍. Minim typo juga. Liked

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
  • cintikus

    @YantiRY Hai, makasih ya udah membaca tulisanku. Chapter-chapter selanjutnya sudah siap menanti :)

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
  • YantiRY

    Like. Ditunggu chapter2 berikutnya.

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
Similar Tags
selamatkan rahma!
464      318     0     
Short Story
kisah lika liku conta pein dan rahma dan penyelamatan rahma dari musuh pein
Here We Go Again
649      364     2     
Short Story
Even though it hurt, she would always be my favorite pain.
Dia yang Terlewatkan
391      267     1     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.
Lady Cyber (Sang Pengintai)
2457      962     8     
Mystery
Setiap manusia, pasti memiliki masa lalu. Entah itu indah, atau pun suram. Seperti dalam kisah Lady Cyber ini. Mengisahkan tentang seorang wanita bernama Rere Sitagari, yang berjuang demi menghapus masa lalunya yang suram. Dibalut misteri, romansa, dan ketegangan dalam pencarian para pembantai keluarganya. Setingan hanya sekedar fiksi belaka. Jika ada kesamaan nama, peristiwa, karakter, atau s...
Game of Dream
1437      801     4     
Science Fiction
Reina membuat sebuah permainan yang akhirnya dijual secara publik oleh perusahaannya. permainan itupun laku di pasaran sehingga dibuatlah sebuah turnamen besar dengan ratusan player yang ikut di dalamnya. Namun, sesuatu terjadi ketika turnamen itu berlangsung...
Harmonia
4302      1356     4     
Humor
Kumpulan cerpen yang akan membuat hidup Anda berubah 360 derajat (muter ke tempat semula). Berisi tentang kisah-kisah inspiratif yang memotivasi dengan kemasan humor versi bangsa Yunani. Jika diterbitkan dalam bentuk cetak, buku ini akan sangat serba guna (bisa untuk bungkus gorengan). Anda akan mengalami sedikit mual dan pusing ketika membacanya. Selamat membaca, selamat terinspirasi, dan jangan...
Beach love story telling
3012      1478     5     
Romance
"Kau harus tau hatiku sama seperti batu karang. Tak peduli seberapa keras ombak menerjang batu karang, ia tetap berdiri kokoh. Aku tidak akan pernah mencintaimu. Aku akan tetap pada prinsipku." -............ "Jika kau batu karang maka aku akan menjadi ombak. Tak peduli seberapa keras batu karang, ombak akan terus menerjang sampai batu karang terkikis. Aku yakin bisa melulu...
Konspirasi Asa
2802      966     3     
Romance
"Ketika aku ingin mengubah dunia." Abaya Elaksi Lakhsya. Seorang gadis yang memiliki sorot mata tajam ini memiliki tujuan untuk mengubah dunia, yang diawali dengan mengubah orang terdekat. Ia selalu melakukan analisa terhadap orang-orang yang di ada sekitarnya. Mencoba untuk membuat peradaban baru dan menegakkan keadilan dengan sahabatnya, Minara Rajita. Tetapi, dalam mencapai ambisinya itu...
Kita
693      454     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Trasfigurasi Mayapada
201      155     1     
Romance
Sekata yang tersurat, bahagia pun pasti tersirat. Aku pada bilik rindu yang tersekat. Tetap sama, tetap pekat. Sekat itu membagi rinduku pada berbagai diagram drama empiris yang pernah mengisi ruang dalam memori otakku dulu. Siapa sangka, sepasang bahu yang awalnya tak pernah ada, kini datang untuk membuka tirai rinduku. Kedua telinganya mampu mendengar suara batinku yang penuh definisi pasrah pi...