BAB 4
MAKAN MALAM DI VILLA DE ALLIGIO.
pukul delapan kurang sepuluh menit aku keluar dari rumah dengan pakaian rapi dan lengkap, baru saja aku meminta ijin kepada linda untuk makan malam di villa de alligio. Tapi dia hanya melirik dan tak menjawab apapun.
saat itu cuacanya mendung. Sepertinya akan terjadi hujan besar. aku tak akan membuang waktu lama di villa itu. Sesampainya di gerbang, penjaga gerbang sekaligus kepala pelayan bernama joni, mengantarkanku ke lantai dua. kata joni aku sudah ditunggu. ku tengok ke kanan kiri di ruangan lobi sepertinya beyond sedang keluar, tidak ada tanda tandanya. Sebelum naik tangga, aku sempat memeperhatikan villa besar ini. Di lantai bawah terdapat dua lorong yang saling berpisah ke kanan dan ke kiri. Masing masing lorong di isi tiga ruangan. Hiasan di dinding ini jelas di impor dari eropa. Lukisan serta lampu besar di tengah lobinya bergaya jaman victoria baru, Khas inggris. Tapi aku mengenali asal lukisananya yang kemungkinan berasal dari italia atau spanyol. Dan satu lukisan besar terpampang diatas ruangan lobi tepat menghadap ke pintu masuk. Lukisan itu adalah momen saat william mauro menikah dengan karin sitanggang. Di dalam lukisan itu, karin mengenakan gaun putih panjang dengan balutan renda bunga. Dia terlihat begitu anggun dan cantik saat itu. Sementara mauro mengenakan jas hitam yang menempel ketat pada tubuhnya, dia tidak gemuk seperti sekarang. Wajahnya pun masih gagah dan percaya diri. Sungguh waktu telah menggerus segalanya menjadi berbeda.
Sementara di lantai dua hanya terdapat 3 ruangan untuk tamu dan 3 lagi untuk ruangan anggota keluarga yaitu mauro, karin, dan alfin. Namun sekarang kamar karin di fungsikan untuk ruang kerja mauro. Letak meja makan ada di sebelah utara menghadap kearah danau toba dengan dinding pemisah berupa kaca bening.dan sisi dinding lainnya terdapat rak buku kecil lalu disampingnya tergantung sebuah kotak obat. Dan Disitu Ada juga satu pintu keluar ruangan. biasanya itu digunakan mauro untuk merokok atau sekedar menghirup udara segar dipagi hari. dari meja makan Pemandangannya cukup indah walau cuaca begitu mendung .
saat itu makanan belum siap sama sekali hanya ada piring kosong dan dua gelas kosong di masing masing tempat duduk "sepertinya aku datang terlalu pagi" gumamku di dalam hati. di situ baru ada alfin yang sadar akan kedatanganku dan langsung menyambutku. Dia mempersilahkanku untuk duduk. Tapi aku menolak karena ingin melihat lihat tembok kaca itu, di luar ternyata ada kapten rifky yang sedang berdiam diri dengan bantuan satu tongkatnya. Satu tangannya memegangi tongkat itu sementara tangan lainnya seperti sedang menunjuk ke arah langit. Aku bingung dengan yang di lakukannya.
"sedang apa dia ?" aku bertanya kepada alfin tanpa menoleh kearahnya. dia tetap menjawab.
"biasanya Sih dia sedang memanggil burung peliharaannya. Lalu memberinya makan."
"aku jadi penasaran seperti apa sih burung gagak miliknya."
belum sempat mendengar jawaban alfin aku sudah keluar dari ruangan dan menghampiri kapten rifky.
dia langsung menyadari kedatanganku. Menoleh kearahku. Cuaca saat itu sangat buruk, angin yang berhembus cukup kencang. Sepertinya hujan besar akan datang.
"hai dokter " sesaat kemudian burungnya merasa terusik dengan kedatanganku, tapi tak merasa ketakutan. burung itu justru menjulurkan kepalanya lalu berbunyi berkali kali khas burung gagak. Suaranya keras dan kuat. Suara itu terngiyang-ngiyang di telingaku. Dan aku menjadi ingat akan mitos orang desa sini yang mengatakan suara burung gagak milik kapten rifky menandakan akan terjadi suatu kematian. Badanku bergidik saat itu ditambah hembusan angin malam yang kembali menerpaku.
"hai juga kapten, bagaimana kabarmu?"
"yah lumayan baik. Obat yang kau berikan tempo hari cukup manjur untukku..." lalu dia memuji muji diriku.
aku merendah menjawab pujiannya.
"kau tak usah merendah begitu dokter. Itu memang kenyataan, orang orang eropa memang di lahirkan untuk hal hal yang rumit"
untuk beberapa menit aku mengobrol dengannya, hanya obrolan biasa. Baru aku tau Sejatinya dia orang yang luwes dan pintar. Lalu Kapten mengakhiri obrolan dengan mengatakan bahwa makan malam sudah akan di mulai. dia kemudian masuk duluan ke ruangan makan. Sebelum aku masuk lagi keruangan itu, sempat ku sadari ternyata tempat di sini sangat cocok untuk melihat kearah desa. karena kedudukannya yang tinggi. Orang orang didesa akan dengan mudah ku amatai dari lantai dua ini, tapi ternyata lebih mudah mengamati gerak gerik seseorang yang berada di laboratorium milikku, karena jaraknya cukup dekat. Aku menjadi curiga dengan keluarga ini, jangan-jangan diantara mereka ada yang selalu mengawasi aku....
aku tidak pikir pusing soal itu, karena saat aku masuk semua masakan sudah siap sedia di meja makan. Tetapi saat itu aku sendirian, entah kemana alfin tidak ada di ruangan itu, begitu juga kapten rifky yang berkata ingin mengambil mantel di kamarnya. Ku perhatikan Ada lima piring yang sudah disediakan pelayan, masing masing saling berhadapan kecuali milik sang tuan rumah, instingku mengira dia akan duduk di ujung meja. Itulah yang selalu dilakukan orang orang inggris, bukan tamu yang raja. Tapi tuan rumahlah yang menjadi raja.
masing masing piring kosong itu di temani oleh dua gelas yang sudah berisi air putih dan seteguk wisky. di tengah meja disediakan tiga botol wisky yang masih tertutup. Wisky itu dari america. Sejatinya aku sangat benci dengan minuman seperti itu.
Aku berkeliling memutari meja makan lalu berhenti di dinding kaca membetulkan posisi dasi pitaku lewat bayangan samar itu. Ternyata sejak tadi aku belum memakai jam tangan, aku ambil benda itu di saku sebelah kiri dengan agak terburu hingga tak sengaja saat menarik lagi tanganku, dua benda lainnya ikut keluar dan jatuh ke lantai. Benda itu mengingatkanku akan sesuatu yang harus aku kerjakan. Aku segera tersadar dan tak boleh lama lama disini.
saat itu ku lihat jam tanganku sudah menunjukan 20:25, aku harus bergegas dan sesaat itu datang siska bersama alfin yang berjalan beriringan.
"maafkan aku dokter telah meninggalkanmu sendirian. Aku baru saja menjemput siska di bengkel. Mobilnya rusak mendadak."
"aku sunggung menyesal, malam malam seperti ini sempat merepotkanmu alfin."
aku lihat dari sorot matanya, kedua orang itu memang saling mengasihi, tapi mereka mencoba menyembunyikannya dari pandangan orang lain.
mereka duduk beriringan, semenit kemudian datang mauro sitanggang yang langsung menyalamiku dan mengucapkan penyesalannya telah terlambat. Lalu dia berkata.
"ayo kita mulai makan malamnya."
"apakah kapten rifky tidak ikut makan?" tanyaku.
"oyah, hampir saja ku lupakan, si kapten pincang itu yah... Akan aku panggilkan joni untuk menggendongnya kesini."
alfin menatap tajam mauro, kurasa ucapannya memang tidak sopan. Karena saat itu kapten rifky keluar dari kamarnya. Aku rasa dia mendengar semua kata kata mauro.
dan saat itu baru kusadari suasana di villa ini ternyata tak menyenangkan. Terlalu banyak sebenarnya orang yang tak saling kenal dan tak tau masing masing karakter.
setelah kapten rifky bergabung, kami memulai makan malamnya. Kalkun panggang serta gulai kambing menjadi menu utama malam ini. Aku cukup terkesan dengan gulainya yang begitu lembut dan lezat dimulut. Kuah hangatnya sangat cocok saat hawa dingin seperti ini. Aku menikmatinya.
setelah selesai dengan makanannya, tuan mauro mengajak kami bersulang. Hanya kapten rifky yang menolaknya. Dia hanya meminum air putih. Aku sebenarnya juga ingin menolak tawarannya karena aku benci dan tak pernah meminum hal yang berbau alkohol seperti itu tapi aku merasa tidak enak sendiri karena aku tamu baru disini, Dan aku tidak ingin membuat kecewa mauro.
"Ayo dokter kau harus mencobanya, wisky ini bukan buatan lokal sini. Aku beli langsung dari amerika. Kau akan menyukainya."
Kami berempat menenggak minuman itu dalam satu tegukkan. Rasanya begitu aneh di lidah, memang ada sedikit manis diawal tetapi setelahnya terasa getir di lidah, dan di tenggorokan terasa hangat. Sementara mataku seperti melihat bumi bergoyang sebentar, kepalaku terasa begitu ringan sesaat. Tapi aku tak bisa menyembunyikan ketidak tahananku, ekspresi wajahku yang menunjukan ketidak sukaanku sangat mudah dibaca.
"minuman apa ini, sialan. rasanya sangat tidak karuan.! Jonii.... Kemari kau..." mauro memarahi si kepala pelayan dengan semua caci maki yang aku rasa terlalu berlebihan, dia merasa kwalitas wiskynya telah berubah. Sambil meminta maaf kepadaku, dia meminta joni membuang semua persediaan wisky yang ada. dan dia mengancam akan memecatnya jika ditemukan wisky yang rasanya seperti tadi. muka joni saat itu merah padam sekali.
baru ku sadari ternyata kapten rifky sudah tak ada di ruangan makan. Ku lihat dia keluar menemui gagaknya lagi, saat makan tadi memang burung itu bersuara sekali dua kali.
"sekarang kau buatkan aku kopi atau teh dengan cepat. Rasa wisky tadi seperti minuman neraka saja..." gumam mauro pada joni
"dokter, jangan pulang dulu. aku ingin berbicara denganmu di ruanganku. Tapi aku harus kedapur dulu, si pelayan tolol itu terlalu lama. Rasa wisky tadi sangat menganggu lidahku." mauro pergi menuju dapur.
saat mauro sudah pergi, alfin mengajaku bermain billiard.
"apa kau suka bermain biliard dokter? Jam segini pasti banyak tamu villa yang berada di ruangan biliard." jelas alfin.
" aku hanya mengerti sedikit tentang permainan itu."
"oke baguslah, itu saja sudah cukup. sambil kau menunggu si mauro itu. Ayo kita bermain sebentar."
aku menolak ajakan alfin karena tak ingin berlama lama lagi disini, dan akhirnya alfin pergi sendirian ke ruangan biliard.
sementara siska yang masih duduk di kursinya berusaha mengajakku berbicara tentang keadaan di eropa
"dokter, apakah di eropa selalu sedingin ini?"
"tentu saja tidak..." belum sempat kalimatku selesai, mauro bersama joni yang berada di belakangnya muncul. mauro meminta siska mengurus pembukuan villa hari ini di ruangan lobi depan.
joni membawa dua cangkir kecil berisi kopi hitam, yang langsung di masukannya kedalam ruangan tuan mauro.
"ayo dokter, kita masuk keruanganku"
aku mengikuti langkahnya menuju keruangan kerjanya.
ruangan itu tidak terlalu besar dan tidak pula terlalu sempit. Sedang saja untuk ukuran ruangan kerja. Cet temboknya berwarna biru laut, beberapa pernak pernik menempel di dinding biru itu. Satu satunya kepala rusa jantan yang berada di dinding sebelah kiri , lalu dibawahnya menyilang dua buah senapan laras panjang. Yang aku rasa masih bisa berfungsi dengan baik. Ada pula pedang samurai yang tergantung di sebelah kanan tembok. Sementara di belakang meja kerjanya terdapat jendela berpintu dua yang cukup besar.
"silahkan duduk disini dokter".
kami duduk di sofa kayu yang berjejeran, di tengahnya terdapat sebuah meja bundar yang memopong dua cangkir kopi.
Mauro membuka pembicaraan dengan basa basi yang aku rasa amat ketara.
"aku dengar kau sedang meneliti tumbuhan alngit ?"
"tidak cuma yang itu, mauro. Aku hampir meneliti semua tumbuhan beracun. Karena itulah pekerjaanku, bukankah begitu?".
mauro tersenyum dan mulai merokok.
"ya kau benar. Tapi aku rasa, laboratorium yang kau gunakan itu terlalu kecil."
aku menggeleng tak setuju. "sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan ?"
"santai dokter, sebaiknya kau minum dulu kopi itu. Tenang saja rasanya tak akan sama seperti wisky tadi." kemudian ku sruput kopi itu. Lalu ku letakan kembali ke tempat semula.
tiba tiba mauro bangun dari tempat duduknya. Lalu berjalan menuju jendela. Dia diam beberapa saat, tapi akhirnya mengutarakan maksudnya.
"aku ingin menawarkan kerja sama denganmu."
Saat itu Aku tidak mengerti sama sekali kemana arah pembicaraannya.
"apa maksudmu?"
"kau adalah pakar racun. Hampir semua racun di dunia ini kau ketahui."
"lalu?"
"apa kau mempunyai racun yang bisa membunuh dalam kurun waktu kurang dari 3 jam?" kemudian nada suaranya menjadi pelan tapi sangat jelas ku dengar "...Aku ingin meracuni seseorang."
saat itu muncul perasaan yang menyeramkan dari dalam diri mauro, pikiranku mulai tak karuan membayangkan seorang mauro dengan rambut yang sudah beruban melakukan pembunuhan.
"jangan bercanda mauro! Racun bukanlah sebuah mainan. " kita saling bertatap pandangan.
"ah ya, aku tentu saja tau soal itu dokter. Kau tak perlu menjelaskannnya. Aku belum selesai bicara, tolong jangan berdiri dulu dokter. dengarkan aku, yang akan aku tawarkan kepadamu Adalah sebuah bangunan besar untuk laboratoriummu. Tentu saja yang kwalitasnya lebih baik dari bangunan labmu yang sekarang. Dan yang lebih utama akan ku sediakan semua alat alat yang kau butuhkan. ini tentu penawaran yang cukup bagus untukmu dokter. Ingatlah, kesempatan tidak datang dua kali."
"maafkan aku mauro, tapi aku sama sekali tidak tertarik dengan semua itu. Terima kasih atas undangan makan malamnya, permisi."
sebelum ku pegang gagang pintu keluar, mauro dengan cepat mencegahku.
"hai, tak usah terburu buru. Tenang dokter, cobalah berpikir dulu. Jangan cepat ambil kesimpulan. Semua harus di pikirkan dengan matang."
"kau tau, ini jelas penghinaan untukku..."
tiba tiba mauro batuk hebat, lalu terkulai ke lantai. Dia masih sadarkan diri, tapi nafasnya tersenggal senggal tidak karuan. Dia menunjuk ke arah jendela.
"Tut- tutup jendelanya"
aku popong tubuhnya menuju sofa kayu. dan aku melakukan apa yang di inginkannya, menutup jendela itu.
saat akan ku tutup, angin dingin berhembus. Membawa butiran air, ternyata di luar sudah gerimis. Aku sempat menengok ke arah luar, arah itu menuju hutan yang ada di belakang villa ini. Disana begitu gelap dan sunyi, hanya ada suara burung malam yang sempat ku dengar. Tunggu dulu, rasanya suara itu pernah ku dengar sebelumnya. Itu suara burung gagak, aku melihat ke satu arah semak semak yang nampak bergerak tidak karuan. Jelas gerakan itu bukan oleh angin, karena arah gerakannya berlawanan. Aku sangat terkejut saat melihat seseorang yang keluar dari semak itu.
dia kapten rafly, apa aku tak salah lihat!? Sesuatu yang lebih mengejutkanku adalah dia tak memakai tongkat apa pun. Dia berjalan dengan normal tanpa pincang sama sekali. Bahkan dia sedang berlari kecil. Gerak geriknya mencurigakan, memandang sekitarnya dengan hati hati, aku hanya mengintip lewat tirai jendela sehingga dia tak mungkin melihatku.
"apa kau melihat sesuatu dokter?" suara mauro membuatku kaget.
"tidak. Tidak ada apa apa. Kau merasa baikan?" sebaiknya aku tunggu waktu yang tepat untuk memberitahukan apa yang barusan ku lihat.
" hanya sedikit, tapi Tolong tekan tombol merah yang ada di meja kerjaku. Aku butuh joni sekarang. Sebaiknya kita bicarakan soal tadi lain waktu saja, Dan jangan pernah memberi tau siapa pun! sekarang perutku terasa sangat panas. Aku harus menemui dokter pribadiku." raut mukanya menyeringai menahan rasa sakit.
Beberapa detik setelah ku tekan tombol itu, joni masuk ke ruangan dengan tergesa gesa. Sementara aku keluar karena mauro menolak bantuanku. Sebelum aku pergi, Dia bilang aku telah lalai, belum mengunci pintu depan laboratoriumku. Oleh karenanya dia menyuruhku kembali ke laboratorium.
sekarang aku ingat, sore tadi saat mauro menghampiriku. Aku memang hanya menutup pintu lab tapi tidak menggemboknya. Aku menyumpahi diriku sendiri, Betapa cerobohnya aku!
Aku keluar dari villa de alligio pada pukul 22:05 , saat itu gerimis sudah turun. Aku buru buru turun menuju laboratorium, jalanan saat itu sangat sepi. Lampu dijalan ini tak sepenuhnya menyala. Itu membuat pandanganku terbatas.
saat aku sampai di halaman, aku sempat melihat sekejap bayangan yang bergerak di jendela laboratoriumku. Aku menjadi sangat waspada.
Mungkin saja dia seorang perampok, atau mungkin juga seorang yang menginginkan rancun seperti mauro, atau bisa saja dia kapten rafly. Yah, dia sangat mencurigakan saat di halaman villa.
tak peduli siapa yang ada di situ, langsung saja aku mencari sebuah benda tumpul di halaman. Ku temukan sekop. Saat itu bayangannya melintasi jendela tengah dan berhenti di hadapan jendela depan. Jika aku bisa membuka pelan pelan pintu , tanpa menimbulkan suara. Kesempatan memukulnya dari belakang terbuka lebar. Karena dilihat dari posisi bayangannya, dia sedang membelakangi pintu.
aku putar pelan gagang pintu, jantung ini terasa akan meledak dan dalam hati aku hitung sampai tiga. Saat hitungan terakhir ku buka pintu dan ternyata....
tidak ada seorang pun disana....
sesaat kemudian listrik padam!