Awan kegelapan perlahan tapi pasti mulai menyingkir dari atas benua Arda. Namun, udara dingin dan hujan yang turun masih belum juga berhenti. Beberapa kilatan petir masih terlihat menyambar di beberapa sudut benua Arda. Entah sampai kapan cuaca buruk ini akan bertahan.
Sementara itu, di salah satu sisi benua, di dalam sebuah istana, beberapa orang terlihat mulai berkumpul. Mereka sepertinya akan melakukan sebuah pertemuan rahasia.
“LOCKK!”
Seorang pria terlihat menutup sebuah pintu ruangan yang baru saja dimasukinya. Di ruangan tersebut, dua orang pria dan seorang wanita terlihat telah menanti kedatangannya.
“Aku yakin kalian pasti sudah tahu alasanku mengumpulkan kalian disini!” Pria tersebut memulai pembicaraan diantara mereka.
“Aku tidak akan berlama-lama, aku hanya ingin meminta kalian untuk merahasiakan keberadaan kristal ini dari siapapun yang ada di dunia ini.” tambahnya sambil menunjukkan sebuah kristal merah yang menggantung tepat di lehernya.
“Kau pikir kami siapa, ‘hah?” Pria bertubuh kerdil yang ada diantara mereka terdengar membalas perkataan sang pria sambil menyilangkan kedua tangannya. “Kau tidak perlu mengingatkan kami tentang hal itu!” pungkasnya.
“Baguslah kalau begitu!” Pria tadi tersenyum. Dia kemudian memalingkan pandangannya ke arah sosok pria lain yang masih belum membuka mulutnya.
“Dan untukmu, Kak. Aku minta agar kau memusnahkan buku catatanmu yang berisi tentang petualangan kita.” katanya.
“APA?” Sang pria–yang sepertinya adalah kakak dari pria yang pertama kali berbicara–terlihat mengerutkan dahinya, seakan tidak percaya dengan permintaan yang baru saja didengarnya.
“Kau tidak bisa seenaknya seperti itu! Ini adalah catatanku yang sangat berharga.” Sang pria terlihat memeluk buku yang dari tadi dipegangnya.
“Seharusnya kaulah yang harus berhati-hati agar kristal itu tidak lepas dari genggamanmu!” tambahnya.
“Aku tahu, Kak. Aku hanya tidak mau buku itu jatuh ke tangan orang yang salah dan menyebabkan kehancuran bagi kerajaan kita. Karena itulah aku memintamu untuk memusnahkannya!” Sang adik terdengar menjelaskan alasannya. Dia terlihat mencoba meyakinkan kakaknya agar mau menyetujui permintaannya.
“Edmond benar, Sebastian. Kau mungkin bisa menjamin rahasia ini dari orang lain, tapi aku tidak yakin jika suatu saat buku itu tidak akan jatuh ke tangan orang lain.” Pria kerdil tadi kembali bersuara. Dia terdengar setuju dengan permintaan yang diajukan oleh Edmond–pria yang memulai pembicaraan diantara mereka.
Mendengar hal itu, pria–yang sepertinya bernama Sebastian–yang memiliki buku catatan itu terdiam. Dia terlihat tidak yankin dengan keputusan yang akan dibuatnya. Dia pun terlihat mempertimbangkan permintaan adiknya sambil terus memandangi buku catatannya yang berharga.
“Baiklah, aku mengerti!” akhirnya sang pria membulatkan tekadnya. Dia kemudian memberikan buku catatannya kepada adiknya–yang sepertinya bernama Edmond.
“Angelina, tolong bakar buku ini dengan sihirmu!” Edmond memanggil sosok wanita yang dari berdiri bersama mereka. Dia memintanya untuk membakar buku catatan Sebastian dengan sihirnya.
“Ta-Tapi...” Si wanita–yang sepertinya bernama Angelina–terlihat ragu untuk melakukannya. Namun, Sebastian menepuk pundaknya dan meyakinkannya. “Lakukanlah!” perintahnya.
“Baiklah!” Angelina pun menyetujui perintah Edmond dan Sebastian untuk membakar buku catatan itu dengan sihir apinya.
Sebastian yang tidak rela melihat buku catatannya terbakar hanya bisa memalingkan badannya saat Angelina mulai merapalkan mantra sihirnya.
“Flamma!”
Sebuah lingkaran sihir berwarna putih kemerah-merahan muncul di ujung tongkat Angelina yang di dekatkan dengan buku catatan Sebastian. Lingkaran sihir tersebut kemudian menciptakan api yang membakar habis buku catatan Sebastian hingga tak tersisa.
Setelah semuanya selesai, Edmond kembali berbicara.
“Terima kasih atas kerja sama kalian! Aku harap kita dapat menjaga rahasia ini selamanya. Agar kedamaian selalu menyertai kerajaan kita.” Edmond mengucapkan rasa terima kasih dan harapannya sebelum kemudian pergi meninggal ruangan itu diikuti dengan ketiga orang lainnya.