Loading...
Logo TinLit
Read Story - IZIN
MENU
About Us  

Akhirnya Reza menceritakan semuanya pada Indra. Keluh kesah, masalah hingga perasaannya sekarang. Indra sampai melongo dan syok akhirnya jadi begini. Indra pun tak banyak bisa memberi saran karena ia juga tau hati mereka terlanjur saling memiliki. Indra juga tak bisa berkata apa-apa karena ia tau sahabat dan orang yang masih.... ia cintai, sama-sama terluka. Tak ayal ini menjadi pikiran juga buat Indra.

Pagi ini Refa terbangun saat matahari menyapanya. Ia memandang berkeliling. Putih, lalu ia memandang kebawah. Reza tertidur sambil memegang tangannya yang bebas dari infus. Wajah itu terlihat... lelah. Pelan Refa mengangkat tangannya. Ia ingin menyentuh pipi kakaknya. Namun kepala Reza seperti tersentak. Refa langsung menarik kembali tangannya dan segera melihat arah lain.

Reza mengerjap.

"Refa.... kamu udah bangun? Gimana keadaan kamu? Mana yang sakit?" tanya Reza beruntun. Refa menoleh lalu tersenyum.

"Aku baik-baik aja kak." jawab Refa pelan.

"Syukurlah. Aku sangat khawatir kamu akan... " Reza diam. Refa tau apa lanjutan kalimat itu. Refa menggenggam tangan Reza.

"Bukankah tanpa izinmu aku tak bisa terluka?" pertanyaan itu membuat Reza tersenyum... getir. Ponselnya berdering. Lalu Reza berbicara sebentar.

"Aku tidak memberi kabar pada siapapun soal ini. Jadi meeting tetap dijalankan seperti jadwal awal. Aku yang akan mengurusnya, kamu hanya perlu istirahat." jelas Reza saat Refa mengerutkan kening karena Reza membicarakan jadwal meeting pagi ini di telepon.

"Makasih kak, maaf aku jadi nggak bisa bantu apapun."

"Jika kamu sehat itu sudah menjadi bantuan besar." kata Reza sambil mengusap kepala Refa. Refa tersenyum. Lama. Akhirnya Reza memutuskan melakukan itu. Refa pun kaget saat tiba-tiba Reza mencium keningnya. Tanpa sadar tangan kanannya mengepal saat Reza berbisik

"Adikku bukan orang yang lemah atau bodoh." lalu menegakkan badannya.

"Baiklah Refa, sampai jumpa nanti. Kalau ada apa-apa hubungi aku." Reza pun pergi. Refa melepas genggaman tangannya.

Untuk pertama kalinya Reza menganggapnya sebagai adik. Mencium keningnya seperti dulu. Mengubah tatapannya dan mulai menjaga sikapnya. Refa sangat bahagia. Akhirnya.... namun entah kenapa. Ada sebagian hatinya, jauh didalam sana.... begitu terluka dan kecewa. Refa melamun lagi.

"Pagi." tak lama dokter masuk untuk visite. Refa menoleh dan kaget.

"Mas Indra?" Indra tersenyum.

"Apa kabar Dira oh tidak... Refa?" Refa mengerutkan kening. Bingung.

"Tadi malem Reza udah cerita semuanya." Indra lalu memeriksa Refa, menulis di resume medis Refa lalu menyuruh suster keluar lebih dulu.

"Kondisi kamu membaik. Kamu pasti berusaha keras selama ini, dengan fisik dan hatimu." Refa berusaha duduk, Indra membantu.

"Kamu jangan terlalu keras berusaha, atau fisikmu lebih dulu rusak sebelum hatimu pulih.” Refa menatap Indra.

"Aku udah berusaha Mas, semampu dan sebisaku untuk melupakannya. Membuang jauh-jauh rasa ini tapi.... aku justru semakin marah dan sakit." Refa berkata dengan bergetar. Ia menatap kedepan.

"Kamu tak harus melupakannya Refa. Cukup berusaha menerima dan kembali menata semuanya. Aku tau ini tak semudah membicarakannya, tapi kamu pasti bisa. Dia tetap milikmu, sebagi kakakmu." namun kata itu membut Refa semakin terisak. Lama. Akhirnya Indra memutuskan merengkuh gadis itu dalam pelukannya. Entah kenapa hatinya juga sakit melihat Refa seperti ini.

"Apa yang harus kulakukan Mas Indra?" bisik Refa sambil terus menangis dan balas memeluk Indra. Erat. Indra diam seribu bahasa. Ia pun tak bisa menemukan jawabannya. Dia tau Reza dan Refa sudah berusaha keras selama ini.

"Kalian pasti bisa menghadapinya. Aku percaya itu." indra yang memeluk Refa sambil berdiri menepuk punggung Refa. Berusaha memberi dukungan dan rasa nyaman, agar gadis ini berhenti menangis.

Tanpa mereka tau, Reza sejak tadi menyaksikan dari kaca pintu. Entah mengapa di sela hatinya yang juga sedih terselip sebuah rasa aneh. Mungkinkah itu... cemburu?  Reza segera menepis pikiran itu. Ia pun akhirnya berbalik pergi. Batal mengambil kunci mobil yang tadi tertinggal.

Di taxi Reza berusaha fokus mempelajari presentasinya nanti tapi gagal. Bayangan Refa dan Indra bergelayutan dikepalanya. Akhirnya Reza memutuskan menutup tabnya dan menutup mata. Membiarkan apa saja melewati kepalanya.

 

 

Jam makan siang.

Refa sangat enggan menyentuh makanannya. Ia memikirkan presentasi tentang proyek itu. Apakah kak Reza sukses? Kenapa belum ada kabar sampai sekarang?  Presentasi itu dirinya yang buat dan kak Reza belum sempat melihatnya selama di pesawat. Tiba-tiba dia juga berpikir apakah Kak Reza sudah makan? Melihatnya selama ini membuatnya cukup tau, Reza juga melakukan pelarian.

"Berpikir apa Nona Refa Himawan?" tiba-tiba Indra sudah muncul. Tapi kali ini tanpa jas dokternya dan stetoskop.

"Istirahat juga." Indra menjawab pertanyaan dimata Refa. Indra lalu duduk. Melihat makanan Refa yang utuh.

"Apa perlu aku suapin?" Refa tersenyum, menggeleng.

"Mas Indra juga belum makan bukan?"

"Aku tadi hanya berniat mampir untuk memastikan kamu makan. Tapi kamu membuat aku harus disini dan melewatkan makan siangku.

"Pergilah Mas, nanti aku makan." Indra menggeleng dan tersenyum. Sadar candaannya tak berada di waktu yang pas.

"Aku hanya bercanda Refa, kamu nggak asyik deh. Aku nggak akan makan kalau kamu nggak makan."

"Gimana kalau makan diluar Mas? Kita bisa sama-sama makan kan? Aku belum pernah ke sini sebelumnya dan yahh malam pertama malah langsung dikarantina disini." Indra tertawa. Refa nggak berubah. Dia yang apa adanya.

"Nggak bisa Refa, statusmu pasien disini kamu belum boleh pulang atau keluar."

"Aku juga keluar dengan dokterku kok. Aku akan berada dibawah pengawasannya. Dan aku juga nggak memakai alat bantu apapun, kecuali infus sialan ini."

"Nggak bisa, tetep nggak boleh."

",Ayolah Mas oh bukan dokter Indra. Waktuku tak banyak disini. Masak iya mau kuhabiskan duduk di ruangan menyebalkan ini."

"Suruh siapa kamu sakit." mereka pun terus adu mulut hingga akhirnya Indra mengalah. Disamping itu juga jam makan siang semakin sempit.

Akhirnya mereka ke restoran tak jauh dari rumah sakit. Indra selalu membuat Refa tertawa dan dengan sabar menjaganya. Tapj Indra juga tau kondisi apa yang sedang Refa hadapi hingga dia mau mengikuti apapun kemauan Refa. Gadis ini, permata hatinya kini telah berusaha berjuang. Melindungi hatinya agar dapat kembali seperti semula.

Ternyata tak jauh dari sana Reza melihat mereka sejak mereka datang. Sungguh Reza tak menyangka akan melihat kemajuan hubungan mereka secepat ini. Namun mereka terlihat bahagia. Meski ngilu Reza tetap tersenyum. Minimal sahabat, adik dan cintanya.... bahagia.

Reza baru saja berniat keluar. Namun saat dia berjalan dia tak sengaja melihat wanita di depannya terhuyung. Seperti mau pingsan. Benar. Tepat saat wanita itu jatuh, ia jatuh dipelukan Reza. Pandangan mereka sempat bertemu dan sama-sama terkesiap.

"Reza..."

"Cindy... " dan begitulah. Pertemuan tak disangka itu tiba-tiba bisa menjadi obat satu sama lain. Mereka pun mengobrol karena ternyata Cindy juga disini karena pekerjaan. Meski malas namun Reza mencoba menjadikan Cindy pelariannya dari Refa.

Dan setelah Refa dan Indra selesai ternyata mereka malah melihat Reza dan Cindy tertawa bersama. Cukup lama Refa terpaku.

"Kenapa Ref?" tanya Indra akhirnya.

"Aku nggak pernah liat tawa itu lagi sejak saat itu." jawab Refa sambil tetap memerhatikan mereka. Indra memeluk Refa dan menuntunnya keluar.

"Harusnya kamu juga ikut bahagia karena kakakmu bahagia." ucapan Indra dimobil kembali menyadarkan Refa, membangunkannya dari kisah masa lalu. Tak dipungkiri rasa itu...masih ada. Rasa yang sangat terlarang.

Akhirnya pekerjaan Refa dan Reza selesai. Mereka kembali. Di pesawat kebetulan mereka dapat menyaksikan sunset. Mereka juga di dekat jendela bangku VIP. Reza sepertinya memilih membaca buku.

“Apakah ini jarak terdekat kita dengan langit?” tanya Refa namun tetap memandang langit. Membuat Reza ikut mendongak.

“Benar. Tepat sekali kita berada di posisi teratas saat matahari terbenam.” Kata Reza juga melamun. Mengingat masa lalu membuatnya enggan  untuk melihat sunset. Ia pun kembali melihat buku.

“Apa kabar Mama?” lamunan Refa kembali membuat Reza mengangkat kepala lalu memerhatikan Refa. Tangan Refa menempel di kaca seolah menyentuh sinar itu. Reza pun jadi menatap langit dan matahari itu.

Sore itu, dimana kedua insan ini berada di tempat terdekat dengan langit menyampaikan salam pada Mama mereka. Mereka sama-sama diam mengantar mentari keperaduannya. Mereka sungguh tak bisa berkata-kata menatap lukisan indah Yang Maha Kuasa, terlebih saat mereka terbayang Mama berada disana, dan juga menyapa mereka. Reza pun merengkuh Refa dalam pelukan satu tangannya, mencoba untuk menguatkan. Saat itu sungguh terasa bagaimana mereka sangat merindukan Mama.

 

Untuk pertama kalinya Refa merasa ia siap menghadapi dan menerima semuanya. Refa ke makam Mama dan kemudian menengok ibu tirinya yang juga pembunuh Mamanya. Meski capek dan masih belum pulih benar, Refa menolak untuk istirahat.

"Dddiiira..." Bu Imah pun kaget. Mereka sama-sama diam terpaku. Tiba-tiba mata Refa merebak.

Ya, ia teringat 12 tahun ini bersama ibunya, betapa ibunya begitu menyayanginya meski terkadang kasar, bagaimana ibu membesarkannya bersama ayah dan ibu juga....yang membunuh Mama serta menjadi perantara terciptanya takdir ini. Pelan. Refa memutuskan untuk memeluk Imah. Dia menangis sesunggukan. Refleks tangan Imah membelainya seperti biasanya. Juga sambil menangis.

"Maafkan orang ini Refa..." kata Imah tulus. Bahkan dia sudah memanggil nama asli Refa dan tidak menyebut dirinya ibu seperti biasanya. Refa melepas pelukannya.

"Ibu Fatimah .... terimakasih untuk semuanya. Untuk cinta dan kasih ibu selama ini telah menggapku seperti anak kalian sendiri dan ...." Refa terdiam. Ia terpejam dan air matanya bercucuran. Lalu ia membuka mata.

"Maaf atas nama Papa Refa. Maaf karena kami telah memulai semua ini. Maaf karena telah menoreh luka dan menjadi siksa yang tiada tara untuk kalian." Refa terdiam masih menangis.

"Apa kamu tidak membenciku Refa?" Refa memandang Bu Fatimah lama lalu menggeleng.

"Aku nggak akan pernah bisa membenci orang yang telah memberiku cinta dan kasih seorang ibu tapi jujur aku juga belum bisa memaafkanmu. Ini semua berat untukku." Refa tergugu lagi. Pelan bu Fatimah menghapus air mata itu.

"Kamu berhak melakukan apapun, aku akan terima semuanya asal kamu bahagia Refa." Refa menggeleng.

"Apa yang harus kulakukan untuk membuatmu tersenyum kembali? Untuk semua kesalahanku pada Mama dan keluargamu akan kuterima hukumannya seumur hidupku. Tapi kumohon, beri aku kesempatan melihat senyum Dira sekali lagi." Refa menghapus air matanya.

 Ia menatap Ibu Fatimah. Pelan ia bangkit dari duduk lalu mengecup kening bu Fatimah. Lama. Membuat Bu Fatimah menangis lebih banyak.

"Sekali lagi maaf karena Refa tak bisa melakukan itu. Dan Refa memutuskan untuk menerima dan menjalani semuanya. Tak ada lagi hutang diantara kita Ibu Fatimah. Semoga Tuhan selalu bersamamu." Refa pun mencium tangan Bu Fatimah lalu pergi.

"Diraa...Maafkan ibu Dira...maafkan ibu." Imah masih merintih pelan.

Diluar Refa pun menangis lebih keras sambil memegangi dadanya. Hatinya sakit. Entah kenapa napasnya sesak. Hingga ia tak tau ada sepasang mata yang sejak tadi mengawasinya dan ikut sedih melihatnya.

Setelah semua ini Reza juga berusaha menerima semuanya. Menjalaninya dan bekerja keras memulihkan kembali hatinya. Refa pun demikian. Bahkan ia sudah jadian dengan Indra. Besok adalah hari ulang tahun Refa. Sore ini Refa mengajak Reza kembali ke pantai. Mereka sama-sama diam.

"Kak Reza...."

"Hmmn."

"Besok adalah ulang tahunku."

"Iya, terus?"

"Boleh aku minta hadiah?" Reza menoleh.

"Selama itu tidak menyulitkanku." Reza berusaha bercanda karena ia sendiri takut karena Refa tiba-tiba meminta sesuatu. Refa tersenyum dan menggeleng.

"Aku nggak tau itu sulit atau tidak untukmu tapi sebagai adik, aku ingin mendapat hadiah itu." Reza berpikir agak lama

"Memangnya apa yang kau minta?"

"Janji akan memenuhinya?"

"Selama aku bisa."

"Kakak pasti bisa. Janji?" Refa mengacungkan jentiknya. Lama akhirnya Reza mengaitkan jentiknya juga.

"Baiklah. Janji." senyum lega langsung terlihat di bibir dan mata Refa.

"Baiklah, sebutkan apa maumu?"

"Aku punya dua keinginan yang harus dipenuhi. Untuk sekarang dan besok."

"Apa sih sebenernya maksud kamu dari tadi? Serius banget." Refa lalu menatap Reza hingga Reza bingung.

"Permintaan pertama, lupakan Dira." deg. Tatapan dan kalimat itu menusuk tepat dijantung Reza. Mata mereka sama-sama menatap tapi jelas mata Refa menyiratkan sebuah permohonan. Tak ada luka disana seakan hanya Reza yang tersiksa.

"Lalu bagaimana denganmu?" balas Reza.

"Aku akan bahagia dengan orang lain."

"Benarkah? Bisakah kau melakukan itu?"

"Aku pasti bisa. Dan ingat kakak sudah berjanji untuk memenuhinya. Sekarang penuhi janji kakak dan jangan pertanyakan tentang diriku." Reza lalu melengos. Ia benar-benar tak habis pikir. Melupakan? Selama ini Reza 100% yakin Refa juga belum bisa melupakannya. Refa juga tersiksa. Meski itu penuh larangan namun saat itulah mereka mendapat kenangan yang indah seumur hidup mereka. Belajar dan mengerti banyak hal.

"Lalu apa permintaanmu yang kedua?" tanya Reza serius. Ia tau Refa pasti akan meminta sesuatu lain selain barang. Refa tersenyum.

"Akan aku minta dihariku. Besok. Jadi harap kakak bersiap-siap." ucap Refa malah bercanda.

"Aku harap kau tidak menyuruhku membunuhmu." Refa tertawa. Sungguh. Ia malah tertawa. Lalu tiba-tiba berhenti.

"Kakak belum memenuhi keinginanku yang pertama." Reza baru sadar dia belum menjawab.

"Baiklah. Aku akan berusaha." katanya akhirnya sambil melihat arah lain.

"Ini..." tiba-tiba Refa mengacungkan cincinnya yang diberi oleh Reza. Reza kaget campur bingung.

"Sebagai bukti kita akan saling melupakan, buang ini jauh-jauh agar tak pernah kembali lagi."

"Heh gila kau. Kalau nggak mau jual aja. Gampang kan. Mengapa musti dibu..."

"Karena aku menginginkannya." Refa memotong tegas. Reza menunggu kalimat berikutnya namun ternyata Refa diam dan masih memaksa Reza dengan tatapannya.

"Baiklah. Kupenuhi janjiku." kata Reza akhirnya sambil mengambil cincin itu. Ia lihat sebentar lalu ia buang ke pantai. Ombak langsung menggulungnya hingga tak tau dimana cincin itu akan bersandar. Mereka berdua sama-sama terpaku. Cincin itu .... penguat mereka sekaligus saksi betapa kuat cinta mereka.

“Sayang sekali cincin semahal itu harus dibuang.” Niat hati Reza ingn mencairkan suasana, tapi …

"Terima kasih Kak Reza." Gumam Refa. Reza tak menjawab karena ia tertegun dengan suara lega sekaligus terluka itu.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
When Heartbreak
2561      958     0     
Romance
Sebuah rasa dariku. Yang tak pernah hilang untukmu. Menyatu dengan jiwa dan imajinasiku. Ah, imajinasi. Aku menyukainya. Karenanya aku akan selalu bisa bersamamu kapanpun aku mau. Teruntukmu sahabat kecilku. Yang aku harap menjadi sahabat hidupku.
G E V A N C I A
1175      644     0     
Romance
G E V A N C I A - You're the Trouble-maker , i'll get it done - Gevancia Rosiebell - Hidupnya kacau setelah ibunya pergi dari rumah dan ayahnya membencinya. Sejak itu berusaha untuk mengandalkan dirinya sendiri. Sangat tertutup dan memberi garis keras siapapun yang berniat masuk ke wilayah pribadinya. Sampai seorang cowok badboy selengean dengan pesona segudang tapi tukang paksa m...
Warna Rasa
12966      2275     0     
Romance
Novel remaja
CATATAN DR JAMES BONUCINNI
3207      1034     2     
Mystery
"aku ingin menawarkan kerja sama denganmu." Saat itu Aku tidak mengerti sama sekali kemana arah pembicaraannya. "apa maksudmu?" "kau adalah pakar racun. Hampir semua racun di dunia ini kau ketahui." "lalu?" "apa kau mempunyai racun yang bisa membunuh dalam kurun waktu kurang dari 3 jam?" kemudian nada suaranya menjadi pelan tapi san...
May be Later
16389      2440     1     
Romance
Dalam hidup pasti ada pilihan, apa yang harus aku lakukan bila pilihan hidupku dan pilihan hidupmu berbeda, mungkin kita hanya perlu mundur sedikit mengalahkan ego, merelakan suatu hal demi masa depan yang lebih baik. Mungkin di lain hari kita bisa bersanding dan hidup bersama dengan pilihan hidup yang seharmoni.
Secret Garden
328      275     0     
Romance
Bagi Rani, Bima yang kaya raya sangat sulit untuk digapai tangannya yang rapuh. Bagi Bima, Rani yang tegar dan terlahir dari keluarga sederhana sangat sulit untuk dia rengkuh. Tapi, apa jadinya kalau dua manusia berbeda kutub ini bertukar jiwa?
When I Found You
3230      1080     3     
Romance
"Jika ada makhluk yang bertolak belakang dan kontras dengan laki-laki, itulah perempuan. Jika ada makhluk yang sanggup menaklukan hati hanya dengan sebuah senyuman, itulah perempuan." Andra Samudra sudah meyakinkan dirinya tidak akan pernah tertarik dengan Caitlin Zhefania, Perempuan yang sangat menyebalkan bahkan di saat mereka belum saling mengenal. Namun ketidak tertarikan anta...
Sibling [Not] Goals
1214      666     1     
Romance
'Lo sama Kak Saga itu sibling goals banget, ya.' Itulah yang diutarakan oleh teman sekelas Salsa Melika Zoe---sering dipanggil Caca---tentang hubungannya dengan kakak lelakinya. Tidak tau saja jika hubungan mereka tidak se-goals yang dilihat orang lain. Papa mereka berdua adalah seorang pencinta musik dan telah meninggal dunia karena ingin menghadiri acara musik bersama sahabatnya. Hal itu ...
Zona Erotis
766      505     7     
Romance
Z aman dimana O rang-orang merasakan N aik dan turunnya A kal sehat dan nafsu E ntah itu karena merasa muda R asa ingin tahu yang tiada tara O bat pelipur lara T anpa berfikir dua kali I ndra-indra yang lain dikelabui mata S ampai akhirnya menangislah lara Masa-masa putih abu menurut kebanyakan orang adalah masa yang paling indah dan masa dimana nafsu setiap insan memuncak....
Trainmate
2810      1233     2     
Romance
Di dalam sebuah kereta yang sedang melaju kencang, seorang gadis duduk termangu memandangi pemandangan di luar sana. Takut, gelisah, bahagia, bebas, semua perasaan yang membuncah dari dalam dirinya saling bercampur menjadi satu, mendorong seorang Zoella Adisty untuk menemukan tempat hidupnya yang baru, dimana ia tidak akan merasakan lagi apa itu perasaan sedih dan ditinggalkan. Di dalam kereta in...