Loading...
Logo TinLit
Read Story - SEBUAH KEBAHAGIAAN
MENU
About Us  

Hari yang melelahkan. Aku merebahkan diriku di kasur, menatap langit-langit kamarku yang sederhana. Kamar yang sudah ku diami sejak kecil hingga aku sudah mahasiswa. Tiba-tiba mataku terpejam, terbayang seorang pria, sebuah pesta, sebuah kotak. Aku terbangun. Aku seperti mengingat sesuatu. Kepalaku terasa sakit.

***

"Hai, Vanya...!" sapa Jonathan, pacarnya.Vanya hanya membalas dengan senyuman.

"Lo kenapa, Van? Ada masalah di kampus? Atau kenapa, Van? Cerita sama gue." tanya Jonathan khawatir.

"Hmm, kemarin malem gue kebayang sesuatu, Nat." jawab Vanya menggantung.

"Lo mimpi apa?" desak Jonathan.

"Di mimpi gue itu ada seorang cowok, di pesta gitu, dn gue juga liat kotak hadiah gitu, Nat. Tapi, mimpi ini aneh, gue kaya bener-bener ngalamin. Dan anehnya lagi, bangun-bangun kepala gue sakit banget, apalai pas gue coba inget mimpi itu." jelas Vanya.

"Lo kecapekan kali, Van." Jonathan membelai lembut kepala Vanya. Vanya tersenyum.

***

"Dit, gimana ini. Vanya...." curhat Jonathan pada Dita, sahabatnya, juga sahabat pacarnya sejak SMA.

"Oh, iya? Ya bagus dong, ada kemajuan berarti. Tenang Jo, cepat atau lambat memang inget semuanya." jawab Dita menenangkan sambil menepuk bahu Jonathan.

***

Vanya yang sore itu sedang duduk di meja belajarnya, tidak bisa tenang. Hatinya masih terus penasaran akan mimpinya itu. Ia yakin benar bahwa apa yang di mimpinya itu memang pernah benar-benar terjadi. Ia terus mengingat-ingat mimpinya sedetail mungkin, bola matanya memutar, dia berpikir keras. Tiba-tiba, matanya diam dan tertuju pada sebuah laci paling bawah lemarinya yang jarang ia sentuh. Seperti mendapat pencerahan, ia cepat-cepat membuka laci itu, semua barang di dalamnya ia keluarkan. Benar dugaannya. Ia menemukan sebuah kotak, persis seperti yang ada di mimpinya. Di dalamnya, ia menemukan boneka anjing, gaun pesta, dan sepucuk surat. Dalam surat itu tertulis, "Happy Birthday, Vanya. Pakai gaun ini setelah kamu dapat surat selanjutnya. I LOVE YOU."   Vanya membelalak. Dipandanginya seisi kotak itu sangat lama. Vanya mencoba mengingat semuanya, namun tak ada yang teringat olehnya, justru ia merasakan sakit kepala yang begitu hebat.

 

"Vanya..!" sapa Bunda yang baru pulang dari kiosnya. Bunda Vanya yang tadinya berjualan di emperan kios, sekarang sudah memiliki kios sendiri, dan berhasil menyekolahkan Vanya sampai perguruan tinggi. Vanya sangat sayang pada Bunda, karena hanya  tinggal Bunda orangtua yang Vanya miliki.

 

"Bun, bunda tau soal kotak ini engga? Vanya kok lupa ya. Vanya berusaha nginget semua, tapi ga inget apa-apa, malah kepala Vanya sakit." tanya Vanya penasaran, sambil menunjukan kotak itu beserta isinya.

"Oh, itu dari teman SMA mu dulu, nak." jawab Bunda dengan tersenyum.

"Oh.." tetapi Vanya belum puas dengan jawaban Bunda

"Kalo engga, kamu tanya Dita. Dia kan juga teman SMA mu dulu, mungkin dia lebih tau dari bunda."

"Iya bun, Vanya juga pengen nanya Dita aja. Apa dari Dita?" tanya Vanya, tetapi bunda tidak menjawab.

***

Pagi itu, Vanya membawa kotak itu ke kampus. Ia segera menemui Dita.

"Dit, Dit, lo tau tentang kotak ini?" tanya Vanya penasaran.

"Mati deh gue, gue jelasin apa ke Vanya" batin Dita dalam hati.

"Woi, Dit! Malah bengong dia." teriak Vanya sambil mengguncang-guncang badan Dita.

 

Baru Dita ingin mengucapkan satu kata, Jonathan datang.

"Syukurlah, lo dateng disaat yang tepat Jo." batin Dita kedua kalinya.

"Hai, pada ngapain pagi-pagi. Gosipin siapa?" sapa Jonathan sambil tertawa, namun tawanya hilang setelah melihat kotak itu. Wajahnya berubah menjadi panik, namun dia berusaha tetap tenang.

"Hai, Nat! Nah, kebetulan ada lo. Ini Nat kotak yang ada di mimpi gue, berarti itu bukan mimpi Nat, itu emang pernah terjadi. Tapi sayangnya gue ga inget apa-apa." ucap Vanya pada kekasih yang sudah menemaninya selama tiga bulan ini.

 

Seketika, mata Jonathan dan Dita bertemu, sepertinya mereka berpikiran sama.

"Kalian kenapa jadi liat-liatan gitu sih." ucap Vanya kesal.

"Gue minta pendapat kalian, tapi kenapa kalian diem aja. Ada apa emang? Jangan bikin gue jadi penasaran." lanjut Vanya masih kesal.

"Eh, gue ada kelas lagi nih, gue duluan ya, Van, Jo!" Dita buru-buru menyudahi pembicaraan.

 

Semenjak Dita meninggalkan mereka berdua, mereka hanya duduk di tengah keheningan. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Vanya yang masih kesal dan penasaran, Jonathan yang masih berusaha menenangkan diri dari kepanikannya tadi. Akhirnya, Vanya mengalah.

 

"Nat, kayanya tadi lo kaya panik gitu pas pertama kali liat kotak ini? Lo tau sesuatu?" tanya Vanya seperti mendesak Jonathan.

"Mati gue." batin Jonathan kali ini. Keheningan kembali terjadi.

"Van, ke kantin yuk, gue belum sarapan." ajak Jonathan berusaha mengakhiri ketegangan yang terjadi.

***

"Dit, kayanya sekarang udah saatnya deh." ucap Jonathan di awal percakapan.

"Iya, Jo. Tapi apa lo udah siap?" tanya Dita khawatir.

"Apapun resikonya gue terima, demi kebaikan. Gue juga kasian liatnya." jawab Jonathan.

"Oke, kalo itu keputusan lo. Gue setuju banget, Jo."

"Gue punya rencana, Dit." Jonathan menjelaskan rencananya.

"Gue setuju. Yaudah lo hubungin yang bersangkutan dulu." Dita menyetujui.

"Oke, gue hubungin dulu ya, bye." Jonathan mengakhiri.

***

"Halo, tante. Besok rencananya saya sama Dita mau main ke rumah. Mau menyelesaikan masalah yang dulu, tan. Saya sama Dita udah diskusi, dan kami siap buat nerima resikonya.” Jonathan membuka percakapan

"Iya, tante juga setuju. Oke, besok ya."

Percakapan berakhir.

***

Malam itu, Jonathan tidak kunjung tertidur, ia gelisah. Otaknya terus bekerja. Ia takut salah mengambil keputusan. Setelah berjam-jam ia gelisah, akhirnya ia yakin pada keputusannya.

“Oke. Gue akan terima apapun resikonya.” Batin Jonathan sambil perlahan menutup matanya.

***

“Nat!” sapa Vanya pada kekasihnya di pagi itu dengan suara yang lantang.

Jonathan yang merasa terpanggil menoleh. Hanya menoleh. Rupanya ia masih harap-harap cemas akan keputusannya. Namun, ia tetap harus yakin.

 

Vanya yang terheran-heran dengan sikap Jonathan langung menghampiri kekasihnya itu.

“Lo kenapa, Nat? Ko ngga kaya biasanya?” tanya Vanya heran.

“Nggg.. Gue gapapa kok, Van.” Jawab Jonathan dengan senyum yang dipaksakan.

“Ke kantin yuk, Nat! Dita nunggu disana.” Ajak Vanya semangat.

 

Terdengar helaan nafas Jonathan.

“Semuanya akan dimulai.” Batin Jonathan.

***

“Hai, Dit!” sapa Vanya yang kemudian langsung menyambar kursi disebelah Dita.

“Eh Van, nanti sore gue main ke rumah lo ya.. udah lama gue ga main.” Pinta Dita, sesekali ia melirik pada Jonathan.

“Oh, boleh banget, Dit.” Vanya mengijinkan.

“Lo mau ikut ngga, Jo?” ajak Dita pada Jonathan.

Jonathan terhentak, ia kaget. Sepertinya sejak tadi ia melamun.

“Eeehhh.. iya-iya, gue ikut.” Jawab Jonathan buru-buru.

Mereka bertiga hanyut dalam canda. Namun, ada sedikit kekhawatiran dalam hati Dita. Karena ia melihat Jonathan yang terlihat ragu.

***

Jadwal kuliah Jonathan, Vanya, dan Dita sudah selesai siang itu. Mereka pulang ke rumah masing-masing. Jonathan dan Dita membuat janji untuk berangkat bersama-sama ke rumah Vanya. Jonathan menjemput Dita.

 

Di dalam mobil, mereka berdua terlihat cemas. Sejak tadi, tidak ada yang mengeluarkan sepatah katapun. Hanya terdengar helaan nafas, dehaman, dan suara mesin kendaraan.

 

“Jo, lo udah yakin kan?” akhirnya Dita membuka percakapan setelah sekian lamanya.

“Iya.” Jawab Jonathan singkat.

“Lo udah siap nerima resiko terburuknya? Lo..bisa-bisa...putus.” tanya Dita untuk kedua kalinya untuk meyakinkan. Namun, kali ini ia berhati-hati dalam pengucapannya.

“Iya, gue tau.” Jawab Jonathan singkat. Ada kecemasan dalam ucapannya.

***

 “Permisi, tante, Vanya.” Dita memulai.

“Eh masuk, Jo, Dit.” Bunda membuka pintu.

“Vanya, ini teman-temannya.” Bunda memanggil Vanya.

 

Vanya datang dengan sumringah, ia langsung duduk di samping kekasihnya.

 

“Van, rumah lo gada yang berubah, gue jadi inget masa-masa SMA kita.” Dita memulai sebuah skenario.

“Iya, Dit. Gue jadi inget, dulu masih bantuin bunda nitip dagangan ke kantin. Tapi, syukurlah sekarang bunda punya kios.” Vanya terbawa ke dalam suasana. Jonathan hanya diam, dan cemas.

“Van, lo masih inget ga temen-temen SMA lo siapa aja?” Dita memancing.

“Yang jelas elo, Dit.” Jawab Vanya sambil tertawa.

“Cuma gue? Coba lo inget-inget lagi.” Pinta Dita. Jonathan yang duduk disamping Vanya menyibukkan diri dengan ponselnya agar terlihat tenang, padahal hatinya was-was.

“Hmm.. siapa ya?” Vanya mencoba mengingat.

“Gue ga inget, Dit. Aduh, kenapa gue jadi pusing.” Lanjut Vanya, kemudian memegang kepalanya. Jonathan dengan segera meletakkan ponselnya dan membelai kepala Vanya. Mungkin ini terakhir kalinya pikir Jonathan.

“Van, gue boleh liat kotak kado yang waktu itu engga? Kayanya gue inget sesuatu.” Pinta Dita, sambil bertatapan dengan Jonathan. Jonathan menaikan alisnya, tersenyum pasi, sambil menghela nafas berat.

 

Vanya bangkit, lalu masuk ke kamarnya. Tidak butuh waktu lama untuk kembali. Seperti yang terskenariokan, Dita ijin ke toilet, meninggalkan Jonathan dan Vanya berdua.

 

Keringat mengucur deras dari kepala Jonathan, ia gugup, tapi mau tidak mau ia harus menyelesaikannya.

 

“Dita ke toilet. Terus gue dikasih tau nama yang kasih ini. Namanya...” ucap Jonathan menggantung.

“Siapa, Nat?! Jangan bikin penasaran.” Sergap Vanya.

“Tapi yakin lo ga akan marah? Kata Dita, lo punya masalah besar sama dia dulu.” Jonathan memastikan.

“Masalah besar?” Vanya mencoba mengingat, tapi kepalanya sakit.

Jonathan mengangguk.

“Van, gue mau tanya sama lo. Misal, lo punya pacar, tanpa lo tau ternyata pacar lo itu musuh lo waktu kecil. Dan pada suatu hari lo tau. Apa yang akan lo lakuin?”

“Entahlah Jo, kepala gue makin sakit. Gue gabisa mikir. Jadi siapa yang kasih tu kado.” Jawab Vanya.

“Hmmm... Jojo, Van.” Jawab Jonathan sambil menghelala nafas yang begitu panjang dan berat.

“Jojo?” Vanya lupa akan Jojo. Karena Vanya tetap tak bereaksi, Dita dan bunda menghampiri.

“Iya, Van.. Jojo. Lo sama dia musuhan semenjak dia jelek-jelekin lo sama bunda di kantin. Lo terus-terusan jutek sama dia. Tapi, dia suka sama lo. Akhirnya pas hari ultah lo, dia kasi lo kado ini. Dan dia nyuruh lo pake gaun ini di pesta ultah sahabatnya. Dan, pas di pesta ultah itu, Jojo nembak lo. Dan di saat yang sama pula, sahabat dia nembak lo juga. Akhirnya lo tau, kalo mereka taruhan buat dapetin lo.” Jelas Dita dengan yakin. Ia ingin semua berkhir.

 

Vanya memperhatikan kata demi kata yang keluar dari mulut Dita. Vanya terus mencoba mengingat, membayangkan. Walau Vanya terus mengaduh, Dita tetap meneruskan penjelasannya. Akhirnya, dengan sedemikian rupanya Vanya berjuang mengingat.

 

Vanya ingat.

 

“Jojo?! Gue benci sama dia. Dia udah nyakitin gue dua kali. Gue benci! Gue benci sama dia, Dit.” Tiba-tiba Vanya berteriak, lalu menangis. Ia ingat betul apa yang dirasakannya dulu. Dita mengusap pundaknya, dan memeluknya. Bunda mencoba menenangkan. Jonathan, dia hanya bisa menelan ludah, keringat semakin mengucur deras di tubuhnya.

“Tapi kenapa gue ga inget semuanya? Kenapa gue?” sambil sesenggukan, Vanya menatap bunda, Dita, dan Jonathan bergantian.

“Sekarang dimana Jojo, Dit? Gue mau ngomong sama dia. Lo punya kontaknya?” tanya Vanya setelah tenang.

“Gausah lo minta kontaknya, Van..” ucap Dita, Vanya mengernyitkan dahi.

“Jojo.... ada disini.” Lanjut Dita sambil menatap Jonathan, memberi kekuatan.

 

Vanya langsung menatap tajam kekasihnya itu sambil mengernyitkan dahi. Ia tak percaya. Ia melihat kepada bunda, dan Dita minta penjelasan.

 

“Sebenarnya empat bulan yang lalu kamu pernah amnesia sementara. Kamu tidak ingat beberapa hal. Suatu hari, Jojo datang ke rumah ini saat kamu sedang di kampus. Bunda ingat betul kejadian di kantin itu. Awalnya bunda menolak dia. Tapi dia menjelaskan semuanya, dia benar-benar cinta sama kamu. Dia meminta maaf ke bunda, dan kios itu sebenarnya pemberian Jojo sebagai permintaan maaf. Karena bunda melihat ketulusan pada Jojo, akhirnya bunda mau bekerja sama dengan Jojo, dan Dita dengan tidak memberi tahumu soal Jojo. Jadi, Jojo memperkenalkan diri sama kamu sebagai Jonathan, nama aslinya. Dia nembak kamu, kamu menerimanya. Kamu pun bahagia, bukan? Maafkan bunda, Jojo, dan Dita ya, Van. Kami semua berusaha membuatmu tetap bahagia, dan membuatmu lupa pada masa lalumu yang seperti itu. Maafkan kami, Van.” Bunda menjelaskan panjang lebar sambil meneteskan air mata, lalu memeluk Vanya.

 

Vanya hanya diam, mulutnya menganga, ia seolah-olah tak percaya semuanya. Ia berusaha memahami perkataan bunda.

Vanya meneteskan air mata, bertambah deras.

 

“Kalian.. kenapa sembunyiin ini dari aku?” tangisnya pecah.

 

Bunda, Jojo, dan Dita termenung. Setelah beberapa lama, Vanya bisa tenang walau sesenggukan. Vanya mengusap air matanya, lalu tersenyum.

“Iya, aku maafin bunda, Dita, sama kamu.. Jo. Aku ngerti maksud baik kalian” Ucap Vanya ramah, mengusap pundak mereka.

“Lo..ga mutusin gue?” tanya Jonathan  ragu.

Vanya menggeleng cepat.

“Kenapa gue harus mutusin lo. Lo udah bikin gue bahagia selama ini, lo juga udah bikin gue lupa sama masa lalu gue. Aku makasih sama kalian, Jo, Dit, sama bunda. Aku sayang kalian.” Ucap Vanya sambil memeluk mereka bertiga.

“I love you, Vanya.” Ucap Jonathan sambil membelai rambutnya. Vanya hanya tersenyum bahagia.

Segala hal berkahir dengan bahagia, kalau tidak bahagia maka itu bukanlah akhir dari segalanya. Tetaplah bersabar dan berjuang. Dan inilah hari esok yang ditunggu itu. Sebuah kebahagiaan.

Tags: romance drama

How do you feel about this chapter?

1 2 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SILENT
5904      1829     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
A Place To Remember
1082      675     5     
Short Story
Cerpen ini bercerita tentang kisah yang harus berakhir sebelum waktunya, tentang kehilangan, tentang perbedaan dunia, juga tentang perasaan yang sia-sia. Semoga kamu menyukai sepotong kisah ini.
Angel in Hell
564      430     0     
Short Story
Dia memutar-mutar pena di genggaman tangan kanannya. Hampir enam puluh detik berlalu dan kolom satu itu masih saja kosong. Kegiatan apa yang paling Anda senang lakukan? Keningnya berkerut, menandakan otaknya sedang berpikir keras. Sesaat kemudian, ia tersenyum lebar seperti sudah mendapatkan jawaban. Dengan cepat, ia menggoreskan tinta ke atas kertas; tepat di kolom kosong itu. Mengha...
Night Wanderers
19102      4562     45     
Mystery
Julie Stone merasa bahwa insomnia yang dideritanya tidak akan pernah bisa sembuh, dan mungkin ia akan segera menyusul kepergian kakaknya, Owen. Terkenal akan sikapnya yang masa bodoh dan memberontak, tidak ada satupun yang mau berteman dengannya, kecuali Billy, satu roh cowok yang hangat dan bersahabat, dan kakaknya yang masih berduka akan kepergiannya, Ben. Ketika Billy meminta bantuan Julie...
the Overture Story of Peterpan and Tinkerbell
15177      9533     3     
Romance
Kalian tahu cerita peterpan kan? Kisah tentang seorang anak lelaki tampan yang tidak ingin tumbuh dewasa, lalu seorang peri bernama Tinkerbell membawanya kesebuah pulau,milik para peri, dimana mereka tidak tumbuh dewasa dan hanya hidup dengan kebahagiaan, juga berpetualang melawan seorang bajak laut bernama Hook, seperti yang kalian tahu sang peri Tinkerbell mencintai Peterpan, ia membagi setiap...
JURANG
1051      529     5     
Short Story
Adikku memang orang yang aneh. Adikku selalu beri pertanda aneh untuk kehidupanku. Hidupku untuk siapa? Untuk adikku atau calon suamiku tercinta?
SATU FRASA
16729      3880     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...
ALIF
1724      851     1     
Romance
Yang paling pertama menegakkan diri diatas ketidakadilan
Katanya Buku Baru, tapi kok???
626      454     0     
Short Story
TITANICNYA CINTA KITA
0      0     0     
Romance
Ketika kapal membawa harapan dan cinta mereka karam di tengah lautan, apakah cinta itu juga akan tenggelam? Arka dan Nara, sepasang kekasih yang telah menjalani tiga tahun penuh warna bersama, akhirnya siap melangkah ke jenjang yang lebih serius. Namun, jarak memisahkan mereka saat Arka harus merantau membawa impian dan uang panai demi masa depan mereka. Perjalanan yang seharusnya menjadi a...