Perkenalkan namaku Mozha, aku seorang mahasiswa fakultas ekonomi semester akhir. Aku berasal dari keluarga yang begitu paham mengenai agama,aku dibesarkan sesuai ajaran islam, sehingga meskipun umurku sudah bisa di bilang dewasa aku masi belum pernah berpacaran, karena ayah bilang “ Pacaran dalam islam itu di larang,lebih baik ta’aruf saja”. Teman – teman ku selalu berkata seperti ini “ Zha, km gak mau apa pacaran ?“ dan jawaban ku selalu sama “ Nda, ayah bilang ta’aruf saja ". Hingga suatu saat keyakinan terhadap jawaban ku sendiri mulai pudar. Ini adalah kisah ku, kisah tentang Cinta dan Akhir dari sebuah penantian.
Pagi itu, Saat aku sedang asyik menunggu bimbingan skripsi tedengar dari samping ku “ Assalamualaikum, mba mohon maaf mengganggu, apakah betul ini ruang dosen” Tanyanya , dan aku hanya menjawab dengan singkat “betul mas” , “Mba, apakah saya boleh ijin duduk disini “ ucap laki – laki tersebut, aku yang saat itu terlalu asyik,sehingga aku membalasnya hanya dengan anggukan. Selang beberapa menit suara itu terdengar kembali “ Mba, terima kasih ya , saya duluan” dan aku hanya memberikan senyuman. Tak lama ia pergi aku baru menyadari bahwa sang dosen pembimbing ternyata sudah ada di ruangan nya, aku bergegas untuk menemui beliau, tapi ternyata aku bertemu kembali dengan laki – laki yang tadi duduk bareng di depan ruang dosen dan laki – laki itu pun akan melakukan bimbingan untuk tugas akhirnya, itu berarti mau tidak mau aku harus menunggu giliran. “Mba, mau bimbingan ya , silahkan duluan” katanya padaku, “beneran mas aku boleh duluan” Tanya ku , dan ia menjawab dengan ramah “ ia mba silahkan” , aku pun tidak menyia-nyiakan waktu itu.Sekitar 15 menit bimbingan tulisan yang tadinya tersusun rapih kini penuh dengan coretan tangan sang dosen, dan seketika aku menghela nafas. Tak lama aku keluar dari ruang dospem, laki – laki itu pun langsung masuk, dan seketika rasa penasaranku hadir, kira – kira seberapa banyak coretan tangan yang akan diberikan dospem pada tulisan laki – laki tersebut, sampai akhirnya aku menunggu laki – laki itu keluar dari ruang dospem, ketika laki – laki itu keluar aku memberanikan diri bertanya “Banyak mas yang di refisi” tanyaku, “nda ada mba” dan seketika suara petir rasanya terdengar langsung di telinga ku ( lebay ya, hihi ). “Mba sendiri bagaimana ?” tanyanya padaku, dengan polos aku menjawab “banyak mas, banyak banget malahan” dengan mimik wajah yang sedikit kesal dan dia hanya tersenyum sambil berkata “ mau saya bantu mba, untuk pembuatan skripsi nya” dan tanpa sadar aku langsung menjawab “mau mas”, ketika itu kami saling berkenalan. Githa, iya githa adalah nama laki – laki itu, laki – laki yang senantiasa membantu ku dalam mengejarkan skripsiku.
Semenjak saat itu, kami sering berkomunkisi, mulai dari membahas skripsi, bertukar pikiran, atau sekedar menyapa, terkadang kami pun menyempatkan waktu untuk bertemu. Seiring berjalannya waktu, rasa yang tadinya hanya sekedar teman perlahan berubah. Terkadang ada rasa dimana aku mulai gelisah saat beberapa hari saja aku tidak mendapatkan kabar darinya, ada rasa marah saat dia lebih mementingkan teman dibandingkan aku. Aku mencoba menghilangkan rasa itu, karena aku tau perasaan ini salah, namun terasa sulit. Sampai akhirnya aku menceritakan semua ini kepada ayah, ayah berkata “Titipkanlah rasa cintamu kepada Allah, dan berdo’alah kepada NYA”, perkataan ayah itu membuatku memutuskan untuk mulai menjaga jarak dengannya. Pesan yang ia kirim tak pernah aku balas, telponnya pun tak pernah aku angkat. Sakit rasanya, tapi aku yakin ini jalan yang terbaik.
Hari ini adalah hari kelulusan ku, tak terasa waktu begitu cepat berlalu hampir 6 bulan aku tak pernah lagi mendengar kabarnya.Tiga hari setelah kelulusan,aku diterima bekerja di sebuah perusahaan besar, aku di terima dibagian finance. Pertama kali aku masuk diperusahaan ini hal yang membuatku tekejut yaitu aku dipertemukan kembali denganya, laki – laki yang namanya selalu aku sebut dalam do’a,laki – laki yang menurutku telah membawaku pada rasa yang tak bisa aku tafsirkan. Sesaat aku merasa bimbang , aku takut rasa yang selalu aku jaga nanti akan menjadi sia – sia, aku takut semua nya akan berakhir menjadi sebuah kesalahan, dan lagi aku menceritakan ini kepada ayah ku , aku kira ayah akan menjawab dengan jawaban yang sama, namun kali ini ayah menjawab dengan jawaban yang berbeda “ Jadilah seperti air yang selalu mengikuti arusnya, namu jadikanlah Iman, Agama, dan Allah sebagai batasanmu”, oleh sebab itu aku memutuskan untuk menjalani hari ku tanpa harus melangkah pergi kembali.
Pagi ini, menjadi awal yang merubah kehidupan ku, bagaimana tidak ? mulai saat ini aku harus berangkat pagi sekali untuk berangkat kerja, maklumlah tempat kerja dan rumah ku cukup jauh bisa 1 jam perjalanan itupun menggunakan kereta,selain aktifitas ku yang berubah ada hal lain yang akan berubah yaitu aku akan mulai berhubungan kembali dengan nya. Disepanjang perjalanan dari rumah ke stasiun aku masi merasa gugup, memikirkan apa yang harus di lakukan nanti jika aku bertemu dengan nya, perasaan itu membuat ku kacau.
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam, akhirnya aku sampai di kantor. Aku masi harus menunggu di depan receptionist karena kemarin aku hanya datang untuk tanda tangan kontrak dan perkenalan, jadi aku belum tau dimana aku harus duduk dan aku juga belum memiliki akses kartu masuk ruangan. “Zha, ayo masuk” suara itu mengejutkanku dan ternyata itu adalah suara Mia, HRD di perusahaan ini “Iya mba” jawabku. “Oh iya zha, kemarin kan km cuma perkenalam sama tanda tangan kontrak, nah hari ini kamu kan udah mulai kerja yaa, nanti kamu di bimbing langsung mas githa ya, soalnya nanti kerjaan kamu ngeback up kerjaan nya dia” ucap mia, mendengar itu seketika aku semakin gugup, “Baik mba” jawab ku. Perbincangan kami pun berakhir setelah sampai di ruangan kerja “Gith, ini mozha, mulai hari ini dia yang bakal back up pekerjaan kamu, masalah kerjaan aku serahin ke kamu ya” ucap mba mia pada laki – laki di depannya. “Iya mi, terima kasih banyak ya” balasnya, “Itu meja kerja mu, untuk perlengkapan kerja seperti atk dan lain – lain kamu bisa menggunakan yang ada di meja ku” ucap laki – laki itu pada ku, dan aku hanya menjawab dengan anggukan. Beberapa menit kami terdiam, sungguh ini terasa canggung bagiku,entah perkataan apa yang harus aku ucapakn untuk membuat suasana mencair, tapi rasanya meskipun ada kata – kata yang dapat mencairkan suasana aku tak punya nyali untuk memulai perbincangan, ahhs ini sungguh membuat ku serba salah. “Zha, boleh kesini sebentar ? Aku akan jelaskan deskripsi pekerjaannya” pintanya pada ku, “Iya mas” jawabku kepadanya. Sekitar 1 jam dia menjelaskan mengenai pekerjaan kepada ku. Tak terasa waktu sudah mendekati jam istirahat, “Km gak istirahat?” tanya nya pada ku, “Istirahat mas, tapi aku bawa bekal, emm apakah aku boleh makan di meja kerja mas ?” tanyaku padanya “Tentu silahkan, aku sering makan disini juga” jawabnya, mendengar jawabannya rasa penasaran ku datang, “Mas bawa bekal juga ? Di buatkan pacarnya ya mas ?” tanya ku, sambil tersenyum dia menjawab pertanyaan ku “Iya aku bawa bekal yang di buat ibu ku, aku tidak tertarik dengan pacaran aku lebih memilih ta’aruf,jika aku jatuh cinta pada seorang perempuan aku lebih baik langsung mengajaknya menjadi pendamping hidupku”, “Maaf mas, aku nda tau” jawab ku. “Tak apa zha, lalu bagaimana dengan mu,laki – laki mana yang sudah berhasil meluluhkan hati mu?” pertanyaan yang ia lontarkan rasanya ingin aku jawab dengan jawaban “kamu” tapi itu tidak mungkin dan aku hanya bisa tersenyum membalas pertanyaan nya, “Kenapa hanya tesenyum? Tanya nya kembali, “Nda apa – apa mas, mas sendiri apakah masi belum menemukan seseorang yang bisa membuat jatuh cinta?” tanyaku padanya, kembali ia tersenyum “Ada” jawabnya, seketika hatiku terasa hancur, rasanya air mata di mataku memaksa keluar, kini dalam pikiran ku hanya ada kata mungkin dia bukan jodoh ku, rasanya menyesakan, aku hanya bisa terdiam, sampai akhirnya tanpa sadar aku mengatakan selamat kepadanya “Wah selamat ya mas, jadi kapan mas akan melamarnya ?” tanyaku, “Melamar katamu ? aku saja sudah lama tidak berjumpa dengan nya dan berkomunikasi dengannya” jawabnya, “Maksudnya mas ?” tanya ku padanya “Dulu,aku menyukai seorang perempuan, dia cantik, auratnya terjaga, dan memahami agama, Allah mempertemukan ku dengannya saat aku melakukan bimbingan tugas akhir ku, masi teringat jelas bagaimana ekspresi senangnya saat aku menawarkan bantuan untuknya dalam mengerjakan tugas. Sejak itu kami menjadi dekat, banyak hal yang kami bahas, mulai dari tugas akhir sampai mengenai agama, namun tiba – tiba perempuan itu menjauh disaat aku benar – benar yakin akan rasa ku, aku mencoba menghubunginya mengirimnya pesan, menelponnya tapi dia tak pernah menggubris, kecewa rasanya tapi aku menggantungkan semuanya kepada Allah, aku kembalikan semuanya kepada Allah. Dan kini Allah mempertemukan kembali aku dengan perempuan itu, aku kira rasa ku padanya sudah berubah tapi ternyata itu salah, aku tetap mencintai nya, aku tetap berharap dia adalah madrasah bagi anak – anak ku nanti”, mendengar penjelasannya pada ku hati ku bercampur aduk,pertanyaan “apakah wanita itu aku” memenuhi isi kepalaku, sambil melihatnya aku memberanikan diri untuk bertanya “Maaf mas, siapa perempuan yang kamu maksud itu?” tanya ku, “Haruskah aku beritahu nama lengkapnya, sedangkan aku rasa kamu tahu siapa perempuan itu” ucapnya, “Apakah itu aku ?” tanya ku kembali, “Iya, itu kamu mozha , entah kesalahan apa yang aku lakukan sehingga kamu menjauhi ku.” Ucapnya, mendengar jawabannya hati ku begitu gembira, apakah hasil dari pengorbanan ku dulu, rasanya aku ingin segera mengutarakan apa yang selama ini aku pendam, namun aku hanya bisa terdiam. Kini suasana ruangan yang di isi hanya aku dan dia menjadi hening kembali, Kini hati ku berdebar tak menentu, aku ingin mengatakannya tapi aku takut, hingga aku mengambil keputusan untuk mengirimnya sebuah pesan melalui email.
“ Dear Mas githa,Sebetulnya aku ingin mengatakan ini langsung tapi aku tidak cukup berani. Mas, aku mau minta maaf karena dulu aku menjauhi mu,ini karena rasa yang tiba –tiba ada di dalam hatiku. Jujur mas, ketika kita mulai sering berkomunikasi aku mulai merasakan rasa yang berbeda sebelumnya, aku mulai merasakan marah saat kamu lebih memilih teman – teman mu daripada aku, aku merasa gundah ketika kamu tidak menghubungi ku, aku mulai memutuskan untuk mulai menjaga jarak dengan mu , karena aku takut rasa ini akan menjerumuskan ku dan juga kamu pada sebuah kesalahan. Maaf karena aku tidak cukup berani menyampaikan ini kepadamu dan lari dari mu, tapi yang harus kamu tau,KAMU adalah laki – laki yang namanya selalu ku sebut dalam do’a ku. Rasa itu, rasa yang aku simpan hingga sampai saat ini tidak pernah berkurang sedikit pun. Aku selalu berharap kita di jodohkan. Dan allah pertemukan kembali kita disini."
Begitulah isi pesan yang aku kirimkan pada nya. Rasanya hatiku berdebar menunggu jawaban yang akan dia katakan, aku terdiam sambil gugup sendiri. “Lalu kapan kira – kira aku bisa menemui orang tua mu ?” tanyanya tiba – tiba dan membuat ku terkejut, aku yang bingung entah harus menjawab apa hanya terdiam, “Kenapa? Kamu belum siap ?” tanya nya lagi, “Bukan mas bukan, tapi aku harus mengatakan ini kepada orang tua ku terlebih dahulu, jika aku sudah mendapatkan jawaban dari ayah dan ibu, baru aku bisa menjawabnya” jelasku, “Baiklah, kabari aku jika kamu sudah mendapatkan jawabannya” pintanya padaku. Rasanya aku sudah tak sabar ingin bergegas pulang, untuk menceritakan ini kepada ayah.Kini waktunya pulang, aku langsung merapihkan bawaan ku dan pamit pulang. Sesampainya di rumah aku langsung menceritakannya kepada ayah, Ayah langsung menyetujui, dan mempersilahkan keluarga githa untuk datang, seketika aku langsung mengirim pesan kepadanya “Mas, aku sudah menyampaikan kepada ayah, dan ayah menunggu kedatangan kalian, waktu nya mas saja yang tentukan” begitulah isi pesan yang aku kirim, tak lama dia membalas pesan ku “Baiklah, minggu ini mas akan ke rumah mu” jawabnya. Membaca pesan yang iya kirim wajah ku merona seketika.
Waktu terus berlalu, tak terasa ini sudah hari minggu, hari dimana laki – laki yang aku dambakan akan melamarku. “Mozha keluar nak, ini mas githa sudah datang” suara ibu terdengar dari balik pintu kamar ku, aku pun bergegas keluar. Perbincangan pun dilaukan dan kami sepakat melakukan pernikahan di akhir tahun ini, itu berarti kami hanya memiliki waktu kurang lebih 6 bulan untuk mempersiapkan pernikahan. Kami mulai disibukan dengan persiapan pernikahan kami. Kesibukan yang kami miliki membuat waktu begitu cepat berlalu,dan hari ini, adalah hari dimana ia mempersunting ku.