20 Februari 2347
Palembang, Indonesia.
"Konfirmasi terbaru dari Maxime selaku ketua operasi provectus adalah, belum ditemukannya tanda-tanda di mana Zo'r yang telah kabur sekarang berada. Maxime, dan wakilnya, Luz, juga segala timnya sedang berusaha sebisa mereka untuk melacak keberadaan Zo'r, tetapi itu belum membuahkan hasil hingga sekarang, tutur Maxime tadi." Reporter wanita di tayangan holisi itu berkata, sambil sesekali melihat ke contekan, kertas, di mejanya.
"Hei. Matikan holisi-nya! Ayo cepat! Bukankah, kita mau jalan-jalan? Ayo!" Seorang lelaki yang paling bersemangat, Vil, berteriak-teriak meminta perhatian. Berharap teman-temannya bisa dengan cepat menyelesaikan beres-beres barang apa yang dibutuhkan nanti. Namun, bukannya dibalas dengan persetujuan, dia malahan diteriaki kembali oleh Xi, "Ya ampun! Ini baru jam enam pagi, Vil jelek. Sabar, dong."
Mendengar itu, Vil hanya bisa memendam emosinya, "Aku hanya ingin mengukir kenangan indah kita bersama sebanyak-banyaknya sebelum nanti. Aku tidak yakin, jika nanti, kita bisa tetap bersama setelah itu." Lelaki itu membatin, membiarkan dirinya terdiam, membuat Xi merasa telah menang.
Rencana yang dibuat Neo memang gila, tetapi itulah yang mereka inginkan. Hanya itu, dan kebersamaan mereka. Ah, ya, keinginan egois para remaja yang tahu bahwa kenyataan yang akan mereka terima sangat berbeda.
"Kami siap, ayo pergi!" Foss berteriak, sambil menepuk bahu Vil yang sedang melamun, membuat lelaki itu gelagapan, tetapi pada detik selanjutnya dia segera meloncat ria sambil berteriak, "Ayo pergi!"
"Ah, tetapi kita mau ke mana, ya?" Vil mendadak berhenti menjadi anak kecil, yang segera di jawab oleh Foss, "Paling semangat, tetapi tidak tahu mau ke mana. Dasar."
"Kita mau ke Sungai Musi, mau menceburkanmu ke dalamnya." Jawab ketus Ver yang sangat menyakiti hati Vil, membuat Vil menjadi sedikit alay, "Kamu jahat, Ver. Jahat! Bukankah, kamu tahu hatiku ini rapuh bagaikan kapas? Kamu tega, Ver! Nanti aku tarik kamu juga, ya, Ver. Biar nanti kita berdua terjunnya."
"Apa kita kenal?" Ver menjawab dengan nada yang terkesan tidak peduli, membuat Vil menjadi semakin alay, "Kamu jahat! Sangat jahat, Ver. Diriku ini padahal menganggapmu keluarga, tetapi kamu begitu. Kamu sangat jahat, Ver."
"Berhenti, Vil. Kau menjijikkan." Ucap Xi sambil menarik Ver pergi, membiarkan Vil sedirian dalam ke-alay-annya yang langsung kembali kambuh ketika mengejar Zo'r lain yang sudah lebih dulu berjalan menuju volant milik Ver yang terparkir di depan. "Ternyata, ternyata, kalian juga jahat seperti Ver! Kalian jahat! Jahat!"
"Masuk atau tinggal?" Ucap Ver jengkel, karena satu-satunya orang yang belum masuk ke dalam volant hanyalah remaja alay satu itu yang sekarang langsung berlari dengan cepat masuk ke dalam volant cokelat yang hampir penuh itu, dan menjadi penuh setelah lelaki itu mendudukkan dirinya berimpit-impitan dengan yang lain.
"Ah! Sudah-sudah, aku menyerah, yang perempuan, ayo bersamaku. Kita pisah volant saja." Neo berucap jengkel setelah keluar dari volant milik Efren dan berjalan menuju volant yang tentunya berwarna hitam, yang masih terparkir rapi di dalam garasi itu. Wajahnya terlihat malas, tetapi mau bagaimana lagi? Volant milik Ver kecil, tidak muat untuk tujuh orang, meskipun mereka sudah berimpit-impitan, yang untung hanya Foss dan Ver, yang duduk di bangku depan.
Setelah mereka berpisah, ke-dua volant itu langsung melaju di tengah dinginnya angin pagi, dengan kecepatan yang luar biasa menuju Sungai Musi. Ketika mereka sampai, pemandangan jembatan merah yang berdiri kukuh sebagai penghubung ilir dan ulu, jembatan yang bernama Ampera, yang masih berdiri kukuh walaupun dibangun sejak masa penjajahan Belanda langsung menyambut netra mereka.
Walaupun sudah beratus-ratus tahun berlalu, Ampera tetap kukuh. Tidak tahu apa yang membuatnya bisa kukuh sampai tahun ini, tetapi itu adalah bonus di era serba canggih ini. Era yang tidak lagi menggunakan kendaraan darat, era yang tidak lagi melewati jembatan, sehingga Ampera kini hanya menjadi tempat wisata. Sama halnya dengan BKB, atau yang lebih dikenal dengan Benteng Kuto Besak, bangunan itu masih awet sampai sekarang, walaupun dilihat ada bagian yang mulai rusak termakan usia.
"Ah, indahnya." Kegiatan menikmati angin sejuk dan pemandangan yang dilakukan oleh Mel terpaksa berhenti karena pertanyaan dari Vil yang sedang ketakutan, "A-apa kalian benar-benar ingin menenggelamkanku di Sungai Musi?"
Senyum licik muncul di wajah yang lainnya, dengan cepat mereka menyeret Vil yang berteriak-teriak minta ampun sambil terus memberontak ke Ampera, membawanya ke dekat pagar merah yang membatasi sisi kiri dan kanan Ampera, dan dengan cepat bergerak seolah-olah ingin menenggelamkannya, membiarkannya jatuh di tengah derasnya air di Sungai Musi. Foss dengan senyum liciknya berkata, semakin membuat takut Vil, "Ucapkan salam perpisahanmu, Vil."
"Tidak, tidak, tidak, maafkan aku. Jangan tenggelamkan aku!" Vil berteriak memberontak dengan ketakutan, membuat yang lainnya tertawa terbahak-bahak dan tanpa sadar melepaskan tangan mereka, membuat lelaki berkulit sawo matang dengan mata ungu itu terjun bebas ke Sungai Musi sambil sempat-sempatnya berteriak alay, "Kalian jahat! Aku tidak menyangka kalian benar-benar ingin aku mati, padahal aku masih ingin bersama kalian."
"Hei, Foss. Ini salam perpisahanku, aku tidak bisa berenang!" Teriak Vil menggelegar, membuat Zo'r lain mematung dan Ver yang cepat menyusul Vil, ikut terjun, untuk membantu lelaki berambut hitam yang alay itu. Setelah mereka sampai di tepian, Neo berkacak pinggang, "Ver, harusnya kau meninggalkannya di sana, lihat, dia pasti akan berkata macam-macam lagi."
"Ah, Ver, kamu ternyata sayang aku, ya. Sampai ikut terjun untuk bantu aku." Baru saja dikatakan oleh Neo, Vil sudah mulai alay lagi, sedangkan Ver, dia hanya mendengkus kesal, "Aku menyesal ikut terjun, aku mau ganti baju dulu, untung bawa."
Setelah dua lelaki yang basah itu mengganti bajunya di toilet umum yang ada, sepertinya mereka sudah antipasi ini terjadi, mereka langsung pergi ke dermaga, menggunakan jasa seorang kakek tua untuk mengantar mereka ke destinasi selanjutnya, Pulau Kemaro. Tempat yang dibangun untuk mengenang Pangeran Tan Bun An, Putri Siti Fatimah, dan pengawal mereka yang ikut terjun ke Sungai Musi untuk kembali mendapatkan emas yang berada di dalam tujuh guci tertutup sayuran yang merupakan hadiah dari Ayah Pangeran Tan Bun An yang dibuang ke Sungai Musi karena mereka tidak melihat lebih lanjut isinya.
Namun, ketika mereka baru saja kembali dari Pulau Kemaro, Maxime berada di sana, menunggu mereka. Sepertinya, ada yang mengenali mereka, dan juga karena teriakan Vil sehingga Maxime dengan cepat menuju Palembang, "Halo, Zo'r. Lama tidak berjumpa."
"Maaf, kami sedang sibuk. Nanti saja, ya, di Pulau Weda, Maluku Utara, tanggal 17 Maret. Jam 9 pagi. Terima kasih." Jawab Neo tidak peduli, lalu mereka semua masuk ke volant dan pergi, meninggalkan Maxime sendirian dalam kekesalannya.
[Cerita ini juga tersedia di Wattpad @FelitaS3]
@aisalsa09 yes, reinkarnasi. Btw makasii
Comment on chapter 00| Epilog