“Merelakanmu merupakan suatu keberanian dalam hidupku, ingin rasanya memilikimu namun tak bisa.”
“Hai day? Kemana aja lu, udah 3 hari nggak ngampus.” Tanya geya sambil menjolak bahuku.
“Aku lagi sedih nih ge huhuhu.” Jawabku sambil melihatkan wajah murung.
“Sedih kenapa day? Lu dihubungi aja susah banget day, kayak udah ditelan bumi nggak ada kabarnya.” Sahut geya dengan penasaran.
“Arga ge..” Dengan memperlihatkan wajah sedih.
“Kenapa sama arga day? Dia nggak kenapa-napa tu, aku sering ngelihat dia di kampus.” Jawab geya sambil memikir keras.
“Bukan ge, arga jahat ge. Dia nyakitin aku ge, aku kan hanya ingin berhubungan baik dengannya tapi dia menyuruhku untuk menjauhinya. Aku kecewa banget sama dia ge.” Sambil menahan air mata.
“Lah kenapa arga gituin kamu day? Emang kamu ada buat salah sama dia yaa?” Tanya geya dengan penasaran.
“Entahlah ge, aku juga gatau. Dia bilang dia udah punya pacar, terus kalau cewek sama cowok itu nggak bisa temenan. Aneh bangetkan, lagiankan kita nggak ngapa-ngapain juga. Just a friend gee..” Jawabku dengan wajah sedih.
“Yakin tuh just a friend? Mungkin dia tau day, lu ada rasa sama dia. Dia nggak mau terlalu nyakitin lu day, makanya dia lebih baik nyuruh lu pergi jauh-jauh dan ngelupain dia day.” Penjelasan geya.
“Jujur ge, iya aku ada rasa sama dia. Tapi itu cuman kagum ge, nggak lebih kok. Tapi kenapa yaa rasanya sakit banget ge, saat dia menyuruhku untuk menjauhinya dan tau kalau dia sudah punya seorang kekasih.” Jawabku dengan mata berkaca-kaca.
“Itu berarti lu udah sayang day sama arga, bukan cuman kagum ataupun suka tapi lebih dari itu. Yaudahlah day, lu jangan nangis yaa. Lupain dia, masih banyak kok cowok yang lain day.” Geya berbicara dan berusaha menenangkan.
“Lu jangan bilang gitu dong gee, aku jadi sedih ni.” Berusaha untuk menahan air mata namun tetap mengalir dengan derasnya.
“Nah sudah, cupcupcup day. Udah ya day nangisnya, ini di kampus loh day ingett.” Sahut geya sambil memelukku.
Aku berusaha untuk menahan air mata dan menghapusnya, tiba-tiba dito menghampiri kami yang sedang berada di luar kelas.
“Hai day, hai gee. Nggak masuk kelas?” Tanya dito.
“Iya ini mau masuk kok dit. Yuk day kita masuk.” Jawab geya sambil berjalan dengan mengajakku.
“Day, bentar day.” Panggil dito sambil menarik lenganku.
“Hahh?” Jawabku berusaha tidak menoleh ke arahnya.
“Kamu nangis day? Kenapa?” Tanya dito sambil melihat ke wajahku.
“Nggak apa-apa dit, udah ya aku mau masuk kelas.” Jawabku dengan cueknya tanpa melihat ke arahnya.
Saat kelas dimulai, aku termenung memikirkan apa yang salah dariku saat berteman dengan arga walaupun dia sudah punya seorang kekasih. Dia takut menyakitiku atau dia memang tidak suka denganku. Aku sungguh kecewa dengannya, dia memang tak pernah memperdulikan perasaan orang lain walaupun kami sering menghabiskan waktu bersama. Tak adakah rasa bersalah darinya. Pikirku dalam hati dengan mengekspresikan wajah kesal. Padahal aku tak berharap apapun dan jika nantinya perasaan ini menjadi penyebab rusaknya hubungan ini, aku hanya berharap biarlah dia tak tau apa yang aku rasakan. Dengan begini aku masih bisa didekatnya setiap hari, dan akan terus begini selamanya begini. Walaupun hal ini mustahil terjadi dan aku hanya berharap agar kelak kami bisa berhubungan seperti saat dulu kala.