Read More >>"> Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya! (Kontrak perjanjian) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya!
MENU
About Us  

Perjalanan pulang menuju apartemen kecil. Mengembalikan sepeda sehabis meminjamnya di luar station kereta yang berada di pinggir jalan dekat lampu-lampu lalu lintas, disana menyediakan jasa sepeda untuk di pakai keliling kota seharian penuh, cukup membayarnya dengan 1500 yen saja.

Berjalan kembali memasuki perumahan sambil mengingat-ingat apa yang sudah terjadi waktu di sekolah…

Di suruh masuk hari ini bukannya belajar malah harus mendengarkan semua perkataan Kurumi, selama hampir 6 jam, ada istirahatnya tapi habis itu di lanjutkan lagi. Orang itu memang pantas di juluki sebagai orang paling mengesalkan nomor 1 di sekolah. Sebagai penyeimbang antara mengesalkan, dia itu… memiliki wajah manis, mengggemaskan, kulitnya putih bersih, pakaiannya selalu rapih tapi agak menonjol dan menjadi pusat perhatian para laki-laki, namun di segani oleh para perempuan, serta bikin jantungan… ketika melihat kenyataan itu semua.

Jika di bahas mengenai Kurumi memang tidak ada habisnya.

Mendesah panjang… Ahh… Pundakku sakit-sakit. Apa mungkin bawaanku terlalu berat, ya? Tentu saja begitu, isinya saja lebih berat dari biasanya. Berupa catatan-catatan pelajaran 3 minggu yang lalu sebanyak 50 lembar persatu pelajaran, biasalah yang mengasih itu semua sudah pasti orangnya sama, tidak lain dan tidak bukan adalah Tachibana Kurumi.

Menolak percuma, kabur pun apalagi. Bisa-bisa aku di kejar sampai ujung dunia, atau aku bisa saja mengambil pilihan kedua dengan mengajaknya belajar bersama… tidak mungkin itu terjadi! Kecuali di buat pingsan dan di sekap dalam rumahnya.

Berbicara tentang hari. Yah benar. Besok hari sabtu, kan, dan Kurumi pastinya tidak akan menggangguku, ya kan. Jika memang begitu… Yahoo! Saatnya berpesta ria! Main game seharian, bergadang, dan yang paling penting adalah… menikmati setiap detiknya sambil bersender di sofa yang empuk. Oh iya, aku baru ingat, aku kan tidak punya sofa, adanya bangku kayu. Gampang tinggal modifikasi.

Menunggu hari esok sungguh membuatku tidak sabaran, ingin rasanya cepat-cepat hari berganti. Mmm… Tapi sebelum itu aku mungkin akan merasakan pedihnya kehidupan dulu, yah hitung-hitung sebagai bayaran yang pantaslah.

“Stop!” Diberhentikan oleh sekelompok orang berpakaian hitam dengan celana berlubang-lubang di lutut, pemulung kah atau pengemis. “Oi, anak manja! Bayar pajak pejalan kaki dulu, kau tahu pajak, kan… 1000 yen, mana sini uangnya.”

Ampas makanan ini orang! Kerjaannya minta-minta uang orang seenaknya, makanya kerja biar bisa menghasilkan uang sendiri…! Ingin sekali mengatakan itu pada preman-preman yang bertingkah kuat, tapi kenyataannya memang terlihat kuat sih, kurasa, tapi alangkah baiknya untuk mengurungkan keinginan itu demi keselamatan diriku pribadi. Cuma sekedar berbicara di dalam hati, tidak secara lisan. Mana aku bisa lihat rambutnya di rubah menjadi gergaji lagi, berduri-duri tajam dan panjang, gergaji naik kepala mau menebang pohon. Mungkin itu dia job preman ini, keren dan hebat sekali ya bisa menebang pohon dengan kepala. Mengangkat ibu jari, aku sangat terkesan oleh preman yang satu ini. Satu lagi ungkapan dalam hati yang tak terucap secara lisan.

Pasrah dengan keadaan, sengaja tidak melawan, karena kalau kulawan, bisa-bisa premannya melawan balik ke arahku… dan nyawaku menghilang. 1000 yen dikantung terambil.

Jam 5 sore, waktu matahari hampir sepenuhnya tenggelam dan menyisakan cahaya orange yang indah. Burung gagak lewat di atas menyuarakan betapa sialnya hidup ini, seperti rasanya di tertawakan gagak. Bertepatan itu juga aku akhirnya sampai di tempat dimana rumah di sebut sebagai istana. Namun, ketika sudah sampai di depan, istana kusebut-sebut berubah menjadi apartemen kecil… Sudahlah. Ahh, itu juga mengingatkanku pada kejadian awal pertama kali melihatnya di pintu apartemen. Mendapati kiriman surat ancaman!

“Semoga hilang, semoga tertiup angin, semoga di ambil orang, atau semoga di buang orang…” Berdoa supaya benar terjadi sewaktu aku tidak ada, lalu melangkah naik ke anak tangga. Tiba-tiba berhenti di tengah-tengah, dikarenakan doaku tidak terkabul. “Shit! Okey-okey, fine! Aku akan mengambilnya.”

Melangkah naik kembali, kemudian mengambil surat itu yang ada bekas tanda jejak sepatuku. Menggelengkan kepala, pasrah sambil menghela napas, dan setelahnya membuka pintu apartemen…

Semua pekerjaan untuk menyiapkan pesta sudah selesai. Tinggal istirahat, tapi tunggu dulu, ada satu hal lagi yang harus di selesaikan. Isi dari surat ancaman berwarna pink belum di buka. Apa ya kira-kira isinya?

Yap, baiklah. Aku, aku kan, hmm… Ahh… Aku lupa taruh dimana surat itu. Biarakan saja, lagipula tidak ada pentingnya juga bagiku untuk melihatnya, kan. “Membiarkan sesuatu di masa lalu di lupakan sejenak, namun ada saatnya dimana sesuatu itu akan teringat kembali dalam jangka waktu yang tidak tertentu. Ketika bulan terjatuh memutari bumi yang indah ini… source: Hikaru.” Menyairkan kalimat di atas.

Tok, tok, tok!

“Permisi. Apa ada orang di dalam? Permisi…”

‘Apalagi sekarang…!’ Mendiamkannya dan tidak perlu menjawab, itu adalah sebuah opsi pertama yang kupilih sebagai tindakan tepat. Menekan tombol remot televisi yang berwarna merah. “Mending bersantai dulu… Ohh! A-a-anime ini kan, bukannya dari light novel seri “Penghiatan Assassin” yang terkenal itu. Ternyata dapat adaptasi anime, tidak menyangka…”

“Kazuki-senpai, tolong buka pintunya. Ini aku Miura adik perempuanmu.” Suara ketukan masih terdengar sampai beberapa kali. Tapi anehnya, kenapa tiba-tiba berhenti. “Kazuki-oniisama… jangan memasukan lebih dalam...” Rangsangan luar dan dalam.

Brakk!

Ekspresinya begitu memikat saat melihatnya pertama kali, tersenyum manis kecil di depanku, dan bentuk tubuhnya sama sekali tidak berubah jika dibandingkan yang dulu,  yang cuma setinggi kurang dari sebahuku saja, mungkin juga agak lebih pendek sekarang, apa mungkin dia menyusut atau aku sendiri yang tumbuh tinggi. Rambut panjangnya berwarna coklat dengan dipakaikan ikatan model popular musim ini, seperti yang dia pakai adalah model mengepang sisa rambut bagian bawah dan menaruhnya terurai di atas bahu sampai ke bagian dada, akhir-akhir ini jenis ikatan seperti itu memang banyak di sukai anak muda zaman sekarang. Termasuk juga salah satu cara agar tidak ketinggalan zaman.

Berseragam perempuan sekolah Shuui-Gakuen. Dia masih memakainya? Ini sudah jam berapa sih… Aku kenal benar dengan gadis kecil ini, karena dia sering kali datang ke apartemenku untuk menagih uang sewa setiap 3 hari sekali, itu adalah satu alasannya agar bisa menggangguku saja, padahal nyatanya aku sama sekali tidak pernah telat dalam membayarnya.

“Dasar bocah mesum! Jangan mengaku-aku adikku! Aku tidak punya adik, tahu!” Tegang duluan diriku. Ucapanku seperti halnya hembusan angin yang sekali lewat saja baginya, tidak mendengarkan dan gadis kecil itu senyum-senyum padaku.

Mendesah-desah dan basah oleh keringat. Ketika tahu pintu di samping kiri dan kananku tiba-tiba terbuka semua, aku langsung panik dan tanpa sadar menarik paksa tangan gadis itu ke dalam apapertemenku sebelum mereka para tetanggaku melihat gadis kecil ini mengeluarkan suara mengganggu. Demi menyelamatkan kehormatanku sebagai orang normal.

“Hentai senpai!”

“Normal!”

“Hentai senpai!”

“Aku normal! Miura!”

Adu kata sampai aku tersadarkan sendiri.

“Ya memang sih, sekecil ini menurutku.” Ibu jari dan jari telunjuknya membagi jarak 1 cm, lalu diperlihatkan ke diriku.

“Anjay! Kecil!”

Menghela napas. “Gimana gak mau sekecil itu. Lihatlah…” Aku benar-benar sadar akan yang di maksud sama gadis mesum ini, yang ternyata tangan kananku masih memegangi tangannya.

Buru-buru angkat tangan. “So-so-sorry! A-aku tidak bermaskud...”

“Terserah lah. Aku kesini cuma mau mengasih tahumu sesuatu yang penting… Tempat yang senpai tinggali akan ditempati oleh orang lain.” Keseriusannya saat mengatakan itu membuatku hampir mempercayainya.

Meski aku masih belum terlalu mempercayainya, karena dia sering kali membohongiku dengan alasan yang sama, tapi, apa dia serius akan mengusirku? Apa yang telah kuperbuat sampai aku diusir? Mencoba memasang jebakan air dalam wadah di depan pintu, ya aku pernah melakukan itu sekali untuknya dan berhasil membuatnya basah, itu juga karena aku sudah kesal dengannya yang selalu menggodaku setiap bertemu. Ahh, pasti bukan itu alasannya, ya aku yakin itu…

“Ada apa Kazuki-senpai melihat wajahku terus? Apa Senpai mulai jatuh cinta padaku.” Percaya diri sekali, tapi itu hanya candaan biasanya untuk membuatku jadi malu-malu kucing.

“Hmm… kurasa iya.”

Jleb… Dewi cinta membidik secara akurat ke arah hati dan melepaskannya, tertancaplah anak panah itu ke tengah-tengah hati.

Selagi adik kelasku terkejut, ekspresi wajahnya pun ikut menjadi merah. Caranya menyembunyikan kalau dia malu sungguh tak pernah berubah sejak setahun yang lalu. “Bo-bo-bodoh! Aku tidak akan terhasut dengan rayuanmu. A-aku sudah punya seseorang yang kucintai! Bo-bodoh! Hentai senpai!”

“Benarkah…”

Tambah memerah dan kesal, tapi bukan seperti rasa kesal biasanya. Adik kelasku pun semakin tak bisa menyembunyikan ekspresi malunya, lalu dia memilih untuk kabur keluar sambil membanting pintu apartemenku.

Brakk!

Terlepas dari kurungan yang menjeratku berpikir pesimis tentang pernyataan Miura soal penghuni baru akan menempati apartemenku. Ini sudah menjadi kebiasaanku sejak lama. Begitu dia ingin pergi aku berbicara kembali padanya dari balik pintu. “Mi-miura. Kumohon coba pertimbangkan lagi, ya. Aku berjanji akan berusaha sebaik mungkin untukmu.”

Jleb, jleb… Dua anak panah di tembakan sekaligus, dan terus mengenai hati kecilnya.

“A-aku gak dengar! Senpai bo-bodoh!” seru Miura sambil menutup kedua telinga. Suara langkah kakinya mulai menjauh dengan cepatnya, dia pasti berlari lagi di tempat itu dan mungkin nanti berakhir… “Ahh…! Tidak!” Brak..brukk… Terpeleset di anak tangga.

“Awauuhh… Itu kurasa cukup menyakitkan.” Membuka pintu, lalu menoleh ke samping kiri. “Kau tidak apa-apa, Miura? Perlukah aku menggendongmu, kalau kau mau aku akan kesana segera.” Aku masih mendengarnya mengeluhkan sakit-sakit, wajar saja sih.

“Aduh, sakitnya… Tunggu! A-a-apa yang se-senpai… Me-me-menggendongku!” Membayangkan seperti di film Romeo dan Juliet… Tiba-tiba terjadi ledakan uap panas dalam kepalanya. Menangis kemudian lari, dan mengatakan, “A-aku belum menyiapkan diri…” Kabur secepatnya menuju pintu gerbang apartemen…

“Dia kenapa sih?!” tanya Hikaru pada dirinya sendiri. Aku merasa heran saja mempunyai seorang adik kelasku kok begitu amat ya, baru datang tiba-tiba marah padaku lalu kabur. “Mending lanjut nonton anime…”

.

.

5 jam kemudian…

Mataku mulai terasa mengering. Penyebabnya karena memandangi televisi begitu lama bersama dengan kipas angin yang langsung diarahkan ke wajahku. Sekedar rasa perih-perih di mata, tidak ada yang lainnya.

Waktu menunjukan pukul 11.00 pm. Aku tak menyangka bisa secepat itu telah berlalu. Menguap sembari menutup mulut dengan tangan kanan. “Mengantuk sekali.” Kedua mata Hikaru tutup terbuka seperti lampu yang mati menyala di pinggiran jalan ketika malam tiba, dan kepala kadang-kadang menuduk lalu terangkat secara tiba-tiba. Menguatkan diri agar tetap terjaga. “Tinggal 1 anime lagi! Semangat diriku! Jangan mudah menyerah sebelum, sebelum, se..belum… Aaarrrrh…Aaarrrh…” Mendadak tidur di lantai tatami enam petak sambil mendengkur keras…


 

Tok, tok, tok!

“Permisi! Permisi…” Ketukan demi ketukan berulang kali dilakukan dan bersama panggilan agak keras, mengingat hari ini sudah malam jadi tidak baik melakukannya terlalu keras agar manusia yang sedang tidur tidak terganggu. Untuk yang terakhir ini, ia akan mencobanya menaikan sedikit nada suaranya. “Apa ada orang di dalam?! Siapa saja, tolong jawab.”

Di tunggu sekitar 5 menit di luar. Ternyata masih tidak ada respon…

“A-apa yang harus kita lakukan?! Ini sudah larut malam, lebih baik kita pulang dulu saja.”

“Tenang Erthys. Jangan panik dulu.”

“Benar kata Erthys. Ngapain juga kita datang malam-malam ke tempat manusia, kenapa bukannya siang atau sore saja sih, Kruvva-sensei? Kalau begini kan sia-sia namanya,” timpalnya dengan tegas mengeluhkan pemilihan waktu yang kurang tepat.

“Ahh, yah… Hahaha…” Menolak memberitahukan kebenaran pada Aris. ‘Yah ini juga karena salahmu. Mengamuk seenaknya, menghancurkan pulau, belum lagi Erthys harus menyembuhkan luka berat Rephion, dan banyak lagi.’

Krrr…

Seseorang yang di tunggu-tunggu akhirnya keluar dan menampakkan diri. Tapi aneh, di foto itu wajahnya seharusnya tidak begini. Untuk memastikannya, ia akan memeriksa kembali foto itu, namun sayang sekali setelah di cari fotonya ternyata tidak ada atau mungkin tertinggal di pulau sewaktu pingsan.

“Ada yang bisa kubantu?” tanya laki-laki itu, lemah suaranya di hadapan kami.

Rambut hitam acak-acak, wajah pucat dan memerah, berkeringat, bahkan ia bisa melihat keringatnya mengalir terus dari dahi dan terserap ke syal merah yang laki-laki itu kenakan, tentu saja dia berkeringat banyak sekali karena pakaiannya sangat tebal. Aneh. Musim sekarang sudah memasuki musim semi di dunia manusia, jadi tidak perlu memakai pakaian setebal itu. Ada apa dengannya? Dia merasa senang dan tidak mengeluhkannya.

‘Yah itu urusannya, bukan urusanku. Tapi, aku Dewi, aku tidak bisa diam saja melihat kondisinya seperti itu. Paling tidak aku menanyakan dulu keadaannya sekali,’ pikirnya dalam hati.

“Ano… Apa kamu baik-baik saja? Wajahmu pucat sekali.”

Murah senyum, lalu dia berkata, “Tidak usah khawatir. Aku baik-baik saja kok.”

“Onii-chan! Cepat kesini!!” Teriak seseorang dari dalam apartemennya, suara perempuan. Adiknya kah.

Laki-laki itu menoleh ke belakang. “Tunggu sebentar Ai.” Menghadap ke kami lagi, dan dia bertanya terburu-buru sekali. “Jadi, ada yang bisa kubantu?”

“Eh! Mmm.. Aku cuma mau tanya, apa benar yang tinggal disini adalah Kazuki Hikaru kelas dua SMA?”

“Bukan, bukan aku. Tapi aku mengenalnya, dia tinggal di samping apartemenku. Perlukah kuantarkan?” Mencoba menawari.

“Tidak, kami bisa sendiri. Maaf ya mengganggu malam-malam begini…” Menundukkan kepala sebagai permintaan maaf yang sopan.

“Tidak kok. Selamat malam…”

“Selamat malam.”

Masuk ke dalam, lalu menutup pintunya.

Setelah itu kami berjalan ke tempat yang diberitahukan laki-laki itu, cuma beberapa langkah saja untuk sampai sana. “Erthys, apa kamu mau menyembuhkan dia?”

“Siapa? Aku dari tadi tidak merasakan ada seseorang yang sakit?” jawab Erthys.

“Kamu yakin?”

“Kruvva-sensei.” Tepat setelah Rephion memanggil namanya, kami semua berhenti, termasuk dia juga. “Berhentilah berbicara sesuatu yang tidak penting.”

“Sudah salah tempat malah berbicara aneh,” timpal Aris bermaksud menyinggungnya.

“Y-ya, maaf.” Lanjut mengetuk pintu dengan tidak menimbulkan suara mengganggu. Tok, tok, tok! “Permisi…”


 

“Huh!” Terbangun dari mimpi buruk. Wajahku memucat dan tangan bergemetar. “Parah. Ini sungguh parah… Masa bisa-bisanya aku memimpikan Kurumi, terus dia buka baju lagi!” Memegang dahi yang mengeluarkan butiran-butiran air keringat. Aku shock berat. “Lebih seram daripada film horror!”

Tok, tok, tok!

“Permisi…”

Bersamaan dengan suara ketukan pintu aku juga dengar suara seorang perempuan dari luar, aku bergegas kesana untuk memeriksa siapa yang datang ke apartemenku. “Lagi-lagi ada orang, bikin kesal saja!” Menggerutu saat berjalan. Sesampainya aku membuka pintu di depanku…

Cantiknya perempuan ini. Tunggu! Dia asli kan, bukan palsu kan, terkadang ada yang begini yang kecantikannya melewati perempuan biasa, tapi kenyataannya orang itu berbatang. Salah satu pengalamanku.

Mata hijau berwarna seperti batu emerald, rambut panjang terurai sampai di bawah pundak dan mengenakan topi, dari atas penampilannya berwarna hijau dengan memadukan warna gelap dan terang hingga menciptakan suatu keindahan berkelas tinggi, padahal pakaiannya saja tidak terlalu mewah.

Di balik tubuhnya cahaya bulan bersinar terang, sungguh indah, memperindah kesan miliknya. Yang memikatku cuma satu yaitu, karena ekspresinya, senyuman secerah cuaca hari ini yang telah diberitakan pada pagi hari lalu. Tapi bukan perempuan cantik itu saja yang terlihat luar biasa dibawah cahaya bulan, namun ada lima orang gadis lainnya, meski pakaiannya bisa terbilang aneh sih menurutku, mengapa?

Mereka datang ke tempatku mau pesta cosplay atau baru selesai mengikuti perlombaan cosplay? Bingung.

Dua orang mengenakan pakaian ksatria, yang satu seperti pahlawan ksatria suci dengan kekuatan air dan satunya lagi kurasa antagonisnya, ketiga lainnya ada yang mengenakan pakaian peri putih, penyihir gelap, terakhir itu mirip gadis elf berambut pirang dengan tambahan aksesoris sayap di belakang punggung berwarna emas menyala. Keren sekali kostumnya, pasti dia yang menang kalau mengikuti perlombaan cosplay.

Mulai menelan yang barusan kuucapkan, yang mengatakan tentang kejengkelan di puncak hari ini…

“A-apa ada yang bisa kubantu?” Jadi canggung.

Belum apa-apa dua orang di belakang yang berpakaian ksatria antagonis sudah saling berbisik-bisik dengan penyihir gelap, dan bisikan mereka berdua aku mendengarnya sangat jelas. “Bagaimana menurutmu, Rawphine?”

“Entahlah. Sangat biasa sampai aku tidak terlalu tertarik padanya.” Rawphine menjawabnya dingin. Tiba-tiba dia melihat kearahku dengan tatapan dinginnya, dan karena aku tidak suka di lihat seperti itu segera aku memalingkan wajah ke arah lain.

‘Benar kata gadis itu. Orang biasa mana bisa membuat orang lain langsung tertarik,’ pikir Hikaru menanggapi gadis itu dalam hati.

“Apa kamu Kazuki Hikaru-kun?” tanya seorang perempuan di depanku, yang kemudian mengalihkan pandanganku ke arahnya.

‘Tunggu! Sejak kapan orang yang tidak kukenal bisa tahu namaku? Jangan-jangan orang tuaku terjerat kasus berbahaya dan akhirnya melibatkanku sebagai ganti bayarannya! Oh my God!’ Mundur selangkah, tiba-tiba panik sendiri karena langsung mengambil kesimpulan buruk tersebut. Tapi aku berusaha melawannya dengan pemikiran lain atau cara pandang lain yang menurutku positif. ‘Sebentar… tenangkan dirimu Hikaru. Buang pikiran pesimis, kemudian hajar dengan sikap optimismu.’ Tarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya.

Lanjut aku menjawab pertanyaan perempuan itu. “Benar, aku Kazuki Hikaru. Mmm… Anda siapa ya? Kenapa Anda bisa tahu namaku?”

“Oh! Ma-maaf-maaf, aku lupa mengenalkan diri… Aku, Kruvva, Dewi tingkat 3 bertugas menjadi pengawas kelima gadis ini, sebelumnya aku bekerja sebagai Goddess of Message di pulau terapung no.284…” Menghela napas, pandangannya berubah menjadi orang yang tengah menyesalkan sesuatu. Apa yang kulihat membuatku tertarik, meski dari tadi aku tidak mengerti dia berbicara apa. “Tapi, ini semua hanyalah tugas yang diberikan oleh atasan, jadi terpaksa aku menerima tugas dadakan ini dengan lapang dada. Kamu tahu bagaimana rasanya?” Meminta jawaban dariku, berniat ada orang yang mau bersimpati dari apa yang dia alami. Aku pun hanya mengangguk padanya sebagai jawaban yang dia inginkan.

Lagipula yang dikatakannya masih tak mengubah fakta bahwa aku sangat kebingungan, sampai otakku saja tidak mencerna setiap perkataannya. “Maaf, aku tidak mengerti maksud Anda.”

Seorang gadis bercosplay pahlawan ksatria suci menanggapi yang kukatakan. Gadis itu pun langsung angkat bicara mengenai yang disampaikan oleh orang yang di panggil “sensei”. Aku kagum dengannya, sikap dalam dirinya, yang berani ingin berbicara pada siapapun orangnya yang jelas-jelas dimatanya adalah perbuatan salah atau berbelok ke arah lain. Sungguh tidak banyak orang zaman sekarang mempunyai sikap itu.

“Kruvva-sensei, kalau mau curhat jangan disini, di tempat lain saja. Coba lihat, kau membuat dia jadi kebingungan, kan. Sudah biar aku saja yang menjelaskannya secara terperinci.” Kruvva-sensei memberikan perintah pada gadis berani itu, “silahkan” dengan tangannya sebagai bahasa isyarat. Lalu, ksatria suci itu mengambil alih pembicaran sambil maju ke depan, berdiri dihadapanku, “Singkatnya begini…”

Ternyata dan ternyata, penjelasannya juga sama saja, seperti rumus mencari volume balok, panjang kali lebar kali tinggi. Ketahuan orang ini menipuku. Diam dan mendengarkan, itulah yang kulakukan. ‘Ahh… gadis ini sama saja,’ pikir Hikaru. Aku memang mendengarkannya berbicara, namun juga melirik-lirik dan mencuri pandangan ke gadis yang lain. Bukan bermaksud buruk kok. Entah ada sesuatu yang berbeda dari mereka semua, aku tidak bisa mengatakannya apa itu, yang jelas hawa keberadaan mereka lebih terasa dibandingkan dengan manusia pada umumnya.

Misalnya saja, itu yang disana gadis bercosplay penyihir gelap berambut ungu pendek, dia memiliki aura murni kegelapan tapi bukan berarti auranya itu jahat, ada sesuatu dalam dirinya yang mengatakan sesuatu padaku bahwa dia bukanlah orang yang seperti kubayangkan. Beda lagi sama gadis di sebelahnya, cosplay ksatria antagonis, dia juga sama memiliki aura kegelapan. ‘Eh! D-dia melihatku?!’

Yang kulihat dalam matanya membuatku terhisap ke dalam sana. Setitik cahaya dari lubang kegelapan meninggi dan menjauhiku, atau memang aku yang semakin tenggelam ke dasar kegelapan. Sekeras mungkin aku menggapainya lalu menggenggam cahaya tersebut sebelum terbang tinggi, sayangnya itu sia-sia saja. Berakhir sudah penglihatanku, ini sangatlah gelap sekali… ‘A-aku berpindah tempat? Hanya karena melihat matanya? Ini aneh, sangat aneh.’

Melangkah ke depan dengan sangat berhati-hati sekali sambil berusaha menemukan tembok atau apapun untuk bisa di sentuh dengan tangan.

Tiba-tiba saja muncul cahaya penerangan berupa obor menempel di dinding tembok, keadaan tempat ini jelas bisa di lihat meski tidak sepenuhnya. Aku berhenti dan melihat-lihat sekitar dulu. Ketika beberapa saat berlalu, aku langsung beranggapan tempat ini adalah salah satu sebuah peradaban kuno yang telah lama hilang, soalnya kulihat gambaran-gambaran prajurit ini sedang berperang di ukir di tembok tersebut, begitulah aku menyimpulkannya. Lalu aku mulai berjalan kesana, menyentuh permukaan bawah yang kasar dan berdebu sangat tebal, kemudian aku mengusapnya sedikit…

‘Terlihat sesuatu! Apa ini?’ Mengusapnya lebih ke kanan sampai semua yang tertutupi bisa terlihat jelas. ‘Tulisan? Apa yang tertulis disini?’

“A...R... aku tidak bisa membacanya. Huruf ini saling menyatu sama lain, lalu bagian setelah R itu mirip simbol bergaris vertical dan tulisan selanjutnya… Aku tidak tahu.”

Keadaan disini memang sudah hancur parah. Sebagian dinding tembok hancur karena retakan-retakan kecil, sepertinya hanya itu kerusakannya. Kalau di jelaskan lebih detail…

Cring! Cring!

“Siapa disana?”

Yang awalnya sama sekali tidak ada apapun tiba-tiba saja muncul dibelakangku bersama suara rantai yang berbunyi keras. Memberanikan diri untuk melihat seseorang yang memanggilku.

Menyelimuti dirinya dengan aura kegelapan, kemurkaan, kemarahan, kedengkian, dan haus akan kehancuran. Terikat 10 rantai besar, tidak, bukan 10 tetapi 9 rantai, satu rantai telah hancur dan bekasnya ada di dekatnya. Di sekitar pergelangan tangan serta kaki terlihat membengkak berwarna biru, karena rantai yang mengikatnya begitu lama. Orang itu mengangkat kepala… dia, dia adalah...

Sentuhan tangan mengenai pundakku, lalu menyadarkanku dari pemandangan mengerikan itu. “Hei, kamu tidak apa-apa?” tanya gadis bercosplay pahlawan.

“Hah!” Agak terkejut melihat keadaan di sekitarku sudah berubah kembali. Jantung masih berdetak cepat. “Ahh, iya. Aku baik-baik saja… Jadi, ada perlu apa denganku?” Mengalihkan pembicaraan.

“Rephion, sekarang biar aku yang berbicara dengannya.”

“Jangan curhat!” Mengingatkan.

“Iya, iya. Aku tahu…” Perempuan itu menatapku serius. “Begini Kazuki-san. Tentang surat berwarna pink, apa kamu sudah membukanya?” Pertanyaannya seakan-akan terasa menusukku. Serangan kepanikan berhasil menumbangkan halusinasi penglihatan yang kulihat.

‘Ga-gawat, ternyata perempuan ini pemiliknya!! Aku lupa lagi surat itu kutaruh dimana,’ pikir Hikaru.

“Kazuki-san, bagaimana? Apa kamu sudah membuka surat tersebut?” Kedua kalinya perempuan itu bertanya padaku mengenai suratnya.

Sangat terpaksa aku menjawabnya. “Aku belum membukanya, sungguh!”

Terjadi sesuatu yang aneh disini setelah aku mengatakan itu. Bisa dikatakan ini adalah pengalaman pertamaku. Rasanya kesal sekali, mau marah tapi aku yang menyebabkan ini terjadi. Mungkin tingkat kesabaranku akan naik ke level 2 setelah ini selesai. Aku berharap sekali.

“Kamu bilang apa? Belum membukanya? Dasar bodoh!”

Sesuatu dalam diriku terlepas begitu saja, lalu mengatakan, “Anda adalah orang yang tidak kukenal. Jangan asal mengatakan seseorang bodoh sebelum bercermin pada kaca.” Masuk ke dalam, lalu menutupnya keras-keras. Brakk! Bersender pada pintu di belakangku sambil menutup mata.

Mengingat kembali yang sudah berlalu cukup lama. Kenapa aku selalu dikatakan bodoh sama perempuan? Letak kesalahanku dimana? Berapa kali aku terus menanyakan itu dalam hati. Mengapa mereka dengan gampangnya menjelek-jelekkan orang lain? Tanpa memikirkan perasaan orang tersebut.

Mengalirnya setetes air melewati pipi kanan dan terjatuh ke lantai. ‘Tidak, tidak. Aku tidak boleh menangis! Aku seorang laki!’ Mengusap buru-buru dengan lengan baju. Melangkah ke depan menuju ruang tamu enam petak di sebelah kiri, namun tetesan air mata terjatuh lagi dan lagi hingga membasahi pipiku. ‘Tolong. Hentikanlah kesedihanku.’

Yang kujanjikan waktu itu pada Kurumi, entah mengapa bisa kulihat dengan mata kepalaku sendiri. Sebuah ingatan bersamanya terlihat dengan jelas sekali, dari tempatnya, waktunya, semua yang dikatakannya mengenai kondisi yang sedang kualami…


 

Ditengah sebuah taman yang entah dimana lokasi tepatnya, cukup indah untuk mengembalikan stamina kami yang terkuras sehabis berlari mengelilingi perumahan. Waktu senja telah tiba memancarkan cahaya orange kelabu, suara burung bersemi di pepohonan yang melambai-lambai tertiup udara menyejukkan. Duduk dibangku.

Melihat ke sebelah kiri dan ke kanan. Seorang pun tak ada kecuali kami berdua. Kukira kami akan bisa bersenang-senang selepas ujian berakhir, ternyata tidak begitu, kejadian buruk malah menimpa kami sewaktu di jalan menuju ke Game Center.

Tiga orang preman menghentikan kami di suatu gang sekaligus menyuruh kami untuk memberikan semua uang yang kami punya. Tentu Kurumi menolak itu, dia pun langsung merencanakan tindakan perlawanan pada mereka.

Dua diantaranya ada di depan kami, satu orang menjaga bagian belakang kami, rencana yang Kurumi jalankan adalah melawan orang yang sendirian itu untuk membuka jalan kabur. Menggunakan bahasa kedipan mata untuk komunikasinya, aku mengerti komunikasi Kurumi, dan dia memintaku menghalangi pandangan orang itu dengan tubuhku agar tubuh Kurumi yang kecil tidak terlihat.

Baru juga aku melakukannya, Kurumi langsung menyerang orang itu secara tiba-tiba. Tendangan super kuat dihempaskan Kurumi dan masuk ke selangkangannya… Brukk! Jeritan kematian terdengar sangat keras melingking. Selagi orang itu menjerit, aku menambahkan kemungkinan keberhasilan meloloskan diri, dengan melemparkan uang koin pada mereka untuk membutakan kedua mata orang itu. Berjarak kurang dari 4 meter lemparanku meleset ke arah lain… Mengarah ke selangkangan mereka. Keduanya menjerit seperti temannya.

“Gawat!” kata Hikaru panik sembari menyeringai senyuman terpaksa. “So-sorry… Aku tidak bermaksud.”

“Kenapa kau minta maaf. Ayo lari!” Dengan cepatnya Kurumi menggenggam tanganku, lalu ditariknya. “Sampai jumpa, preman kepala gergaji~” seru Kurumi sambil melambaikan tangan yang satunya. Ledekan Kurumi membuat mereka geram.

Setelah membantu temannya berdiri dari kesakitan luar biasa, mereka bertiga kemudian mengejar kami sampai kemanapun kami pergi, dari wajah orang di tengah terlihat sekali mengatakan kata-kata mengancam, “Tak akan kubiarkan lepas begitu saja! Bocah!” Mata tajamnya seakan-akan memberitahuku.

“Mengerikannya…” Mengolah pernasapan saat berlari. Ternyata ada untungnya aku mempelajari ini dari Kurumi, coba kalau tidak, paling aku hanya mampu berlari sejauh 100 meter saja.

Kejar-kejaran akhirnya terjadi begitu lama. Banyak hal yang tidak menguntungkan kami saat mencoba melarikan diri, contohnya… aku tidak sengaja menginjak ekor anjing besar jenis bulldog, terus di kejar. Kurumi yang tidak memerhatikan arah jalannya, dia tidak sengaja menabrak seseorang hingga terjatuh mengenai rokoknya sendiri, terus di kejar. Terakhir, kami tidak sengaja salah memasuki gang dan berakhir terjebak di jalan buntu, tembok besar setinggi 2,5 meter menghalangi jalan kami.

Kepanikan sempat kurasakan waktu itu. Namun Kurumi tetap tenang dan berusaha secepat mungkin memikirkan cara untuk meloloskan diri dari kejaran preman, anjing, dan orang perokok. Detik-detik dimana kerumunan itu hampir menemukan dan menghadang jalan keluar kami, semakin rasanya kepanikanku meningkat luar biasa.

“Hikaru tenang, ini belum berakhir.”

“Ini sudah berakhir-“

“Belum! Aku punya ide.”

“Cepat katakan,” ucap Hikaru tidak sabaran ingin segera meloloskan diri dari sini.

“Ingat! Bab 3 halaman 56. Assassin yang terjebak!”

“A-apa maksud- Oh! Aku tahu… aku tahu kita hanya manusia bukan assassin, Kurumi.”

“Kalau begitu tinggal pilih, mau manusia yang akan dihajar, atau, assassin yang akan meloloskan diri…”

Mendesah panjang. “Baiklah! Jadi, siapa yang menjadi pijakannya. Aku atau kau?” tanya Hikaru. Meski awalnya tidak setuju, tapi sekarang aku menyetujuinya.

“Aku saja…”

Aku menjauh dari Kurumi sekitar 4 meter. Bersiap di tempat, dan kemudian berlari secepat kilat... Melompat kecil, lalu menginjak telapak tangan Kurumi yang sengaja dibuat sebagai pijakanku. Pada saat yang sama setelah kuinjak tangannya, Kurumi sekuat-kuatnya melemparkanku sampai melewati tembok besar itu… “Haahh…! Hahh!” Terbang tinggi, lalu terjatuh dengan kerasnya menghantam jalanan, dan terluka tergores di kedua siku.

“Aku tidak percaya yang kulakukan ternyata berhasil… Sekarang, aku harus membantu Kurumi.” Melihat-lihat ke sekitar, mencari suatu barang yang berguna. “Yosh! Kurasa aku bisa.”

Sementara itu, Kurumi yang masih tertinggal disana sendirian hanya diam tak bergerak, menunggu pembalasan dari mereka. Dan tibalah kerumunan itu menemukan Kurumi dan langsung berlari kearahnya…

Menumpuk berbagai barang yang kudapatkan untuk membentuk sebuah tangga darurat. Harus hati-hati saat menyusunnya satu persatu, dan melangkah naiknya… Aku melompat, lalu menangkap ujung tembok itu, dari sini lah aku berjuang sekuat tenaga melawan berat tubuhku sendiri agar bisa terangkat. Perlawanan yang sengit berlangsung cepat… Semua yang kulihat dari atas ini sangatlah jelas, mereka yang mengejar kami diam disana. Diam disana?

“Kurumi, aku datang-“

“Jangan disitu…!”

Brukk!

Dari samping Kurumi datang sambil menghantamkan lututnya ke wajahku. Terhentak ke belakang dan terjatuh kembali ke jalanan, luka yang kuterima semakin banyak.

“Pe-pendaratanku selamat?!”

“Pendaratanku yang tidak selamat.” Menutup mata. Aku tidak mau melihat Kurumi berada di atasku.

“Ma-maaf Hikaru. Aku tidak tahu kau disana tadi.” Kurumi menyingkir, lalu membantuku berdiri.

“Tidak apa-apa, no problem.” Kembali membukan mata sembari tersenyum, dan diiringi tawa kecil bersama Kurumi dan aku. “Aku tak menyangka kita berhasil mengelabui mereka.” Mengangkat tangan kanan. Aku berniat untuk mengajaknya menepuk tangan bersama, menyatakan keberhasilan dari perjuangan bersama saling membantu satu sama lain, seperti akhir dalam Bab 3; assassin yang terjebak, Kurumi  langsung menepukkan tangannya padaku.

“Tentu saja.”

Selagi kerumunan itu memutar arah lewat jalan lain untuk sampai sini. Kami berdua memutuskan tujuan baru sambil berlari, keputusan akhirnya terjawab, dimanapun tempatnya kami harus beristirahat. Begitulah yang aku katakan. Dan Kurumi menambahkan seenaknya, ke timur laut.

Mengeliling perumahan sekitar 5 menit dan berakhir menemukan sebuah taman. Disanalah tempatnya kami beristirahat memulihkan stamina…

Dua kaleng minuman jus di bawa Kurumi. Aku diberikan jus wortel favoritku, sedangkan Kurumi favoritnya jus stroberi susu. Hanya membutuhkan 11 detik saja bagiku untuk menghabiskan sekaleng jus wortel segar. Melirik ke Kurumi yang sedang menggenggam kaleng minumannya, dia berkata padaku, “Aku 10 detik.”

“Mustahil!” jawab Hikaru terkejut mendengarnya. “Beda 1 detik.”

Menatap ke bawah dan sedikit membungkuk badannya, kedua tangan memainkan memutar-mutarkan kaleng minuman yang sudah kosong tak tersisa isinya, “Hikaru. Apa yang akan kau lakukan bila kesedihanmu tak bisa terbendung?”

“Hmm… aku tidak pernah merasakan kesedihan yang kau maksud.”

“Begitu ya, sudah kuduga.” Pandangan Kurumi berubah sembari menoleh kearahku, menatapku serius. “Kusarankan lebih baik menangis daripada menahannya.”

“Baiklah, akan kuingat itu.”

“Ada seseorang pernah mengatakan ini padaku… Menangis bukan berarti lemah, menahan bukan berarti kuat.” Tatapannya menjauh dariku dan membungkuk lagi sambil melihat ke bawah. “Direndahkan dibalas senyuman, keburukan dibalas kebaikan. Intinya adalah kesabaran dan ketulusan hati untuk bisa memaafkan. Aku berharap kau bisa bersikap seperti itu ketika sesuatu terjadi padamu.”

“Aku berjanji. Terima kasih, Kurumi. Terima kasih telah mengkhawatirku.”


 

Dua orang memarahinya. Sebab kata yang keluar dari mulut Kruvva-sensei sangatlah tidak pantas di dengar, dapat melukai hati sebagian orang. Contohnya adalah Kazuki Hikaru. Meskipun dia tidak menunjukkan ekspresinya tapi dari sikap dan perkataan Kazuki Hikaru sudah sangat jelas terlihat bahwa hatinya pasti terluka.

Ada sesuatu yang aneh. Mengapa Kazuki Hikaru…

Mengusap kedua air mata yang mengalir. Berbalik arah, lalu berjalan menuju pintu keluar, sesampainya disana tangan kananku meraih gagang pintu dan menggenggamnya. Tidak sepantasnya aku mengatakan itu pada mereka, yang tak tahu apapun, aku bodoh sekali ya. Begitu bodohnya emosi juga terbawa.

“Semoga saja mereka masih disana.”

Krrt…

Pintu terbuka. Kami melihat adanya suatu perubahan tiba-tiba, entah menyembunyikan perasaan itu atau memang… atau memang Kazuki Hikaru benar-benar melepaskan emosi negatifnya beberapa saat lalu, lebih tepatnya memiliki hati pemaaf. Kami mempercayakan soal itu pada Erthys, dia yang lebih memahami isi hati seseorang saat bertatap mata.

Sejujurnya, sejak awal kami memang belum sepenuhnya percaya akan pilihan Kruvva-sensei, makanya kami memanfaatkan kesempatan ini untuk menyakini bahwa laki-laki yang ada di hadapan kami ini, Kazuki Hikaru, layak sebagai seseorang yang terpilih. Kalau saja tidak ada kesempatan ini, biar waktu yang akan memberikan jawabannya pada kami.

Erthys maju lebih mendekatkan dirinya dan memulai pembicaraan. “Ka-kazuki-san. Aku mohon padamu, tolong maafkan Kruvva-sensei. Tolong maafkanlah. Kruvva-sensei tidak bermaksud membuatmu marah dengan perkataannya.” Langkah pertama telah dilakukan, tinggal menunggu si pengucap berkata dan Erthys dapat mengidentifikasi kejujuran.

Menggelengkan kepala, perasaan bersalah menumpuk pada wajah Hikaru, bahkan sampai menunjukkan ekspresi menyesal seperti Kruvva-sensei. “Maaf. Seharusnya aku yang mengatakan itu sejak awal, aku yang salah.” Menundukkan kepala pada Kruvva-sensei. “Maafkan aku.” Dan setelah itu mengembalikan surat berwarna pink yang tidak sengaja ditemukan di tempat sepatu.

“A-aku yang salah. Maafkan aku juga,” balas Kruvva-sensei, lalu menerima surat yang diberikan padanya.

Mengidentifikasi selesai. Tidak perlu adanya langkah kedua dan ketiga, semua sudah jelas. Memang benar Kazuki Hikaru pantas menjadi pengajar kami. “Kruvva-sensei. Maafkan aku yang telah meragukan pilihanmu. Aku memilihnya,” ujar Erthys sembari menunjukkan jarinya ke Hikaru.

Rawphine dan Davtuna juga mengucapkan permintaan maaf pada Kruvva-sensei. Apa yang terjadi? Mereka pada minta maaf.

“Kamu sudah yakin, Erthys?” tanya Rephion terus terang meski di depan ada Hikaru.

“Aku yakin.” Jawaban Erthys membuat Rephion si pemilik rambut biru melepaskan keraguannya.

“Yah, kalau kau bilang begitu… apa boleh buat.” Ksatria antagonis mengangkat kedua bahu, lalu merenggangkan tangannya tinggi-tinggi. “Kruvva-sensei. Bisa di percepatkah? Aku mengantuk sekali.”

‘Dari tadi mereka pada membicarakan apa sih?’ pikir Hikaru, cuma bisa melihat dan mendengarkan saja.

“Tidak semudah itu, Aris. Kedua belah pihak harus menyetujui kontrak… Begini Kazuki-san, apa kamu mau membuat kontrak dengan kami.”

Kontrak, kontrak, kontrak?! Perkumpulan cosplay perempuan. Tidak, aku sungguh tidak mau menyetujui itu lagi, sekalipun Kurumi yang memintanya atau di bayar berapa pun harganya aku tetap tidak mau. Aku seorang laki-laki. Aku mempunyai harga diri tinggi.

“Ko-kontrak apa?” Ini sangat mencurigakan. Enam orang perempuan cantik datang ke apartemenku dan memintaku untuk membuat kontrak.

“Kamu jangan berpikir ini adalah kontrak berbahaya, bukan itu maksud kedatangan kami. Ini hanya kontrak biasa, kontrak antara Dewi dan Manusia.”

Aku diam beberapa saat… ‘Ternyata benar ini pasti perkumpulan cosplay, tanpa diberitahu pun aku sudah mengetahuinya duluan. Bagaimana aku menjawabnya? Ikuti kata hati atau menolak secara halus? Memangnya kata hatiku apa? Keliru.’

“Kami datang kesini jauh-jauh, jangan berpikir menolak-“ Terbungkam mulutnya. “Uhmm… Uhm…”

“Ja-jangan dengarkan gadis ini. Dia hanya mengantuk, tadi siang soalnya dia tidak tidur. Abaikan saja ya.” Menyeringai senyuman terpaksa. Tapi itu tak lama, setelah tangannya di tarik paksa oleh ksatria antagonis hingga melepaskannya.

“Memangnya aku anak kecil?!”

“Barusan kau mengakuinya.”

‘Sepertinya menarik…. Eh! Pikir apa aku ini! Tapi ya, sudahlah. Diajak perkumpulan yang anggotanya perempuan, mungkin bisa meningkatkan kesabaranku.’

Keputusanku sudah bulat. Aku memilih… menerimanya saja. Paling juga kumpul bersama dan mengikuti perlombaan cosplay, mungkin aku akan kasih beberapa syarat pada mereka mengenai cosplay yang kugunakan. Aku tidak akan cosplay karakter perempuan, itu saja kurasa cukup.

“Aku menerima kontrak kalian,” ucap Hikaru, tersenyum di depan mereka.

Mereka gembira sekali setelah aku menerimanya. Lagi-lagi aku merasakan suatu keanehan, sesuatu yang tak bisa dikatakan namun terasa mengganjal di hati. Tiba-tiba surat yang sudah aku kembalikan diberikan lagi padaku. “I-ini bukannya punyamu?”

“Bukan. Tugasku hanya mengantarkan saja. Terimalah dan buka isi surat itu.”

Aku menerimanya, lalu membuka sekarang juga di depan mereka. Saat pertama kali membacanya aku berpikir lagi, mereka ini juga perkumpulan gadis chuunibyou kah, yang sering melakukan hal-hal aneh seperti mempercayai adanya kekuatan sihir dalam diri mereka dan monster-monster berbahaya berkeliaran di sekitar luar rumah. Chuunibyou, kah? Berurusan dengan mereka pasti merepotkan. Disatu sisi lain ada kesenangannya.

“Oh iya, apa aku hanya menerima ini saja?”

“Ah, ini disini. Kamu tanda tangani…” Menunjukkan tempatnya yang berada di pojok kanan paling bawah bertanda garis panjang.

“Tunggu sebentar, aku mengambil pulpen dulu.” Ketika hendak pergi masuk ke dalam, perempuan itu menggenggam tanganku, langkah kaki kuhentikan segera. Menoleh ke belakang.

“Pakai ini saja.”

“Ah, terima kasih.” Langsung menandatangainya tanpa pertimbangan lagi… "Sudah selesai."

“Dan sekarang waktunya kamu tertidur, Kazuki Hikaru-kun.” Setelahnya Kruvva-sensei menjentikkan jari. Tlak!

Barusan apa yang diucapkan perempuan itu seketika mataku menjadi berat sekali untuk dibuka, lama-lama aku tak dapat menahannya. Sekuat apapun aku mencoba mempertahankan kesadaran, tetap saja rasa mengantuk ini sudah seperti menguasai perintah dalam tubuhku. Pulpen terjatuh ke lantai bersama dengan tubuhku yang mulai menjatuhkan diri ke belakang.

‘Aku terjatuh, aku tenggelam… Bagaimana ini? Pintu apartemenku belum kututup…!’

Sebelum benar-benar menyentuh lantai ketiga gadis itu, ksatria suci berambut biru, ksatria antagonis berambut coklat, elf berambut pirang, lebih dulu menangkap tubuhku. Kurasakan halusnya sentuhan tangan mereka mengenai pinggang dan kedua tangan. Ada sesuatu yang baru saja mengalir ke dalam tubuhku, mengikuti aliran darah dan terserap oleh jantung…

“Bawa Hikaru ke dalam dan tidurkan dia di kasurnya.” Ketiga gadis yang memegangi mengambil langkah ke depan dengan hati-hati. Perintah Kruvva-sensei dijalankan secepatnya, lalu ketigas itu kembali ke hadapannya bersama dengan kedua gadis yang lain. Kruvva-sensei mengambil sesuatu dari kantung baju. “Minumlah ini sebelum tepat pukul 12.00 malam.” Bola hitam sebesar kelereng diberikan kepada mereka berlima.

Ksatria antagonis menggenggamnya dalam kepalan tangan sekuat tenaga. Melihat itu Kruvva-sensei menghela napas, “Aris. Tenang itu tidak pahit kok, sudah kutambahkan perasa stroberi.”

“Baguslah.”

“Lalu, kebutuhan kalian besok kukirim pagi-pagi, jangan lupa diambil ya. Oh iya, apa kalian ada yang ingin ditanyakan sebelum aku pergi?” tanya Kruvva-sensei. Peri putih yang seorang gadis pemalu mengangkat tangannya. “Silahkan Davtuna.”

“Ko-kontrak perjanjian ini berlangsung sampai kapan, Kruvva-sensei?”

“Pertanyaan bagus. Sampai kalian memahami artinya… Cinta dan Ketulusan hati.” Mereka pada terkejut. “Apa masih ada lagi? Kalau tidak aku akan pergi sekarang, sampai jumpa…” [Teleport]

Baru saja menanyakan. Dia sendiri yang pergi lebih dulu, seperti tidak mau lama-lama disini, mereka semua memikirkan hal yang sama.

“Sensei-“ Rephion menangkap baju Kruvva-sensei sebelum menghilang, tapi tetap tak membantunya menggagalkan. “Cihh. Sial!” gerutunya kesal.

“Ayo kita masuk. Di luar banyak nyamuk mengganggu… Biar hari esok yang akan memberikan penjelasan…” Satu persatu dari mereka memutuskan untuk memasuki apartemen Hikaru dan beristirahat.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rissha28

    Jika kalian (pembaca) penasaran ingin melihat wujud karakter dalam cerita ini, silahkan mampi di akun wattpad saya yang bernama...

    @Rissha28
    Atau kalo gak ketemu juga, bisa kalian ketik judul cerita ini, maka akan keluar pencariannya. Sekian dan terima kasih...

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
683      401     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.
Salju di Kampung Bulan
1867      838     2     
Inspirational
Itu namanya salju, Oja, ia putih dan suci. Sebagaimana kau ini Itu cerita lama, aku bahkan sudah lupa usiaku kala itu. Seperti Salju. Putih dan suci. Cih, aku mual. Mengingatnya membuatku tertawa. Usia beliaku yang berangan menjadi seperti salju. Tidak, walau seperti apapun aku berusaha. aku tidak akan bisa. ***
Pahitnya Beda Faith
426      301     1     
Short Story
Aku belum pernah jatuh cinta. Lalu, aku berdo\'a. Kemudian do\'aku dijawab. Namun, kami beda keyakinan. Apa yang harus aku lakukan?
Lovesick
383      279     3     
Short Story
By Khancerous Why would you love someone else when you can’t even love yourself?
Rain Murder
1288      534     7     
Mystery
Sebuah pembunuhan yang acak setiap hujan datang. Apakah misteri ini bisa diungkapkan? Apa sebabnya ia melakukannya?
Evolvera Life
6725      2768     27     
Fantasy
Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis du...
Premium
From Thirty To Seventeen
7178      2930     11     
Romance
Aina Malika bernasib sial ketika mengetahui suaminya Rayyan Thoriq berselingkuh di belakangnya Parahnya lagi Rayyan langsung menceraikan Aina dan menikah dengan selingkuhannya Nasib buruk semakin menimpa Aina saat dia divonis mengidap kanker servik stadium tiga Di hari ulang tahunnya yang ke30 Aina membuat permohonan Dia ingin mengulang kehidupannya dan tidak mau jatuh cinta apalagi mengenal R...
Anderpati Tresna
2346      897     3     
Fantasy
Aku dan kamu apakah benar sudah ditakdirkan sedari dulu?
Waktu Itu, Di Bawah Sinar Rembulan yang Sama
787      440     4     
Romance
-||Undetermined : Divine Ascension||- Pada sebuah dunia yang terdominasi oleh android, robot robot yang menyerupai manusia, tumbuhlah dua faksi besar yang bernama Artificial Creationists(ArC) dan Tellus Vasator(TeV) yang sama sama berperang memperebutkan dunia untuk memenuhi tujuannya. Konflik dua faksi tersebut masih berlangsung setelah bertahun tahun lamanya. Saat ini pertempuran pertempuran m...
Balada Valentine Dua Kepala
271      161     0     
Short Story
Di malam yang penuh cinta itu kepala - kepala sibuk bertemu. Asik mendengar, menatap, mencium, mengecap, dan merasa. Sedang di dua kamar remang, dua kepala berusaha menerima alasan dunia yang tak mengizinkan mereka bersama.