Loading...
Logo TinLit
Read Story - Ingatan
MENU
About Us  

Suara bel pulang sekolah

“Duluan ya” pamit salah seorang.

“Iya” jawab gadis berambut sebahu membereskan buku dan memasukan ke dalam tas.

Di ambang pintu kelas seseorang sedang menatapnya, tidak menyadari ada yang menatapnya gadis berambut sebahu itu dengan santai membereskan buku-buku. Di luar dia tetap memandang berharap segera ditemui, dan segera diketahui keberadaannya.

Ekhem…. Ekhem…. Salah satu teman gadis berambut sebahu batuk disengaja, tujuannya ya agar dia segera tau ada yang menunggunya di luar.

         Gadis itu menoleh ke ambang pintu, baru menyadari ada yang menungu. Ia menyimpulkan bibirnya, manis sekali ke arah laki-laki di ambang pintu. Segera ia bangkit dari kursi. Berlari kecil keluar kelas untuk menemuinya. Laki-laki itu sama sekali tidak merasa jengkel, baru disadari oleh gadis di depannya. Ia malah tersenyum balik.

Ekhem… semakin keras teman gadis berambut sebahu terbatuk tanda mengejek.

Tiba-tiba… gebruk…. Tubuh gadis berambut sebahu terjatuh di depan laki-laki itu. secepatnya laki-laki itu menahan tubuhnya. Wajahnya sudah mendarat di depan dada laki-laki itu. Sedangkan tubuhnya dirangkul. Seketika serasa ada yang berhenti saat mereka seperti dua orang berpelukan padahal tidak. Gadis itu tersandung gara-gara temannya mendorong, untung saja ada yang sigap menahannya.

Sorry” ujar temannya berlalu pergi. Bibirnya tersenyum puas.

“Maaf” gadis itu bangkit, merapihkan rambut dan bajunya.

“Kamu gak apa-apa?” suara laki-laki itu terdengar panik.

Gadis berambut sebahu mengangguk. Tidak apa-apa isyaratnya. Dia sudah bisa berdiri tegak. Lalu mengajak laki-laki itu pergi. Mereka pergi beriringan. Semua menatapnya iri.

“Kamu, dari tadi nunggu?” gadis rambut sebahu itu merasa harus bertanya, karena sepertinya laki-laki itu telah menunggunya jauh sebelum ia selesai dengan kegiatan dalam kelas.

“Iya, dari sebelum bel bunyi” segera setelah menyelesaikan kalimat pertamanya ia melanjutkan, “Tapi, itu tidak terlalu lama. Seperti hari-hari biasanya” laki-laki itu menatapnya dengan tersenyum.

“Bagus kalau memang tidak lama, takut saja kamu merasa kesal”

“Tidak sama sekali” matanya sangat tenang bahkan air pun kalah dengan sorot matanya.

Gadis itu tersenyum. Ia tahu pasti kalau jawaban-jawabannya adalah kata yang selalu membuatnya tidak terlalu resah. Tidak membuatnya jadi merasa bersalah. Syukurlah kau tetap seperti itu gumamnya dalam hati. Mereka menyusuri jalanan yang mulai sepi. Keheningan segera datang. Di antara merek saling diam.

Dwar..dwar… suara petir mengagetkan keduanya. Awan siang ini sedang tidak baik. Sebentar lagi akan turun hujan. Mereka akhirnya membuka suara “Mau hujan”, “Bakal hujan” katanya bersamaan, lalu saling menatap, memecah keheningan dengan berkata hal yang sama, suasana malah jadi kikuk.

“Hehe.. kok bisa ya?” tanya laki-laki itu menengadah ke langit-langit.

Gadis itu menganggkat bahu, “Entahlah, kamu sendiri kenapa?” balik bertanya.

Laki-laki itu menurunkan kepalanya, berbalik memandangi gadis disampingnya, “Entahlah juga, oh iya ini udah jam berapa?”

Gadis itu menarik tangan kanannya yang melingkar jam tangan berwarna hitam. Jam menunjukan pukul 02.30. Tidak mau mengatakannya, gadis itu hanya menunjukan jamnya di depan wajah laki-laki itu.

Laki-laki itu menggangguk, “Udah siang ya?”

“Kamu, kok jarang pake jam tangan?” tiba-tiba gadis berambut sebahu bertanya hal lain.

“Aku tidak terlalu tertarik dengan jam tangan, dipakai saja kalau ingat. Kalau tidak ya sudah tidak pake” katanya sambil memandang pergelangan tangan yang tidak terpasang apa-apa. “Lagian paling tidak suka kalau meninggalkan bekas, dan itu membuat jadi tidak keren” pernyatannya jadi terasa menggelitik.

“Apa? Keren?” kataya terkekeh mendengar ada kata paling menonjol untuk dibahas.

“Hehe…” ia malah tertawa, “Iya benerkan? Ada yang salah?” tanyanya membela diri.

“Oke… oke bisa diterima” tangannya digerakkan saat itu.

“Kalau kamu sendiri, kenapa suka pake jam tangan. Gak takut jadi belang?” ia memberikan pertanyaan yang sama. “Jawabannya harus lebih baik ya” tawarnya sebelum gadis berambut sebahu menjawab pertanyaannya.

Gadis itu menggangguk-angguk setuju, ia menarik napasnya yang mulai terasa sesak, “Karena kalau seorang perempuan mengenakan akseseoris di tangan terlebih jam tangan…” gadis itu tidak melanjutkan.

Mata laki-laki itu disipitkan dan dahinya berkerut, tidak sabar mendengar pernyataan selanjutnya.

“Membuatnya terlihat elegant, kau tau seseorang yang selalu memakai jam tangan selalu tepat waktu” katanya terlihat bangga.

“Apa?” ada kejanggalan di sana, “Yakin, bukannya kamu tiap hari…”

Buru-buru gadis itu memotong pembicaraan, “I Know I know, always late hahah… kau tau kenapa? Karena jam rumah selalu berbeda dengan jam sekolah” ia segera menyimpulkan agar alasannya bisa diterima dengan masuk akal. Jadi bukan sekadar mengada-ada.

“Bukan aku loh yang ngomong” laki-laki itu membela diri.

Bibir gadis itu dilekukan ke bawah, artinya sedikit menerima pembelaan orang disampingnya. “Iya, iya aku tau” segera mengungkapkan lewat kata-kata.

“Eliann….. Eliann….” Ada teriakan

                                                                           ***

Mama kaget melihat Elian masih mengunci pintu kamarnya, hari semakin pagi dan Elian belum juga bangun. Ini bukan hari libur, tapi Elian masih tenang bersembunyi dalam selimbutnya. Mama mengetuk pintu Elian berkali-kali, memanggil Elian berkali-kali. Kegiatan ini sudah menjadi rutinitas Mama di pagi hari selain menyiapkan sarapan. Terlebih lagi semakin kesal gara-gara Elian kadang pulang malam.

“Elian!” teriak Mama marah.

Beberapa kali juga terdengar suara alarm, lalu kemudian alarm itu mati mengenaskan.

“Hmm” suara seraknya masih mampu terdengar ke luar kamar.

“Buruan mandi, udah siang” Mama berteriak lagi seperti sedang berada di hutan. Mama menatap pintu kamar Elian dengan kesal bercampur marah. Segera membalikan tubuh meninggalkan kamar Elian, di meja makan semua keluarga sudah menunggu Mama menghidangkan sarapan hari ini.

Elian bangun dengan tertatih-tatih, kepalanya sangat pusing. Tubuhnya sedikit lemas. Mau tidak mau ia harus secepatnya mandi. “Duh, bakal telat lagi” Elian merengek seperti biasanya, tubuhnya mendorong pintu kamar mandi. Melihat air bak seperti melihat salju, “Pasti dingin” pikirnya masih belum mendekat ke arah bak.

Sepuluh menit kemudian Elian sudah memakai seragam abu-abunya, rok rempelnya di rapihkan karena sedikit melipat. Bajunya dimasukan ke dalam rok yang dipaksakan karena kekecilan. Rambutnya disisir rapih jangan sampai rambut pagi ini terlihat sangat badly. Tas punggung dikaitan sebelah di pundak kiri.

“Elian cepat turunn!” Mama berteriak dari dapur di lantai bawah. Suara Mama akhir-akhir ini jadi berubah. Seperti tukang obat di pasar. Kalau enggak kaya ibu-ibu kos galak. Seingat Elian, Mama dulu punya suara yang halus dan biasa aja.

Dug..dug..dug.. suara kaki turun dari tangga terdengar sampai ke meja makan.

“Setiap hari berangkat siang?” Ayah menatap Mama yang menuangkan susu segar dari kotak ke gelas.

Mama tidak menjawab, terus saja menuangkan susu sampai dibibir gelas. “Bukan siang, tapi tiap hari kesiangan. Tadi malam juga baru pulang jam 8an. Apa tidak kerlaluan hal seperti ini?” Mama sepertinya mulai kesal. Susu kotak disimpan kembali kedalam kulkas.

“Kenapa diizinin pergi?” Ayah berdiri, mengambil tas hitamnya.

“Udah dibilangin pulangnya jangan terlalu malam” jawab Mama ketus.

Elian yang sedang dibicarakan, datang mengagetkan. Ia berlari buru-buru, “Ma, Elian berangkat ya… gak sarapan dulu” katanya terlihat cape. Dan tidak ingin mendengar ocehan Mama pagi ini.

Mama tidak menatap ke arah Elian, sibuk membereskan piring kotor dan menyimpannya ke bak cucian. Ayah yang juga masih di meja makan tidak berkomentar apa-apa. Wajahnya penuh tanya, terlebih lagi sikap Elian akhir-akhir ini membuat semua orang rumah geram.

Tidak mendapat respon apa-apa dari Mama ataupun Ayah. Elian berlari kembali keluar rumah. Suara pintu ditutup terdengar nyaring. Sepertinya pintu ditutup begitu saja. Elian sama sekali tidak mempedulikan hal itu yang penting tidak terlambat dan masih ada bus.

Dalam rumah, Ayah belum pergi. Menunggu pernyataan Mama selanjutnya, Mama seperti sudah tidak mau berkata lagi. Ayah memulai pembicaraan yang sedikit mengagetkan, “Ingatan Elian sudah mulai pulih? Atau semakin tidak baik?” tanya Ayah agak takut.

Sontak Mama terdiam sejenak, menatap piring-piring kotor itu dengan mata terbelalak. Apa maksudnya pikir Mama belum juga mengerti. Tangannya lemas sekali, sampai menopangkannya di bak cucian. “Tidak tau… soal itu” jawab Mama terbata-bata. Ada rasa sakit menjejal hati Mama. Padahlkan banyak sekali yang belum Elian ingat kata-kata ini yang seharusnya ke luar dari mulut Mama.

“Kau pasti tau, jangan terlalu ngomel-ngomel, lakukan seperti dua tahun lalu sebelum dia kecelakaan. Biar ingatannya kembali pulih” Ayah berkata dengan tenangnya.

Mama membalikan badan, memandang Ayah di pinggir meja makan. “Apa yang harus diingat, Elian sudah mengingat semuanya. Bahkan dia tidak melupakan keluarganya” kata Mama lebih tegas, “Sudahlah, cepat pergi ke kantor ini sudah siang” Mama mengalihkan pembicaraan, tidak mau membahas hal ini lagi.

Ayah mengangguk saja, sepertinya bukan hal baik untuk membahas masalah ini. Istrinya sama sekali tidak merespon dengan baik. Padahal ini masalah serius. Ayah pergi meninggalkan ruang makan, dengan perasaan masih penuh tanya.

***

Dalam bus Elian duduk melamun sambil menatap keluar jendela. Mimpi tadi membuatnya tak paham. Siapa itu? gadis berambut sebahu, wajahnya nyaris menyerupai Elian. Bahkan ia memainkan peran sebagai gadis berambut sebahu itu. Dan lagi ada yang menganjal dipikirannya. Laki-laki dengan wajah sedikit terangkat. Siapa itu? terus ia bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Néng, ongkosnya” kata seorang kondektur menepuk pundak Elian.

Elian masih memperhatikan jalanan, tidak peduli kondektur menepuknya.

Néng” sekali lagi.

Elian langsung mengalihkan pandangan, wajah kondektur itu tiba-tiba berubah menjadi wajah laki-laki yang tadi ditemuinya dalam mimpi. Lantas saja Elian tersendak kaget luar biasa, tubuhnya terdorong kebelakang, tangannya terangkat. Menjauhi tubuh si kendektur.

“Eh si Enéng malah kaget” celotehnya, tangan kondektur itu berpegangan pada senderan jok Elian. Wajahnya kembali seperti semula, bukan wajah laki-laki dalam mimpi melainkan wajah kondektur yang penuh keletihan.

Bukan kepalang kagetnya, Elian segera meraih tasnya mengeluarkan dua lembar uang dua ribuan dari tas lalu memberikan pada kondektur di samping. Tasnya kembali di sletingkan, ia memeluk tasnya erat. Pikirannya kembali bertanya. Di mimpi ia begitu akrab dengan laki-laki itu. Bahkan sangat akrab. Apakah ada pertanda dari mimpinya, atau pertanda buruk. Elian meremas tasnya kuat. Memikirkan hal itu membuatnya seperti sedang djavu. Sudah Elian tidak apa-apa segera mungkin ia menepis pikiran anehnya.

Kondektur kembali mengagetkan Elian, kali ini ia memberi tahu kalau sebentar lagi menuju jalan SMA 1 Merdeka. Elian segera mengaitkan tasnya. Bersiap-siap turun dari bus sesak ini.

Elian turun dari bus, menyebrang menuju pintu gerbang. Hari ini meskipun agak terlambat, pintu gerbang masih menganga lebar. Ia bisa berjalan dengan tenang. Tentunya lolos dari ribuan pertanyaan juga ocehan satpam.

Apa ocehan satpam? Sepertinya sudah sangat akrab baginya. Tapi dulu waktu baru masuk SMA jarang kesiangan malah hampir belum pernah, awal duduk di kelas 11 mulai sering kesiangan. Tidak. Bukan serasa pernah kesiangan sebelum hal ini.

         “Elian!” teriak seseorang dari belakang sana.

Elian menggelengkan kepala, menghentikan hal aneh yang terus berkelebat dalam pikiranya. Ia menyadari ada yang memanggil. Huh… Elian menghela napas, seperti orang malas. Dihentikannya langkah kaki. Berdiri memaku menunggu orang itu menghampirinya. Sesaat kemudian ia sudah berada di samping Elian, mereka melanjutkan perjalanan, “Tumben gak kesiangan” katanya sangat akrab.

“Mau belajar on time” jawab Elian datar.

“Loh…loh…kok masih pagi udah jutek sih” memancing kemarahan Elian.

Elian menghentikan langkahnya, menatap wajah orang disampingnya kesal, “Yang jutek aku, yang telat aku. Jangan banyak tanya. Oke” Elian tersenyum mengejek.

“Elian biasa aja kali. Kakak cuman bercanda”

“Kak Randy yang paling ganteng” Elian kembali menyunggingkan senyum dipaksa, “Aku … juga cuman bercanda. Dan bye…” Elian melambaikan tangan, lalu meninggalkan Kak Randy.

Masih di tempatnya Kak Randy diam mematung memperhatikan Elian yang semakin lama semakin menjauh. Tidak ada lagi yang mau dibantah, lagian Elian sudah mengatakan “Bye” dengan jelas. Kak Randy tersenyum mengingatnya, lalu segera pergi menuju kelas.

Elian berjalan terburu-buru, takutnya Kak Randy malah mengikutin dari belakang, “Apaan sih, pagi-pagi udah bikin badmood” celotehnya sambil berjalan terburu-buru.

Di kelas suasana begitu kacau, entah apa yang mereka katakan semua membualnya begitu saja. Bising, berisik, tak peduli. Elian menghela napas, ia mengambil tempat duduknya, melempar tas di atas meja. Kepalanya disandarkan ke atas meja dengan berbantalkan tas sekolah. Tidak peduli seperti orang kurang tidur, ia tetap melakukannya. Lama-kelamaan kepalanya semakin pusing.

Hoamm… Elian menguap tiba-tiba. Ini masih pagi sudah ngantuk. Tak mau lama-lama matanya ikut terlelap.

“Aduh…masih pagi, Néng!” teriak Mika pada telinga Elian.

Elian mengerjap kaget, baru saja akan tidur dikagetkan suara Mika yang lantang sampai ke penjuru kelas. “Apaan sih!” suara Elian meninggi kepalanya diangkat memastikan siapa pengacau itu.

“Ngantuk ya?” seperti orang mengejek, “Maaf deh, gara-gara kemarin kan?” Mika duduk di kursinya depan Elian.

“Hmmm” selanya.

“Tuh, Risa juga gak masuk. Katanya sakit”

“Hmm…” Elian menarik tasnya dari atas meja, lalu mengaitkan pada kursi. “Dan lo gak ngerasa ngantuk apa?” Elian mulai berontak.

“Hahah…. Gue udah biasa, tanyain Sofie” Mika mengarahkan jari telunjuknya ke muka Sofie.

Sofie yang saat itu sedang membaca majalah Gadis hanya bisa menggeram tidak berkomentar apa-apa. Hanya terdengar suara lembaran buku yang dibulak-balik.

“Oh iya, mungkin ini sedikit agak konyol” Elian memperbaiki posisi duduknya. “Tapi hari ini, gue beberapa kali djavu. Dan gue ngerasa itu pernah terjadi, tapi kapan?” Elian mengangkat tangannya.

Mika mengikat rambutnya, “Gimana sih, ya itu namanya djavu. Ngerasa pernah, tapi kita gak pernah ngelakuin. Mungkin aja masa lalu lo” Mika bersuara seakan ini semua hanya kejadian biasa dan tidak terlalu serius.

Sofie yang dari tadi baca majalah, jadi tertarik, “Baru hari ini lo ngerasinnya?” Sofie menutup majalahnya, lalu beralih pandang ke Elian, “Coba lo jelasin ke kita, biar kita paham apa maksudnya”

“Tadi, gue mimpi ketemu sama anak laki-laki seusia gue dia pulang bareng gue. Dan gue ngerasa deket banget sama orang itu, tapi siapa? Mukanya kaya yang familiar. Terus gue tadi djavu di depan gerbang, gue ngerasa sering banget kesiangan, padahalkan kalian tau, gue kesiangan mulai dari kelas dua, satu tahun lalu mana pernah gue kesiangan. Ah… pokonya kaya yang udah jadi kebiasaan” Elian mengangkat kedua tangannya. Ada rasa penasaran yang tergambar di sana.

Sofie mencoba menerjemahkan dengan apa yang baru ia dengar, ia menimbang-nimbang. Tangannya menggaruk pelipis yang tidak gatal. Dirasa sudah cukup dengan pemikirannya ia mulai bersuara, “Mungkin kejadian pas lo SMP” kata Sofie merasa yakin.

Elian mengingat-ingat kembali apa yang terjadi pada dirinya, waktu SMP. Kejadian apa? Dan sepertinya dia sudah lupa total tentang hal itu. “Gue gak inget apa-apa di masa SMP” Elian menggelengkan kepalnya, frustasi.

“Oke, kayanya ada hubungannya dengan masa lalu lo itu deh.” Mika menebak-nebak dengan apa yang ia katakan.

Sofie merapatkan tangannya di dada, punggunya bersandar pada sandaran kursi, “Oke, apakah sebelumnya lo pernah kecelakaan atau punya penyakit yang menyebabkan lo lupa ingatan?”

Elian terdiam sejenak, apa kecelakaan. Seingatnya tidak pernah terjadi kecelakaan, dulu dua tahun lalu ia memang pernah terbaring di rumah sakit, tapi Mama tidak mengatakan apa penyebab ia bisa berada di rumah sakit, mungkinkah dia memang kecelakaan, “Engga gue gak tau hal itu” ia tidak bisa mengatakan hal lain selain tidak tahu untuk hari ini.

Di sela-sela pembicaraan mereka, bel masuk berdering lebih keras dari biasanya.

“Bel… huh….” Mika menghela napas panjang, kepalanya lunglai ke meja.

“Mika, kebiasaan lo kalo denger bel masuk” Sofie memasukan majalahnya, dikeluarkannya buku pelajaran jam pertama.

Di pinggir Sofie, Elian dengan malasnya mengeluarkan buku tulis. Saat membuka tiap lembaran buku catatan ada yang menarik perhatiannya. Beberapa soal matematika belum ia kerjakan satu pun. Ini membuat Elian tersendak kaget. Apalagi guru matematika, Pak Yusuf selalu datang tepat waktu dan tidak pernah lupa tugas yang diberikan. “Hah!” matanya terbelalak, seketika mulutnya menganga agak lebar.

Sofie yang sedang memperhatikan pintu kelas, ikut kaget, “Kenapa?”alisnya berkerut.

“Ini… ini…” seolah-olah ada yang menyeka tenggorokannya.

“Apa?” Sofie mentap heran ke arah Elian.

“Tugas matematika belum dikerjain” katanya panik.

Seolah sudah paham apa yang dikatakan Elian, Sofie menaruh buku tugasnya ke atas buku tugas Elian.Tanpa nego lagi Elian langsung membukanya, dan menyalin tugas Sofie. Ia memang selalu tidak pernah lupa dengan tugas, tapi kadang juga mereka lupa sampai harus datang pagi sekali untuk nyontek ke temen lain yang pada beres.

“Buruan ya, ntar Pak Yusuf keburu datang”

Elian mengangkat jempolnya dengan cepat, lalu melanjutkan kembali mengcopy.

Druk…druk…drukkk…. Suara paling menakutnya yang pernah anak-anak kelas dengarkan selain suara hantu.

Edan… Pak Yusuf” teriak salah seorang diambang pintu, dengan cepatnya ia berlari ke tempat duduk.

Semua murid dengan sigapnya memperbaiki posisi duduk, mempersiapkan buku catatan, buku tugas, dan lembar kerja siswa, sebagian lagi masih sibuk nyalin tugas.

“Elian… dipercepat…” ada rasa takut yang tak karuan dari suara Sofie.

“Nih” Elian melempar buku tugas Sofie. Untung saja hanya dengan waktu beberapa menit ia bisa membereskan. Tidak perlu memakan waktu berjam-jam untuk sekadar menyalin tugas.

“Assalamualaikum” sapa Pak Yusuf dengan wajah berseri-seri.

“Waalaikum salam” jawab semua murid dalam kelas.

“Selamat pagi!” Pak Yusuf menyimpan buku-buku yang dibawanya di atas meja.

“Pagi” jawab sebagian murid dengan enggan.

“Sepertinya hari ini kalian tidak ada semangat untuk pelajaran saya” ketusnya, “Kalau begitu untuk merefresh otak kalian di pagi yang cerah ini, sekarang kita u..la…ng..an..!” dwar…. Seperti ada bom atom tiba-tiba dijatuhkan di tengah-tengah kelas.

“Apa?!” teriak semua secara serentak, terikan itu penuh energi.

“Oke siapkan kertas selembar” Pak Yusuf semakin ketus saja, ia mengenakan kaca mata bacanya. Mengambil spidol di tempat pensil dan baru akan menulis soal di papan tulis, tiba-tiba seorang murid berteriak dengan santai. “Pak, jangan bercanda… kami kan belum menghapal” ia duduk di barisan pinggir pojok.

Pak Yusuf memelototinya, “Masak tidak menghapal, hari ini ada tugaskan, dari semalam kalian pasti sudah mengerjakan tugas itu sekalian menghapal juga” atmosfer disekitarnya berubah jadi semakin dingin dan mencekat.

Kasak-kusuk murid yang hanya bisa pasrah, mengawali ulangan dadakan pagi ini. Semua merasa kecewa, padahal tidak semua mengerjakan tugas sendiri.

Elian di barisan ke dua meja ke-3 memandang papan tulis dengan pikiran entah kemana ada sesuatu yang kembali diingat. Djavu lagi. Berkelebatan potongan film tak jelas menari-nari di dalam pikirannya.

“Apa? Ulangan dadakan?”

“Iya untung ada Andre yang menghentikan ulangan hari ini”

“Serius?bagaimana bisa?” sama sekali tidak percaya.

“Andre selalu tau cara terbaik menolak ulangan dadakan” laki-laki itu tersenyum bahagia.

“Sofie…gue… djavu lagi…” raut wajahnya seketika menjadi lemas.

“Apa? Djavu lagi?” bisik Sofie berhati-hati menjaga volume suaranya, takut Pak Yusuf mendengar, kalau sudah begitu selalu ada oleh-oleh.

Elian mengangguk sambil terus menulis soal dari papan tulis ke kertas selembar.

“Nanti kita bahas” bisik lagi Sofie.

****

Mungkin, ada yang lo lupain di masa-lalu atau lo lupa karena hilang ingatan atau bisa juga lo punya penyakit al-zaimer. Sampai yang lo lupain cuman diri lo di masa lalu. Coba tanyain ke ibu lo. Bisa menjawab semuanya mungkin. Tapi gue yakin semua pernah terjadi dalam kehidupan lo. Ini adalah djavu paling aneh yang pernah gue denger. Ini hampir sama dengan kembalinya ingatan. Atau lo inget-inget lagi masa smp lo, mungkin itu kuncinya” kata-kata Sofie tadi di sekolah seakan terus terngiang di telinga Elian, apa harus dia bertanya pada Mama soal hal ini. Masa-masa SMP sama sekali tidak ada yang diingat, cuman satu yang diingat Elian, pernah menerima penghargaan di acaran perpisahaan sekolah. Itu saja hal lain nihil hasil.

Elian mengunci pintu kamar, diraihnya poto year book yang diambil secara sembunyi-sembuyi di kamar Mama. Tiap lembar ia buka, belum juga mendapatkan orang yang dia kenal. Lembar selanjutnya ada dirinya dalam jajaran anak kelas 9c. Setiap orang yang ada di poto sama sekali tidak ia ingat. Seolah-olah dia berdiri bersama orang lain, lembar selanjutnya malah semakin aneh. Poto kebersamaan kelas. Dia begitu akrab dengan semua teman kelas. Diperhatikannya terus, nihil. Sama sekali tidak ingat. Lembar selanjutnya…..

“Apa?” teriak Elian kaget, ia menutup bibirnya dengan telapak tangan.

Di poto profil anggota kelas, dirinya bernama Bunga Sasmira Arani. Keluh seketika yang ia rasakan, kakinya bergetar hebat. Matanya mulai berkaca-kaca ingin mengeluarkan air mata. Bluk… album foto year book ditutup dengan kerasnya, ia tidak mau membuka ke halaman selanjutnya. Buku itu jatuh dari genggamannya. Dan ia tidak peduli

Sambil bersandar pada lemari, Elian menjatuhkan tubuhnya lunglai. Apa yang sebenarnya terjadi? Pembohongan macam apa ini? Ada dusta diantara keluarga ini? Elian meratapi apa yang terjadi dihadapannya rasa sesak memenuhi isi hatinya. Mungkin ini semua pertanda bahwa kebenaran terkubur jauh dalam-dalam. Elian merintih pilu, beberapa kali ia memukul dadanya, lalu di atas langit-langit kamar semuanya menghitam sangat hitam dan gelap.

*****

Satu lembar lagi album year book ada wajah deretan orang yang dikenalnya dalam mimpi. Wajah yang berada di antara laki-laki kelasnya. Tubuhnya berdiri tersenyum polos. Lembar berikutnya ada  poto dia sedang bermain gitar sedang yang lain menggunakan beragam alat musik. Lembar berikutnya ia berpakaian layaknya seorang polisi dengan pangkat dibahu.

“Kamu mau jadi apa nanti?” tanya laki-laki itu santai setelah ia bisa bertemu.

Gadis rambut sebahu terdiam memikirkan jawabannya, “Hmm… ingin jadi wartawan atau kalau engga jadi pembawa acara” .

Laki-laki itu mengangguk paham, “Cocok, kamu orangnya berani bicara di depan umum dan kamu banyak bertanya, itu sangat cocok buat kamu, semoga kau cepat menjadi apa yang kau inginkan” menggakat jempol.

“Amin, by the way kamu sendiri mau jadi apa?”

“Polisi”

Gadis sebahu tertawa ringan, “Kamu sangat bersemangat, kenapa enggak mau jadi atlet?”

“Basket, volly, sepak bola itu cuman hobi, sehebat apapun aku bermain basket aku tidak akan menyalurkannya menjadi bagian dari hidupku di masa depan, mereka hanya teman bagi kesepian dalam hidupku” ia menghentikannya sejenak dan melanjutkannya lagi, “Sedangkan polisi adalah kewajibanku sebagai warga negara, ikut menjaga kedamaian, menegakkan hukum dan menjungjung tinggi kedisiplinan”

“Wow!wow! serius kamu….. aku enggak bisa ngomong apa-apa lagi, kamu lebih dari seorang bijaksana” gadis rambut sebahu mengangkat kedua jempolnya, “Kamu lebih hebat ternyata” mengulas senyum paling manis pada laki-laki disampingnya.

Pada lembar terakhir year book kelas tersebut ada biodata laki-laki dalam mimpi

Nama                 : Ryan Mathew

Alamat               : Sukasenang No.15

Sosmed  : twitter @ryann_24

Pesan                 : Sukses satu angkatan, sukses tim basket, sukses Bunga!

Kesan                 : Sekolah terbaik, kisah terbaik, ketua OSIS terbaik

 

****

"Hei" gadis rambut sebahu membuka matanya segera. Membalikan badannya memandang siapa orang yang menepuk pundaknya.

"Kamu kenapa? Bengong? Mikirin apa?" tanya laki-laki itu. Ia sudah duduk membelakangi gadis sebahu.

Darimana kamu? tiba-tiba datang mengagetkan batinnya "Datang datang mengagetkan"

"Hehe maaf ya, suruh siapa bengong!" laki-laki itu malah tertawa.

"Enggak" jawanya  singkat.

"Nanti aku tunggu kamu pulang sekolah ya"

"Gak bisa, aku ada rapat OSIS" secepatnya ia bangkit merasa kaget dengan pernyataan laki-laki yang mulai bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh, "Ya udah aku tunggu kamu " ujarnya sambil terus meningalkan gadis itu.

"Ih gak usah" teriaknya lagi. Laki-laki itu terus berjalan tanpa mau peduli dengan jawaban gadis berambut sebahu.

*****

Pada tempat yang sama angin-angin berhembus lebih kencang mereka menyentuh lapisan kulit. Rasanya menggigil luar biasa. Langit-langit mulai mendung dari sejak angin ini terus berhembus. Lalu tiba-tiba suara gelegar paling nyaring berdering memanggil-manggil tak lama hujan mengguyur santainya membasuhi daun-daun kering di atas halaman yang sangat kotor tidak dirawat. Kreket….kreket….. beberapa kali suara jendela tak rapat berbunyi, sangat sepi dan menakutkan. Hujan membasahi tempat itu, hujan juga membasahi tempat duduk beton pinggir pohon jati.

Dan waktu akan kembali mengingatkan semua yang telah terjadi.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ruang, Waktu Dan Cinta
5020      1639     0     
Romance
Piya Laluna, Gadis yang riang itu berubah kala ia ditinggal ayahnya untuk selama-lamanya. Ia kehilangan semangat, bahkan ia juga jarang aktif dalam komunitas sosialnya. Selang beberapa waktu, ia bertemu dengan sosok laki-laki yang ia temui di beberapa tempat , seperti toku buku, halte, toko kue, dan kedai kopi. Dan di ruang waktu itulah yang memunculkan rasa cinta diantara keduanya. Piya yang sed...
RAHASIA TONI
40026      5221     62     
Romance
Kinanti jatuh cinta pada lelaki penuh pesona bernama Toni. Bukan hanya pesona, dia juga memiliki rahasia. Tentang hidupnya dan juga sosok yang selalu setia menemaninya. Ketika rahasia itu terbongkar, Kinanti justru harus merasakan perihnya mencintai hampir sepanjang hidupnya.
Accidentally in Love!
421      279     1     
Romance
Lelaki itu benar-benar gila! Bagaimana dia bisa mengumumkan pernikahan kami? Berpacaran dengannya pun aku tak pernah. Terkutuklah kau Andreas! - Christina Adriani Gadis bodoh! Berpura-pura tegar menyaksikan pertunangan mantan kekasihmu yang berselingkuh, lalu menangis di belakangnya? Kenapa semua wanita tak pernah mengandalkan akal sehatnya? Akan kutunjukkan pada gadis ini bagaimana cara...
MONSTER
6116      1694     2     
Romance
Bagi seorang William Anantha yang selalu haus perhatian, perempuan buta seperti Gressy adalah tangga yang paling ampuh untuk membuat namanya melambung. Berbagai pujian datang menghiasi namanya begitu ia mengumumkan kabar hubungannya dengan Gressy. Tapi sayangnya William tak sadar si buta itu perlahan-lahan mengikatnya dalam kilat manik abu-abunya. Terlalu dalam, hingga William menghalalkan segala...
A & B without C
258      227     0     
Romance
Alfa dan Bella merupakan sepasang mahasiswa di sebuah universitas yang saling menyayangi tanpa mengerti arti sayang itu sendiri.
BlueBerry Froze
3436      1071     1     
Romance
Hari-hari kulalui hanya dengan menemaninya agar ia bisa bersatu dengan cintanya. Satu-satunya manusia yang paling baik dan peka, dan paling senang membolak-balikkan hatiku. Tapi merupakan manusia paling bodoh karena dia gatau siapa kecengan aku? Aku harus apa? . . . . Tapi semua berubah seketika, saat Madam Eleval memberiku sebotol minuman.
Unthinkable
12803      2246     6     
Romance
Cinta yang tidak diketahui keberadaannya, namun selalu mengawasi di dekat kita
JEOSEUNGSAJA 'Malaikat Maut'
10435      2459     1     
Fan Fiction
Kematian adalah takdir dari manusia Seberapa takutkah dirimu akan kematian tersebut? Tidak ada pilihan lain selain kau harus melaluinya. Jika saatnya tiba, malaikat akan menjemputmu, memberikanmu teh penghilang ingatan dan mengirim mu kedimensi lain. Ada beberapa tipikel arwah manusia, mereka yang baik akan mudah untuk membimbingnya, mereka yang buruk akan sangat susah untuk membimbingny...
Black Envelope
356      243     1     
Mystery
Berawal dari kecelakaan sepuluh tahun silam. Menyeret sembilan orang yang saling berkaitan untuk membayarkan apa yang mereka perbuatan. Nyawa, dendam, air mata, pengorbanan dan kekecewaan harus mereka bayar lunas.
BACALAH, yang TERSIRAT
9511      1983     4     
Romance
Mamat dan Vonni adalah teman dekat. Mereka berteman sejak kelas 1 sma. Sebagai seorang teman, mereka menjalani kehidupan di SMA xx layaknya muda mudi yang mempunyai teman, baik untuk mengerjakan tugas bersama, menghadapi ulangan - ulangan dan UAS maupun saling mengingatkan satu sama lain. Kekonyolan terjadi saat Vonni mulai menginginkan sosok seorang pacar. Dalam kata - kata sesumbarnya, bahwa di...