Read More >>"> Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya! (Sambutan hangat) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya!
MENU
About Us  

Harus kuakui nasibku yang sekarang sudah berubah sepenuhnya, dan perubahan ini hanya memerlukan waktu 2 hari saja, sungguh hebat sekali. Yah sebelumnya juga sama saja, gak berbeda sedikitpun.

Berteman dengan orang yang suka bercosplay setiap waktu, setiap hari, setiap datang ke sekolah maupun pulang sekolah, bahkan sampai rumah dia mungkin masih bercosplay dengan riasan tebal menutupi wajah aslinya. Diperhatikan setiap saat oleh laki-laki seumuranku… bagaimana ya rasanya?

Ingin menjauh, orang itu terus mendekat, ingin menghilang, orang itu langsung mencariku… Mendesah… Bersama dengan orang-orang berjas hitam berotot, itu adalah salah satu penjaganya yang mirip seperti di film-film anggota mafia menjaga tuan putri. Tuan putri? Salah, salah, salah… yang benar tuan putra atau tuan muda.

Sejujurnya, aku tidak berpikir takut akan dibilang hal-hal yang menjatuhkan harga diriku atau apalah itu tanggapan orang lain padaku. Karena ada hal yang kutahu tentang arti pertemanan yang sesungguhnya… Kesetiannya, ketulusannya, dan tidak dipaksakan bersikap ramah. Semua itu adalah contoh teman terbaik sepanjang masa, mungkin bisa dikatakan juga sebagai sahabat terbaik yang pernah kumiliki.

Siapakah orang yang dimaksud itu?

Tachibana Kurumi.

Namun ada sisi uniknya dari kelakuan Kurumi yang mengesalkan. Ini menyangkut dengan keadaan sekolah yang sekarang…

Sebuah keputusan bulat dibuat kepala sekolah untuk tidak perlu mengusik keberadaan Kurumi, ya benar, terlebih lagi ini adalah saran keras yang bertujuan untuk guru-guru lainnya agar tidak terjerumus ke lubang yang sama dengannya. Keputusan ini diumumkan oleh kepala sekolah setahun yang lalu, tepatnya dua minggu setelah penerimaan murid baru. Waktu aku dan Kurumi sudah resmi menjadi siswa di sekolah Shuui-Gakuen.

Aku jadi kasihan sama kepala sekolah. Sebagai temannya aku ingin sekali angkat bicara pada waktu itu, ahh… tapi gak jadi, alasannya aku tidak mau urusannya tambah merepotkan. Sampai sekarang pun aku tidak pernah angkat bicara. Membiarkan alur kehidupan berjalan mengikuti aliran air yang mengalir menuju ke suatu tempat, kupikir begitu, karena itu adalah hal baik yang bisa kulakukan demi kenyamanan pribadiku untuk menikmati masa-masa muda menyenangkan di SMA.

Ternyata keputusan yang kuambil ini malah berbalik menyerangku, sungguh tragis dan memilukan sekali. Karma it’s Real. Kalau waktu itu aku benar-benar angkat bicara, mungkin karma itu tidak akan pernah mendatangiku sekarang. Menyesal tak dapat merubah apapun ketika semangkuk nasi sudah berubah menjadi bubur.

Banyak hal yang terjadi selama dua hari itu. Ketegangan, kepanikan, kebingungan, lalu berubah melegakan. Meskipun perasaanku bilang begitu, masih ada kemungkinan masalah besar akan datang kepadaku, misalnya ada seseorang yang mengetahui identitas mereka, dan mau tidak mau aku turun tangan dengan menyingkirkannya. Bukan pembunuhan! Lebih tepatnya menghilangkan kepercayaan orang lain terhadap perkataannya kalau di sebar luaskan.

Jika begitu tantangannya, aku dapat memainkan permain ini sampai selesai mendapatkan Happy Ending. Bisa kukatakan ini ada kemiripan dengan game visual novel yang pernah kumainkan dulu, menyelesaikannya adalah perkara mudah bagiku, tetapi itu belum tentu sejalan yang kupikirkan karena nanti event-event special dan merepotkan bisa datang kapan saja lalu merubah alur cerita ke arah Sad Ending atau Bad Ending, bila melakukan pilihan yang salah.

Langkah awal pertamaku ialah, berhati-hati dalam berbicara entah pada siapapun orangnya, termasuk teman dekatku Kurumi. Oh iya, aku baru ingat sesuatu, kenyataan pahitnya kopi susu tanpa gula, di sekolah siapa yang mau berbicara denganku ya, kan. Langkah pertengahan, mengingatkan mereka agar jangan memberitahukan identitas asli ke orang lain. Langkah akhir, bersikap biasa.

“Uwaah~” Menguap sambil merenggang tubuh, dan menutup mulut dengan tangan kiri. Ketika aku membuka mata, diriku mendengar sambutan-sambutan yang tidak pernah sekalipun aku mendengarnya, berbagai macam suara halus dan lembut seperti alarm pagi yang menyenangkan membangunkanku. Akhirnya mimpiku terwujudkan, rasanya ingin menangis terharu.

“Selamat pagi~ Hikaru-kun.” Seorang gadis memanggilku sambil menggeser pintu lemari penyimpanan kasur yang menjadi tempat tidurku sekarang, sekedar membangunkanku saja, lalu dia pergi lagi untuk membantu yang lain menyelesaikan tugas merapihkan kasur di ruang tamu. Ada di depan mataku.

Gadis paling kecil di antara saudarinya yang lain, yang menjadi cirinya bukan cuma keimutannya yang memiliki tubuh kecil, tapi juga penampilan bagian atasnya, dia selalu mengikat rambutnya menjadi twintail. Sangat cocok sekali dengan warna rambutnya yang coklat cream. Dan gadis kecil itu adalah Erthys, Goddess of Music, di dunia manusia dia tidak menggunakan nama aslinya, karena dia berpikir manusia itu cara pandangnya berbeda dengan Dewi, jadi dia sudah menyiapkan nama lainnya sebelum hari ini tiba. Dan namanya adalah Erika.

“Kau sudah bangun rupanya, Hikaru…” Gadis santai bertubuh tinggi di samping Erthys yang sedang melakukan olahraga pemanasan tubuh ikut menyapaku.

Memiliki mata hijau dan rambut berwarna coklat lebih gelap dibandingkan warna rambut Erthys, lalu dibiarkan terurai panjang sampai sepinggangnya yang ramping, satu lagi dia memakai jepitan rambut kelopak bunga sakura yang merupakan hasil pemberianku kemarin. Dia bernama Aris, Goddess of Destruction. Kalau nama manusianya adalah Risa.

“Se-selamat pagi, Hikaru-kun. Ja-jangan melihatku lama-lama. Ini memalukan...” Seorang pemalu mencoba memberanikan diri untuk menyapaku juga, dia sangat pemalu sekali bertatap muka denganku dan kadang selalu mengumpat di balik tubuh kecilnya Erthys atau saudarinya yang lain. Sesuai perintah yang dia ucapkan langsung padaku, aku menurutinya, perlakuan khusus untuknya saja.

Menyerupai putihnya salju yang berhamburan di lapangan terbuka, dan lautan biru yang membentang begitu luasnya sampai ujung pemandangan. Seperti ketika kedatangannya waktu itu, yang sempat aku memanggilnya peri putih. Sekarang penampilannya tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Rambut putih panjang dan mata berwarna biru laut. Gadis pemalu ini bernama Davtuna, Goddess of Sky, sedangkan nama manusianya adalah Carissta.

‘Memaksa menyapaku. Wujud Davtuna dan Erthys… Imutnya~’ Meneteskan air, tapi segera di usap hingga bersih. ‘Tidak, tidak! Sadarlah wahai diriku! Kehormatanku dipertaruhkan disini.’ Plakk! Menampar diri sendiri, dan tentu saja ekspresiku tidak bisa ditutupi semudah itu. “Ma-maaf. Aku tidak bermaksud begitu,” ucap Hikaru langsung meminta maaf, senyum ramah tak pernah sekalipun terlewatkan setiap kali mengucapkan kalimat itu pada siapapun orangnya.

Di samping Davtuna duduk sambil menutupi rasa gugupnya, datanglah seorang yang sering kali memberi nasihat kepadanya soal mengatasi sikapnya yang mudah gugup dan malu di depan orang tidak di kenal. “Kenapa kau malu-malu begitu di depan Hikaru? Dia kan tidak menggigit seperti anjing liar. Ayolah gunakan keberanianmu, Davtuna.”

Aku kagum padanya yang menyemangati saudarinya. Salah satu di antara sifat baik lainnya. Ya meskipun begitu, Davtuna terlihat tidak menyukainya. Kenapa ya? Apa karena dia berasal dari Fraction Dark seperti Aris. Sebelum berubah ke wujud manusia dia bernama Rawphine, Goddess of Education, sesudahnya dia memiliki nama Ariel. Yang awalnya memiliki rambut pendek berwarna ungu, sekarang berubah coklat dan cukup panjang terurai sampai bawah bahu.

“Hikaru. Semua bahan makananmu ada dimana? Aku tidak menemukannya.” Berasal dari  dapur sebelum arah pintu keluar apartemen, suaru itu memanggil namaku dengan tegasnya.

Tentu begitu, dia adalah Goddess of piece, kedamaian dunia biru berada dalam genggaman tangannya, bila kedamaian itu menghilang dia akan bersikap tegas dan melawannya. Namanya ialah Rephion, tapi sekarang di dunia dia merubahnya menjadi Raphi.

Aku beranjak keluar dari tempat tidurku sambil melanjutkan merenggangkan kedua tangan ke atas, lalu menjawab pertanyaannya, “Ada di tempat biasa.”

Rephion membuka kulkas untuk kedua kalinya. Benar-benar bersih tak tersisa, itu yang dia lihat dari rak atas sampai bawah. “Kosong. Tinggal beberapa mentimun dan dua tomat.”

Aneh. Tidak, itu tidak benar, bukankah masih ada sisa makanan kemarin? Ya kare yang kubuat pada hari minggu, dan itu pun aku membuatnya sangat banyak sekali agar bisa memakannya lagi untuk sarapan pagi hari ini. Cukuplah untuk 6 orang. Ah, apa mungkin saja aku salah mengingatnya. Kuharap begitu.

“A-apa? Coba periksa di sudut-sudut bagian bawah. Buka semua rak,” seru Hikaru sambil berjalan menghampiri ke tempat Rephion berada.

Sudah dipersiapkan dengan baik. Memakai celemek merah orang tuaku yang biasa kupakai saat ingin memasak, kadang-kadang, tapi dari mulai tiga bulan yang lalu aku sudah tidak pernah memakainya. Satu kata, merepotkan. Jadi kukasih saja ke mereka yang mau, begitulah pikiran jangka pendekku dan langsung mengatakannya pada mereka.

Setelahnya terjadi perebutan hak milik barang antara ketiga kubu, Aris, Rawphine, dan Rephion. Sisanya mengungsi ke tempat aman. Bagaikan satu jari tangan yang dimasukkan ke dalam kolam ikan piranha lapar, mereka para ikan piranha akan langsung baku hantam memperebutkan jari itu, sama halnya dengan yang kulakukan. Untung jariku selamat. Maksudku celemeknya tidak robek. Akhir dari perebutan itu dimenangkan oleh Rephion, dengan cara adil dan jujur.

“Sudah aku lihat. Apa perlu aku membelinya saja bahan-bahannya?”

“Tunggu. Sekarang jam berapa?”

Aris mendengar yang kukatakan soal menanyakan jam, dan dia pun yang menjawabnya, “Jam 7.”

“Ahh, itu akan memakan waktu. Kita makan apa adanya saja…”

“Dengan bahan ini?” Menggenggam mentimun di tangan kanan dan tomat di tangan kiri, lalu menunjukkannya ke aku. “Apa akan enak?”

Mendesah penuh percaya diri. “Jangan meremehkan kemampuan chef terkenal di apartemen ini. Kutunjukkan padamu magic yang sebenarnya dari seorang manusia bernama Kazuki Hikaru. Oh iya, Rephion kau mau bantu aku?”

“Siapa juga yang meremehkan manusia?” guman Rephion. “Aku coba.”

Tekad yang bagus. Baiklah langkah selanjutnya adalah menyiapkan semua bahan serta bumbu yang akan di pakai, mentimun dan tomat, sebagai bumbunya yang kupakai cuma dua… miso dan gula. Takarannya hanya perlu secukupnya saja, tidak banyak ataupun tidak sedikit, karena memang kesulitannya itu berasal takaran pemakaiannya agar bisa menyeimbangkan rasa dari bahan utama yang kupakai yaitu mentimun.

Aku kemudian memberikan satu perintah pada Rephion untuk memotong mentimun itu tipis-tipis, sedangkan aku menyiapkan bumbunya, karena seorang pemula tidak akan mengerti takaran dari seorang professional.

Duarr! Duarr!

‘Hah! Mengejutkan sekali! Ja-jantungku hampir saja copot!’ Melihat ke samping. Ya ampun, aku tak tega melihat pemandangan mentimun di potong olehnya. Rephion memang benar sedang memotongnya, tidak, itu bukan memotong lagi namanya tapi menebas tanpa perasaan dan juga tanpa memperkirakan ukuran yang aku beritahukan tadi. Asal menghantamkan yang penting terpotong, ini mungkin yang dipikirkan Rephion dalam hatinya.

Lalu, ada sesuatu lagi yang benar-benar mengejutkanku setelah hantaman terakhir.

Duaarr!!

‘Dia membelah talenanku juga! Seberapa kuat sih kekuatan yang di miliki Dewi ini?!’ Sekeras apapun aku menggunakan pisau untuk memotong bahan makanan, belum pernah sekalipun aku sampai membelahnya. ‘Pulang sekolah nanti aku akan membeli yang baru, sepertinya, yang ini sudah tidak bisa digunakan.’

“Memasak itu menyenangkan ya, Hikaru.” Tersenyum manis padaku.

“Ah, iya.” Menyamping wajah, gak mau melihat yang terjadi disana.

Rephion membuat sarapannya sendiri setelah aku selesai membuat masakanku. Mencoba menirukan sebisa mungkin… Ekspetasi tidak semanis realita.

.

.

Terkadang bayangan indah sewaktu lapar akan muncul ketika sarapan dihidangkan ke meja makan, tapi yang terjadi di apartemenku malah pada memandanginya, kecuali Rephion yang lebih dulu memakan masakan hasil buatannya sendiri dengan resep yang kukasih. Sudah pasti dia tidak mengeluh, yang di makannya saja masakan dia sendiri.

Ada sebagian yang mendapat masakanku, dia lah gadis-gadis beruntung dan yang sebagiannya lagi mendapat masakan Rephion. ‘100% Aris pasti mengeluh sama Rawphine.’

“Ma-mau kutukar dengan punyaku? Ini.” Aku mencoba merubah suasana dengan menawarkan semangkuk nasi yang kupegang untuk Aris.

Dia tak membalas. Tetapi pandangan matanya tidak lepas dari semangkuk nasi yang ada di depannya. Dia juga tak berkedip. ‘Menyeramkan!’

“Buatku saja…” Langsung di tukar mangkuk yang kupegang oleh Rawphine dan segera memakannya dengan lahap. Dia pasti kelaparan. “Ini enak. Apa namanya Hikaru?”

“Nasi mentimun rasa miso.”

Rephion mulai memerhatikan kami yang diam-diam saja sesaat kemudian. “Kalau tidak cepat, nanti terlambat loh.”

Dua gadis yang kusebut beruntung, Erthys dan Davtuna, mereka terdiam sejak tadi. Mereka mendapatkan masakan buatanku, jadi secara otomatis gak mungkin rasanya mengerikan. Seterah mereka sajalah.

Mulai mengangkat sumpit, kemudian mengapit nasi yang bercampur dengan timun rasa miso itu, warnanya kuning pekat dan nasi yang tadinya berwarna putih sampai tertutupi oleh warna kuning miso yang pemakaiannya tak wajar. Menutup mata sambil berdoa dalam hati.

Satu gigitan, dua gigitan. Crunch, crunch…

Pesan dariku, lain kali jangan biarkan yang tak pandai memasak di suruh memasak, atau membantu di dapur.

Aku menyerah. Ledakan rasa yang begitu asin tapi juga manis dari gula, menyebar menyeluruh dengan cepat ke bagian-bagian lidah paling belakang. Bagaimana dengan mentimunnya? Hilang di telan rasa miso. Dan kemudian karena rasa itu juga sel-sel perasaku langsung lenyap… Lanjut mengunyah pelan-pelan. Crunch…

“Air. Minumlah,” kata Erthys, memberikan segelas air putih.

Perhatian sekali. Aku tak menyangka akan mendapati pelayanan dari Erthys, sungguh terharu. Aku membuka mataku dan menatap mata coklat Erthys, ‘Apa ini yang dinamakan “benih-benih cinta” yang mulai tumbuh.’ Mencuri kesempatan dalam kesempitan. Mataku sampai tak berkedip saat memfokuskan diriku padanya, lalu menggenggam yang jelas-jelas bukan gelas melainkan tangan halus Erthys.

“Terima kasih.” Menariknya perlahan-lahan, namun Erthys melawan tarikanku.

“Hi-hikaru. I-ini tanganku.”

Memerah wajahku, malu karena diperhatikan oleh mereka, kecuali Aris. Dengan cepat aku melepaskan tangan kecil Erthys. “Maaf, maaf. Aku tidak bermaksud…”

“Tidak apa-apa.”

Kebaikan hatinya sungguh membuatku terpana saat merasakan salah satu sifatnya. Apalagi setelah itu dia tersenyum manis dan menghilangkan rasa malu. “Dewi asli,” gumam Hikaru tidak sadar apa yang diucapkannya.

Erthys memiringkan kepala, dia bingung, namun yang lain hampir saja mengecapku sebagai seorang pencuri… pencuri kesempatan dalam kesempitan, memainkan tangan adik kecilnya. Dari tatapan mereka yang memberitahuku begitu…

.

.

Selepas sarapan selesai. Kami semua berangkat menuju sekolah Shuui-Gakuen menggunakan kereta api sebagai transportasi tercepat. Tapi tak kusangka setibanya disana aku tertimpa oleh kesialan yang membuat keterlambatanku hampir saja terulang kembali. Yah untungnya itu tidak terjadi sungguhan.

Gara-gara satu orang yang tergila-gila akan pengetahuan dan penemuan teknologi baru, atau yang belum pernah dia lihat sebelumnya di dunianya. Gadis itu menghilang entah kemana di station kereta api dan asal menaikinya tanpa mengetahui arah tujuan kereta tersebut, di saat-saat seperti itu mataku bergerak cepat melihat ke segala arah dan menemukannya. Membutuhkan waktu agak lama untuk membawanya kembali, tapi waktunya jadi sangat memungkinan bahwa kami akan sedikit terlambat…

Syukurlah. Kami berhasil tepat waktu sampai… di depan gerbang?

Apa yang terjadi?

Aku mendengar langkah mereka berlima yang ada dibelakangku berhenti tiba-tiba. Kemudian Rephion dan Aris mulai berjalan maju ke depan ke samping kiri dan kananku, berdiri sambil menjaga ketiga adiknya, Davtuna, Rawphine, Erthys.

Mengamati dengan sangat serius. Tatapannya sangat tidak biasa. “Hikaru. Ini bahaya, mereka semua tahu kami adalah Dewi. Di sekolah ini ada banyak sekali Iblis berwujud manusia,” ucap Rephion.

“H-hah?! Maksudmu kerumunan gadis-gadis yang menutupi gerbang itu?” Aku bingung dengan keadaan yang diberitahu Rephion. Sebelumnya mereka tidak memberitahuku mengenai ini.

“Ya,” jawab Rephion ragu.

Gemetaran tanganku. Selama satu tahun aku bersekolah disini, dan aku baru mengetahui kebenarannya. Tidak bisa dipercaya.

Menutup mata ketakutan. ‘A-apa… aku akan mati di usia semuda ini? Sialan.’

“Re-rephion, bagaimana ini? Kita tidak mungkin bisa melawannya, kan? Dengan jumlah sebanyak itu…” Erthys panik dan ketakutan sama sepertiku, lalu dia berkata kembali untuk memintanya, “Ayo kita kembali saja…”

“Erthys. Kenapa kau ketakutan begitu? Kan disini ada kami, siap bertarung sampai titik darah penghabisan. Ya, kan Davtuna?” Melempar pertanyaan ke seseorang di sebelah Erthys.

“Eh?! Ah, iya.” Meragukan, jawaban Davtuna, karena dia sendiri juga sama takutnya seperti Erthys.

Sambil melangkah maju ke depan, Aris berkata kepada mereka semua, Iblis berwujud manusia, yang menghalangi jalan kami dengan lantang dan tak takut akan tatapan tajam mereka, untuk cepat-cepat menyingkir dari sana. Namun perintahnya Aris segera di bantah lebih keras dan merendahkan kami, terutama aku yang jauh lebih direndahkan.

“Ahh~ disana rupanya kau… Pecundang Kazuki. Kukira kau tidak akan datang ke sekolah lagi, tapi ternyata aku salah, pantas kau berani kesini karena sudah dapat bantuan ya. Pecundang tetap saja pecundang, bodoh!”

Wajah perempuan itu membuat Aris dan Rephion geram, ingin sekali menghajarnya sampai membungkam mulutnya, begitulah ekspresi yang terbaca dalam tatapan wajah mereka berdua. Tetapi di sisi lain, aku hanya melakukan satu hal yang biasa kulakukan di saat-saat seperti ini, yaitu bersabar.

Aku tak membalas apa yang mereka katakan. Jujur saja aku sangat tidak menyukai yang namanya berkata tidak baik pada perempuan, aku lebih memilih diam daripada harus berbicara atau menanggapi perkataan mereka.

Kenyataan pahit terulang lagi. Ancaman waktu itu yang telah mengetahui rahasiaku di buka di tempat umum dan dipertontonkan oleh murid-murid sekolah Shuui-Gakuen. Banyak diantaranya membicarakanku, tapi entah apa tanggapan mereka mengenaiku. Kesanku semakin buruk? Atau kasihan melihatku?

Begitu hal itu terjadi. kami semua di kejutkan oleh seseorang yang maju melewatiku dan kedua lainnya. Langkah besar diambilnya dengan sifat tegas dan berani, berkebalikkan dari sifatnya yang sangat pemalu. “Dasar Iblis! Kalau kau berani mengatakan lebih jauh lagi, kututup mulut besarmu dengan ini…!” Gadis itu mengepalkan tangannya kuat-kuat dan diarahkan ke mereka. Tatapan penuh amarah berapi-api.

“Coba saja…” Menantangnya.

Kemarahannya tak terbendung hingga membawanya ingin melakukan Megami no Senseou… Aku dan keempat saudarinya mencoba menghentikan itu.

“Davtuna! Jangan…!”

[Release, sigillum deam activated… Ortus qui princeps iustitia advenit. Terra, sine fine, apud inanis, quod… Creatum!]

.

.

Segel kelima Dewi terlepas sekaligus merubah area di sekitar sini menjadi tempat pertempuran mereka dengan para Iblis yang berjumlah 20 orang…

Semua murid-murid yang melihat ini dihilangkan dari area pertempuran, begitulah aturan dari Megami no Sensou atau sebut saja pernyataan battle dari para Dewi. Dan aku menyebutnya dunia ini adalah dunia parallel, selain itu aku tidak tahu lagi mengenai Megami no Sensou.

Rephion berjalan cepat menghampiri Davtuna yang berdiri di depannya. Tangan kanan melayang tinggi mengarah ke kepala… Dua jari mengjepit telinga Davtuna dan membawanya kembali ke belakang dengan menarik telinganya. Davtuna meringis kesakitan, lalu meminta ampun pada Rephion.

Mereka para Iblis tertawa keras melihat kejadian itu, tak lupa ucapan yang merendahkan terdengar sangat keras.

“Jangan bertindak bodoh, Davtuna!”

“Mereka yang bodoh! Aku tidak terima Hikaru direndahkan di depan umum. Apa kamu tidak marah dengan perkataan mereka?!”

Melepaskan telinga Davtuna setelah sampai di tempatku berada. Kemudian Rephion baru menjawabnya, “Sangat marah… tapi sebisa mungkin kutahan amarahku. Tidak sepertimu yang terpancing bisikan Iblis.” Samar-samar aura kemarahan Rephion diperlihatkan.

“Aku membela-”

“Sudah cukup, Davtuna.” Memotong lebih dulu sebelum Davtuna mengatakan sepenuhnya. “Kamu diam saja disini, sekarang biar Aris yang mengurus mereka.”

Aris terpanggil dan menanggapi perkataan Rephion, “Eh? Kenapa aku?” Dia terlihat telah menyetujuinya, namun sedang memikirkan kembali.

“Aris. Kau marah kan pada mereka? Kalau benar begitu, tinggal tunjukkan saja kekuatan kehancuranmu itu.”

“Kekuatan kehancuran kah… Baiklah. Aku ratakan semuanya dengan sekali Skill Ultimate.”

Aku mengerti sekali yang dirasakan Davtuna. Dia ingin membelaku yang diam saja dipermalukan di depan umum, dipertontonkan banyak orang, dan aku hanya menerima saja. Sungguh memalukan sekali…

Cratt!

‘Ta-ta-tangan kananku…’

Kelima gadis di dekatku melihat apa yang terjadi. Terkejutlah mereka, namun kemarahan Davtuna semakin tak bisa di tahan lagi. Sing… Memunculkan busur putih, lalu di genggam sangat erat sambil mengarahkan anak panah cahaya pada mereka, dan melepaskannya… [Spears Arrow!]

“Sihir rendahan.” Mengangkat tangan kanan sambil disejajarkannya dengan arah anak panah itu. [Fire Ball!]

Bola api besar tercipta dari telapak tangannya, lalu menembakkannya ke arah yang sama dengan sihir milik Davtuna. Duaarr!

“Sial! Mereka memulainya lebih dulu… Aris jaga bagian depan bersama Davtuna. Aku dan Rawphine bagian samping… Erthys kuserahkan Hikaru padamu…”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rissha28

    Jika kalian (pembaca) penasaran ingin melihat wujud karakter dalam cerita ini, silahkan mampi di akun wattpad saya yang bernama...

    @Rissha28
    Atau kalo gak ketemu juga, bisa kalian ketik judul cerita ini, maka akan keluar pencariannya. Sekian dan terima kasih...

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
683      401     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.
Salju di Kampung Bulan
1867      838     2     
Inspirational
Itu namanya salju, Oja, ia putih dan suci. Sebagaimana kau ini Itu cerita lama, aku bahkan sudah lupa usiaku kala itu. Seperti Salju. Putih dan suci. Cih, aku mual. Mengingatnya membuatku tertawa. Usia beliaku yang berangan menjadi seperti salju. Tidak, walau seperti apapun aku berusaha. aku tidak akan bisa. ***
Pahitnya Beda Faith
426      301     1     
Short Story
Aku belum pernah jatuh cinta. Lalu, aku berdo\'a. Kemudian do\'aku dijawab. Namun, kami beda keyakinan. Apa yang harus aku lakukan?
Lovesick
383      279     3     
Short Story
By Khancerous Why would you love someone else when you can’t even love yourself?
Rain Murder
1288      534     7     
Mystery
Sebuah pembunuhan yang acak setiap hujan datang. Apakah misteri ini bisa diungkapkan? Apa sebabnya ia melakukannya?
Evolvera Life
6727      2768     27     
Fantasy
Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis du...
Premium
From Thirty To Seventeen
7178      2930     11     
Romance
Aina Malika bernasib sial ketika mengetahui suaminya Rayyan Thoriq berselingkuh di belakangnya Parahnya lagi Rayyan langsung menceraikan Aina dan menikah dengan selingkuhannya Nasib buruk semakin menimpa Aina saat dia divonis mengidap kanker servik stadium tiga Di hari ulang tahunnya yang ke30 Aina membuat permohonan Dia ingin mengulang kehidupannya dan tidak mau jatuh cinta apalagi mengenal R...
Anderpati Tresna
2346      897     3     
Fantasy
Aku dan kamu apakah benar sudah ditakdirkan sedari dulu?
Waktu Itu, Di Bawah Sinar Rembulan yang Sama
787      440     4     
Romance
-||Undetermined : Divine Ascension||- Pada sebuah dunia yang terdominasi oleh android, robot robot yang menyerupai manusia, tumbuhlah dua faksi besar yang bernama Artificial Creationists(ArC) dan Tellus Vasator(TeV) yang sama sama berperang memperebutkan dunia untuk memenuhi tujuannya. Konflik dua faksi tersebut masih berlangsung setelah bertahun tahun lamanya. Saat ini pertempuran pertempuran m...
Balada Valentine Dua Kepala
271      161     0     
Short Story
Di malam yang penuh cinta itu kepala - kepala sibuk bertemu. Asik mendengar, menatap, mencium, mengecap, dan merasa. Sedang di dua kamar remang, dua kepala berusaha menerima alasan dunia yang tak mengizinkan mereka bersama.