Read More >>"> Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya! (Kekhawatiran seorang teman dekat) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Goddess of War: Inilah kekuatan cinta yang sesungguhnya!
MENU
About Us  

‘Kazuki tidak masuk kelas hari ini. Dia membenciku, sangat membenciku.’ Melamun. Pandangannya menghadap sedikit ke bawah. Terpejam…

“Kisaragi. Oi~ Kisaragi!” Gadis di bangku belakang berbisik-bisik memanggil namanya. Tapi tidak ada respon. “Sensei sudah datang loh~ H-hei-” Memegang pundak kanan.

“Hah!” Begitu terkejut saat tersentuh dan langsung berdiri dari bangku, lalu secepatnya ia melihat ke arah belakang dengan napas yang terengah-engah seperti habis berlari jauh, wajahnya terlihat pucat dan berkeringat. Karena tingkahnya yang tidak biasa, seisi kelas menjadi mencemaskan gadis yang duduk paling depan itu, yang juga merupakan seorang ketua kelas 11 – A.

‘Tidak ada… siapa-siapa? Dimana dia?!’

Seorang gadis di belakangnya berdiri dari bangku dan berbicara pada Guru laki-laki yang berada di dekat pintu keluar.

“Ma-maaf sensei. Sepertinya Kisaragi lagi tidak enak badan hari ini, boleh aku mengantarnya ke R.Uks?”

“Oh, silahkan saja.”

“Kisaragi, ayo.”

Temannya lalu menggenggam tangan Kisaragi, kemudian membawanya keluar kelas…

Berjalan menelusuri lorong lantai 1. Terang dan bercahaya menghangatkan dari pancarannya sinar matahari yang menembus masuk jendela di depan setiap kelas. Menghangatkan sekaligus mengubah lorong yang sering dikatakan menyeramkan oleh sebagian murid-murid ketika hari menjelang sore, sekarang telah berubah indah dan penuh hal-hal berbau positif di dalamnya. Ini berkat banyak murid yang menunjukkan ke kreatifan mereka untuk menciptakan suatu seni rupa dan memasangnya di langit-langit lorong.

Kebebasan murid melakukan ini karena atas wewenang kepala sekolah. Dengan diberikannya beberapa syarat dan seleksi sebagai peraturannya agar dapat bisa di pajang. Tak luput dari hadiah misterius yang akan di berikan bila mendapat peringkat 1, ya itu benar hanya peringkat pertama saja yang mendapatkannya.

Dan begitulah, banyak murid-murid yang sekarang ini mengikuti kontes tersebut.

Melewati kelas 11 – B, suara guru perempuan yang sedang menjelaskan terdengar sampai ke telinga kami. Entahlah, sepertinya itu pelajaran bahasa inggris, Understanding Hortatory, baru membahasnya sampai mengenai Generic Structure dan penjelasan-penjelasan dari Thesis, Argument, Recommendation.

Ketika yang menjelaskannya Crisstian-sensei, semua murid pastinya bisa mencerna lebih baik dari apa yang mereka dengar. Kelas 11 – B sungguh beruntung, mereka sedang di ajarkan sama Crisstian-sensei. Sifatnya yang polos dan agak ceroboh, tetapi baik hati dan sangat sabar, lalu di tambah murah senyum kepada murid-murid. Suasana membosankan langsung berubah menyenangkan…

‘Terasa jelas! Benar! Tapi, apa yang barusan itu? Roh?! A-atau apa. Kalau benar itu adalah Roh Iblis, berarti ta-tadi a-ada yang menyentuh punggungku. Meski samar-samar, tapi aku masih bisa merasakannya… Keberadaan Iblis baru…’

Mendesah panjang. “Haaahh… Dengar ya Kisaragi. Kalau kau punya masalah, jangan sekali-kali kau pendem seorang diri, itu sangat tidak baik untuk tubuh dan pikiranmu, tahu! Aku tadi sampai khawatir sekali loh melihat wajahmu yang begitu pucatnya. Kau dengar yang kukatakan?” Berhenti sejenak, kemudian temannya menoleh ke Kisaragi. Mendesah lagi. “Haahh… Dia melamun.”

Sebagai balasan karena tidak mendengarkan nasehat darinya, temannya menarik sebelah pipi Kisaragi lumayan kencang…

Kisaragi pun sadar sesaat sebelum temannya ingin melakukan penarikan. “Eh! Sa-sayuri- Sa-sakit, sakit..sakit!” Meringis kesakitan. “Kumohon Sa-sayuri-san, Jangan menarik pipiku lagi…” Memohon belas kasih.

“Baiklah. Tapi…” Melepaskan cubitan yang mengenai pipi kirinya, membekas memerah. “Coba ceritakan padaku, apa masalahmu?!”

Sambil mengelus-elus pipi kirinya, ia menjawab dengan berlagak tidak tahu-menahu yang di maksud itu. “Ma-masalahku? Sepertinya, a-aku tidak punya masalah deh.”

Ditatap. “Jiiiiii~”

“Benar! Ini sungguhan! Aku tidak bohong!” Berusaha terlihat menyakinkan di mata temannya.

“Jiiiiiiiii~” Semakin menusuk hingga ia tidak nyaman oleh tatapannya… “Kau kira aku ini gampang di bohongin?! Itu salah besar. Yah sebenarnya itu ada sedikit benar sih. Lupakan yang barusan. Wajahmu saja sudah kelihatan jelas sekali, kau ini sedang dalam masalah, kan.”

Menghentikan kepura-puraan. Ia tahu kalau masih tetap ingin berpura-pura juga, tidak akan ada untungnya bagi dirinya, yang ada malah tambah merepotkan. Terpaksa harus memberitahukannya. “Sebenarnya…”

3 menit kemudian…

Temannya menunggu jawaban dari Kisaragi. Agak kesal sih lama-lama menunggu kepastian yang tidak pasti datangnya kapan.

“A-aku… i-i-itu… itu… itu Sayuri…”

“Itu apa, Kisaragi?!!” Keburu terlepas rantai emosi temannya karena menunggu kepastian itu.

Kisaragi lalu membungkuk setengah badan sambil meminta maaf. “Aku tidak bisa! Maafkan aku, Sayuri! Dan cepatlah masuk ke kelas! Dah, ya…” Kemudian lekas berlari begitu saja kearah sebaliknya dan meninggalkan Sayuri seorang diri di lorong dekat kelas 2 - C.

“Oi! Ki-kisaragi! Tunggu! Kau mau kema-na?” Panggilannya tidak di dengar, karena Kisaragi sudah jauh dan berbelok ke samping. Menggaruk-garuk kepala. “Ya ampun. Punya teman model begini ternyata merepotkan sekali, apalagi yang suka menyembunyikan masalahnya sendiri. Ahh…! Balik saja!“ Selangkah ke depan…

Braakk!!!

Sayuri terkejut! Menengok ke belakang, pintu dari kelas 11 – C.

“Berisik!!! Jangan mengobrol- Ohh… Ternyata kamu ya, yang dari tadi ada disini… Sayuri Ayumi!”

Gemetaran seluruh anggota tubuhnya, ketakutan setengah mati sampai ia tidak bisa menghentikan gemetarannya, setelah tahu identitas orang yang meneriakinya itu Sayuri memberanikan diri untuk membalikan badan. Bisa-bisanya bertemu dengan salah satu Guru killer di sekolah ini. ‘Si-sial sekali hidupku! Kenapa harus ketemu sama Guru botak berkacamata hitam!’ Jantung berdetak kencang. Deg, deg, deg!

“Yamada-sensei! Cepat kemari!!” seru Guru botak itu sangat keras, dan terdengar sampai seluruh kelas yang ada di lantai ini.

“Tu-tunggu sensei... Aku…”

5 detik setelahnya. Guru yang di panggil itu sudah datang, tepatnya ada di belakang Sayuri berdiri. Memakai kemeja putih lengan panjang bersama dengan celana panjang hitam polos, mirip seperti orang yang ingin melakukan wawancara pekerjaan.

“Ada apa, bapak bo- Bapak siapa ya?”

“Bercanda saja kamu!! Cepat bawa dia pergi… Beri dia arahan yang benar!”

“Roger that!” Memberi hormat ala militer kepada Guru botak.

Sayuri tetap menjelaskan, meski tangannya sudah di genggam oleh Yamada-sensei. “Tu-tunggu! Dengarkan penjelasanku dulu...” Dibawa dengan di seret. “Noo! Noooo!! Jangan bawa aku ke tempat itu!! Aku mohon sensei! Sensei!!!”

Sayang sekali, Sayuri tidak diberikan kelonggaran untuk menjelaskan apa yang terjadi, dan ia pun langsung di bawa ke tempat ruangannya…


 

Terbukanya pintu ruang Uks. Ketika wujud orang yang membuka pintu tersebut terlihat, aku dan Kurumi jelas tak bergerak ataupun berbicara tapi, mata kami terus memandangi ke arah sana. Mengenakan jas lab berwarna putih sebagai timpalan baju kemeja bersama dasi coklat, dan celana tetap hitam polos. Tak lupa sama barang bawaannya yang setiap waktu dikalungkan di lehernya, bukan aksesoris.

“Ada apa sih ribut-ribut pagi… pagi.“ Terhenti langkahnya, seorang perempuan dengan reaksi yang terlambat terkejut melihat kami berdua di ranjang paling pojok, perempuan itu lalu berbicara kembali. “Ka-kalian, kalian ingin melakukan itu?”

Mendengar perkataan konyol itu terucap, wajah Kurumi seketika semakin memerah. Malu, sangat malu mungkin. Sementara aku, aku menahan amarah.

“Aku normal! Masih sangat pasti dan yakin betul aku masih normal! Jangan mengatakan yang tidak mungkin, Kagari-sensei! Dan kau, Kurumi-” Mendorongnya ke depan dengan tak melepaskan genggaman kedua pundak Kurumi, supaya agar tidak terlalu dekat.

“Ku-kurumi?!” Kagari-sensei sedikit terkejut.

“Kenapa baru menyadarinya-“

“Menjijikan.”

“A-apa?!” Sekilas mendengar yang Kagari-sensei katakan, juga agak mengejutkanku. Aku pun langsung menanyakan padanya. “Sensei, barusan sensei berkata apa?”

Ada apa dengan tatapannya. Kasihan, sedih, dan itu terlihat dari matanya yang mengarah padaku.

“Hikaru-kun. Sebagai sensei di sekolah ini, aku akan memberikan peringatan padamu. Jangan pernah melanggar pelanggaran yang besar sekalipun, itu bisa berakibat buruk untuk masa depanmu atau orang lain. Pihak sekolah sangat tegas kepada murid-muridnya apabila ada yang melanggarnya…”

Pembicaraan ini berubah serius seiring berjalannya waktu. Waktu aku mengira ini adalah candaan semata dari Kagari-sensei, dia lalu menatapku dengan penuh keseriusannya yang belum pernah kulihat sebelumnya. “Se-sensei. A-apa maksudmu? Melanggar?” Bingung dan panik sendiri.

“Saat aku melihatmu kembali berada disini. Aku merasa kekhawatiranku hilang senyap tak bersuara dan tak meninggalkan jejak. Tapi ternyata itu adalah hanya awal mula dari rasa kekhawatiranku yang sesungguhnya…” Aku mendengarkan semua dikatakan Kagari-sensei dengan tanpa niat membalasnya, karena aku sendiri masih bingung sejak dari tadi. Dan aku tak menyadari sesuatu di depanku mulai semakin dekat denganku, cuma aroma harum dari parfum yang menenangkan yang berhasil kusadari. “Tak kusangka kamu sudah berubah, ya. Hikaru-kun.”

“Hah! Siapa yang berubah?! A-aku masih sama kok.”

“Misalkan kamu berpikir “tidak menjadi masalah”, apa boleh buat ya, kan, aku tidak berhak melarangmu karena aku juga bukan orang tua kandungmu, disini peranku adalah sebagai orang tau lain yang mendidik anak asuhnya menuju masa depan indah… Seenggaknya ya, kalau ingin melanggar peraturan sekolah sama yang lawan jenis, bukan yang sesama jenis…!” Ahh, aku mulai mengerti, ya aku mengerti sekarang. “Hikaru-kun. Dengarkan kata-kata terakhirku sebelum kamu memulainya. Boleh ya aku mengabadikan fotomu satu kali saja, ya. Tenang saja, aku tidak akan menyebarkannya.”

“Mau satu kali, mau di buat satu album, mau di buat satu film. Aku…” Gemetar, menahan amarah yang terkurung. “Aku gak mungkin juga memulainya, Kagari-sensei! Yang benar saja!!” Membantah keras, sekeras kepanikan yang kurasakan tadi. Mendesah-desah.

“Kau tidak apa-apa Hikaru?” tanya Kurumi yang diam-diam ikut memasuki pembicaraan.

“Ya… “

Menggunakan sapu tangan berwarna pink bergaris dua, lalu Kurumi mengelapkannya di pipiku yang keringat mengalir. Begitu Kurumi melakukannya, tiba-tiba...

Ckrekk!

Mata kami terkena kilatan cahaya dari kamera. Kami pun mengedipkan mata beberapa kali hingga penglihatan kami menjadi lebih baik. Dan ya, 10 detik kemudian kami tahu siapa orang itu, dari sejak awal sih, dia juga suka membawanya setiap waktu dan mengkalungkannya di leher, dia adalah… Kagari-sensei sendiri. Entah yang dipikirkan guru satu ini, aku tidak tahu.

“Yah~ Aku tak bisa menahannya lebih lama, hehehe… Nice position, Kurumi!” Mengacungkan ibu jari.

‘Ya ampun, perkataanku tidak di dengar. Apa-apaan itu posisinya, dia membidik kami lagi,’ pikir Hikaru.

Mungkin caraku salah dalam menyampaikannya, bisa jadi itu. Aku mengangkat tangan kanan sambil menanyakannya secara baik-baik. “Sensei. Kagari-sensei…”

Sekali lagi Kagari-Sensei memfoto kami. Ckrekk! “Silahkan, Hikaru-kun?” Mengambil posisi yang jauh lebih bagus. Tiarap. Menyesuaikan sudut kamera dari bawah ke atas… Ckrekk! “Hmm… ada sesuatu yang kurang. Kurumi. Cobalah kamu berpose memeluk Hikaru.“

“Hah!”

“Hah!”

Kami berdua seakan-akan tidak menyetujuinya karena itu sudah melewati batas. Aku langsung lupa akan pertanyaan yang ingin kusampaikan…

“Kagari-sensei. Bagus juga pemikiran Anda.”

Tanpa di sadari oleh Kurumi dan Kagari-Sensei. Aku sudah menjauhi mereka, di paling pojok samping ranjang dekat jendela. Ketakutan setengah mati. “Ku-kurumi… ka-kau…”

“A-aku hanya bercanda, Hikaru. Mana mungkin aku melakukan itu, kan. Kurasa.”

“Bercanda?” ucap Hikaru, merasa tidak yakin.

“Iya, bercanda.”

Seseorang masuk ke dalam pembicaraan kami. “Nah begitu… Jangan membohongi apa kata hati kita sendiri. Tak perlu merasa gengsi di depan banyak orang yang berkomentar buruk apa yang kita lakukan, selagi kita memang menyukai hal-hal seperti itu, kenapa tidak? Ya kan. Percaya dirilah, itu kunci utamanya. Biar aku memfotonya dari sini, okey…”

‘Nasehatnya sih bagus...’

‘Kalau pada tempatnya.’

Jadi, sepemikiran melihat kelakukan guru ini melewati batas wajar.

Dan dia siap-siap untuk pengambilan gambar kualitas terbaik. “Cepatlah.” Posisinya masih tengkurap di lantai. Berputar-putar ke kiri ke kanan, tidak sabar menunggu jawaban kami.

“Okey,” jawab Kurumi sembari mengancungkan ibu jarinya. Melirik ke belakang, lalu mengangguk kepadaku.

Menunjuk ke arah Kagari-sensei. “Tangkap!!!”

.

.

Sambil memegang dahi yang agak sedikit menunduk posisi kepalanya. Sakit yang dirasakannya mulai terasa sejak meninggalkan Sayuri beberapa waktu lalu. ‘Ahh, kenapa aku bisa pusing? Seharusnya aku tidak bisa sakit seperti manusia.’

Dari arah depan yang tak jauh dari tempat Kisaragi berdiri, ia melihat pintu ruang Uks terbuka lebar, dan juga suara laki-laki sama perempuan terdengar dari dalam sana sedang berbicara. Seketika rasa penasarannya pun bergejolak…

“Hmph! Apa kamu tidak mengerti yang kurasakan saat ini? Sedih, khawatir, dan rindu! Seorang diri disini tanpa ada kehadiran dirimu di sisiku, bagaikan sebuah dunia yang tak berwarna… Aku, aku...aku menantikanmu tiap waktu! Pagi maupun malam… Yang ada di pikiranku hanyalah… Dirimu semata!”

“Maaf, maafkan aku. Seandainya aku tahu isi perasaanmu yang sebenarnya, mungkin, mungkin saja aku bisa menyelamatkanmu dari kondisi ini… Tachibana!”

“Kamu…sudah, menyelamatkanku… Berhentilah menangis, kamu ’kan seorang laki-laki.”

“Tachibana! Tachibana!! Kumohon, buka matamu…! Hei! Tachibana!!!”

Tiba-tiba saja percakapan dari dalam berhenti. Tidak lagi terdengar apapun kecuali suaranya… Beranjak berdiri dan hendak membuka pintu, ia kembali mendengar suara dari dalam, kali ini suaranya jelas terdengar ia pernah mengenalnya di suatu tempat. Berhentilah gerakannya…

“Bagian ini jadi lebih seru ketimbang baca sendiri dirumah. Feelnya terasa menusuk-nusuk ke hati, dimana adegan si Tachibana sekarat. Terima kasih ya, Hikaru.”

“Sama-sama.”

Di buka dan di tutup buku light novel yang dipegangnya. Memainkannya tanpa di sadari… Sesuatu yang mengganjal keinginan untuk mengutarakan isi hatinya. “Hikaru. Sejujurnya… Aku merasa… kecewa padamu… ketika kau berkata, tinggalkan aku sendiri.”

Yang dirasakan Kurumi seakan-akan langsung mengalir ke dalam diriku.

Tentu. Aku membayangkan dan merasakannya juga perasaan Kurumi waktu itu… Kesehariannya tanpa aku di sekolah selama 3 minggu lebih atau sekiranya 1 bulan. Kesepian… Tak ada seorangpun teman… yang memerhatikannya dari belakang. Namun, meski begitu, dia tetap bersabar, bersabar, dan terus bersabar menunggu kehadiranku di sisinya.

“Kurumi… Aku juga sama kecewanya dengan… diriku sendiri… yang pernah berpikir… ingin… mengakhiri hidup!”

Plakk!

Sebuah tamparan mengenai melayang ke pipiku dengan kerasnya. Aku pantas mendapatkan ini…

Setelah mengetahui kenyataan itu, ia menyadari kesalahannya yang ternyata berakibat sangat fatal. Menangis, dan duduk menekuk kakinya di lantai samping pintu R.Uks… “Ini salahku…! Kazuki, Kazuki punya pikiran untuk melakukan itu! Maaf, maaf, maaf… Aku memang tidak sepantasnya menjadi temanmu sekarang.”

.

.

Waktu telah berlalu hingga jam pelajaran terakhir selesai.

Kisaragi masih tidak bisa melupakan dengan yang diucapkan Hikaru tentang melakukan percobaan bunuh diri. Itu mengerikan. Kalau sampai terjadi dan ia akan merasakan perasaan bersalah sepajang hidupnya. Meski begitu, untunglah Hikaru tidak benar-benar melakukannya, sungguh bersyukur, tapi mendengar itu saja sudah membuat hatinya diiris-iris, apalagi kalau Hikaru... Kisaragi tidak mau membayangkannya.

Berjalan keluar gerbang sekolah. “Kepalaku tambah sakit…” Memegang dahi yang butiran-butiran air keringat mulai bermunculan. Lebih pucat dari sebelumnya. “Aku tidak bisa lagi dekat-dekat dengan Kazuki. Tidak.”

Berbelok ke kiri setelah melewati gerbang sekolah, lalu berhenti di samping gerbang dan menunggu temannya, Sayuri Ayumi, seperti biasa setelah sepulang sekolah. Tapi, entah kenapa sejak terakhir meninggalkannya di lorong, Sayuri malah absen kelas, bahkan sampai seluruh pelajaran. Pada saat istirahat makan siang pun Sayuri juga tidak ada ditempat biasa, kemana dia itu?

Merogoh kantung baju dan sebuah handphone tergenggamnya.

“Dimana kau sejak tadi?” Kirim ke Sayuri.

Beberapa saat kemudian, Kisaragi mendapatkan pesan dari temannya yang bernama Sayuri.

“BK. Tidak kusangka di kelas 2 - C ada sensei botak mengesalkan itu, terus BUSTED tertangkap sama Yamada-sensei. Jadi maaf ya, tidak bisa pulang bersamamu. Oh iya, satu hal lagi, ingat ya Kisaragi… tolong… jangan lupa… buatkan makanan kari yang enak ya, aku akan mam-” From Sayuri.

Menghela napas, kemudian memasukan kembali handphonenya ke dalam kantung baju sambil berjalan pulang sendiri…

Di tengah perjalanan tanpa seorangpun di kiri dan di kanannya, tidak menyadari keadaan tersebut yang terasa udara mulai bergetar, yang menghentikan kewaspadaannya terhadap keadaan yang mudah berubah setiap saat adalah pikirannya yang masih belum bisa melupakan kejadian itu.

‘Kazuki, bagaimana caraku untuk bisa dimaafkan olehmu… Kalau waktu itu aku menempati janji, pasti, kau, akan jauh lebih merasakan sakitnya melihat kenyataan, bahwa aku bukanlah manusia yang seperti kau pikirkan… aku tidak mau kau merasakan itu... Sungguh…’

Beberapa tetesan air mata terjatuh dengan kesedihannya yang berlarut-larut cukup dalam, tenggelam ke dasar laut yang gelap tanpa adanya setitik cahaya disana. Ia tetap melanjutkan perjalanannya seorang diri sambil berusaha mengusap air matanya yang mulai mengalir tiada henti.

“Kazuki… A-aku, maaf…”

[Muramasa no akuma no kaihou… Kurayami no shihainin no sugata ga arawaremashita. Sora to Shi! no Sekai!... Souzou sa Reta!]

Benar, ruang dan waktu seketika berubah mengerikan, dengan suasana disekitarnya menjadi dunia yang telah hancur total. Banyak bangunan-bangunan rata akan tanah, jalanan rusak berat dengan beberapa retakan besar, lalu, tumbuhan serta hewan sama sekali tidak ada satupun yang terlihat, mereka semua seakan-akan sudah punah lama.

Seperti sudah terjadi perang dunia, tapi, sebabnya tidak diketahui…

“Akan kupercepat! Kalian tidak usah ikut campur, ya! Awas saja pokoknya.” Ancaman berat kepada mereka berdua yang berdiri di hadapannya.

“Iya, iya. Aku mengerti. Meski kau sekaratpun aku tidak akan ikut campur kok. Kau bisa mengandalkanku. Teman yang baik tidak akan menarik perkataannya.”

Rasa ketidakpercayaan muncul begitu saja saat memandanginya.

“Murasama-san. Aku akan membantu-“

“Namaku bukan Murasama, Emi!” Urat-urat di wajahnya berakar menyebar, darahnya naik sampai ke permukaan dan meluap-luapkan air hingga mendidih. Mendesah-desah sehabis berteriak keras, kemudian ia mengalihkannya dan berbicara pada temannya yang satu lagi, “Tenge, tolong beritahu Emi agar tidak melupakan namaku… Sudah berapa kali aku memberitahukannya, aku tidak ingat. 100 kali? 150 kah? Mungkin lebih.”

Gadis kecil yang ditunjuk sebelumnya, Emi, sama sekali tidak terlihat seperti orang yang sedang mendengarkan perkataannya, dia ketakutan mengumpat di belakang tubuh Tenge.

Dan Tenge mengacungkan ibu jari dan tersenyum mengerti. “Oke, serahkan padaku,” jawabnya menggampangkan permintaan, lalu, saat itu juga ia menoleh kearahnya sambil mencoba memberitahunya dengan sangat jelas, padat, dan berisi. “Emi-chan. Aku tahu kau punya masalah dengan penyakit lupa ingatan sementaramu itu, tapi ya, kau harus bisa melawan penyakitmu itu agar orang ini tidak tersinggung, mengerti.”

“Baik, tenge-san.”

Dan kemudian ia menatapnya mencurigakan. “Oi, Tenge! Ada yang salah disini, tapi aku tidak tahu… Ah, iya. Kenapa namamu bisa diucapkan dengan benar, sedangkan aku tidak!”

Mengangkat bahu. “Ya mana kutahu. Mungkin namamu susah diucapkan mungkin, atau susah diingat.”

‘Kukira dia akan mempermasalahkan permintaannya, tapi ternyata tidak… biarlah. Hehehe…’

Tiba-tiba saja pandangan serta perhatiannya teralihkan di belakangnya. Yang muncul tanpa terduga oleh mereka.

“Ano… Bertengkar pada teman sendiri itu tidak baik loh~ Mencari 1 teman baik itu nyatanya sangat susah ditemui di dunia ini, beda dengan mencari musuh tinggal pukul mereka, dan mereka pun akan menganggap kita sebagai musuhnya. Jadi, lebih baik kalian berbaikan saja sebelum terlambat,” ucap Kisaragi memasuki obrolan mereka sekaligus memberikan saran baik.

“Dengar itu Murasaka! Eh!” Tenge sadar lebih dulu dengan tujuan awal mereka, sementara itu si Emi masih masih mengumpat, dan gadis yang satu lagi...

Sedang membungkuk setengah tubuh sambil tersenyum ramah kepadanya. “Te-terima kasih atas sarannya.” Kemudian, ia berpaling kembali ke Tenge, urat dikepalanya lagi-lagi terbentuk. “Tenge! Telingaku ini tidak salah dengar ‘kan? Kau baru saja memanggilku Mu-ra-sa-ka, ya kan?!”

Meski gampang dibodohin, tapi pendengarannya cukup hebat, itu yang dipikirannya mengenai temannya yang satu ini. Sambil berusaha tetap menyakinkan, Tenge berdiri tegap dan bersikap serius. “Sa-salah dengar. Makanya kalau membersihkan telinga itu jangan 1 bulan sekali, harus setiap hari agar tetap terjaga kebersihan di dalam telinga, biar enggak menumpuk dan menyubat pendengaran. Besok aku bantu bersihin deh. Kali ini kumaafkan…”

Senyum jahat yang tersembunyi dalam hati Tenge. ‘Pakai tombak ‘kan ya, biar cepat-cepat hilang pendengaran. Hahaha… Hahaha!’

Langsung berekspresi mengakui kesalahannya. “Maaf, lain kali aku akan membersihkannya.”

‘Perasaanku, tadi gadis itu menyebutkan namanya Murasaka… tak usah dibahas. Bisa berantakan hubungan mereka,’ pikir Kisaragi.

“Aku pergi dulu-“ Baru saja Kisaragi berjalan, tapi beberapa saat kemudian ia menghentikan langkahnya. Mengerutkan alis, sorotan matanya tertuju ke satu tempat di depan, lalu berpindah ke samping, dan ke samping lagi sampai ia menyakinkan dirinya, bahwa yang dilihat ini adalah kenyataan. Menelan air ludah… Kehancuran ada dimana-mana di sepanjang mata memandang.

Tenge tetap berdiri disana seraya tersenyum lebar dengan rasa mematikan, dan yah, Kisaragi merasakan senyuman mematikan itu seakan-akan menusuk punggungnya. Tenge tahu betul targetnya sudah menyadari keadaan ini. Namun, disisi lain ia sangat memprihatinkan dengan kondisi kepala temannya, apa benar ada otak di dalamnya…

“Apa ada yang terlupa? Kami tidak bertengkar lagi kok,” seru temannya yang naif ini, belum sadar juga.

Menepuk jidat berulang kali, Tenge malu mengakuinya sebagai teman. “Aku pulang!”

“Heehh…! Kenapa?!” Berbalik lagi, ia terkejut dengan yang diucapkan Tenge.

“Terus saja tanya! Ini mau menyerang tidak sih?! Dari tadi di tungguin masih gak sadar-sadar juga? Kebangetan. Mau sampai kapan aku menunggumu! Ayo Emi, kita keluar saja!”

“Y-ya maaf, tadi sedikit lupa-“

“Sedikit dari mana?! Mura…mura… Murasaki!!”

“Namaku Muramasa! Jangan salah menyebutkannya!”

“Apalah namamu aku tak terlalu mengingatnya. Susah!”

“Apa katamu?!”

“Tidak dengar yang kuucapkan tadi, hah! S-U-S-A-H! Susah! Dengar?!”

Begitu percakapan ini berhenti. Mereka berdua langsung saling menyerang satu sama lainnya, melemparkan sihir-sihirnya milik mereka. Dan selagi mereka sibuk menyerang temannya sendiri, Kisaragi pun mulai mengendap-endap melarikan diri dengan membatalkan pernyataan sihir Battle mereka.

[Kunyatakan ini adalah kekalahanku! Hiraku… Geto!]

Kisaragi merasa heran saja. Di dalam benaknya ia bertanya-tanya, apa yang sudah terjadi? Dan baru pertama kalinya ia mengalami hal seperti ini. Penyergapan macam apa itu, yang gagal dikarenakan pertengkaran antara sesama teman sendiri. Aneh, mereka berdua aneh, membiarkan mangsanya kabur begitu saja.

Tak bisa mengatakan apapun mengenai kejadian ini, tetapi, berkat kejadian ini… Tawanya yang sehalus sutra, senyumannya semanis gula, dan, hatinya yang pecah akan kesedihan berubah menjadi kegembiraan yang tak di sangka-sangka olehnya, yang keluar begitu saja melarutkan itu semua.

“Ohh, itu dia! Kau habis dari mana?” seru temannya, Sayuri Ayumi, yang menunggu sejak tadi di depan pagar rumahnya.

Sambil berlari pelan ia menjawab, “Tidak. Tidak kemana-mana kok.”

Mulai lagi Sayuri menggoda-goda Kisaragi dengan kata-katanya yang tidak menyambung sama sekali. “Are~ Jangan bohong, kau kelihatan seperti Kisaragi yang kukenal, senyuman rasa mawar putih, kecantikannya yang tak pernah luntur. Apalagi ya?” Berpikir.

Menyeringai senyuman manis dan tawa kecil, dengan maksud menertawakan Sayuri. Setelahnya, ia mempersilahkan Sayuri masuk ke dalam rumahnya…

“Terima kasih, atas kejadian ini.”


 

Ditengah-tengah pertempuran di kota mati. Sihir-sihir berterbangan menghancurkan apapun yang mengenainya, bangunan, jalanan, dan mengubah atmosfer menjadi berat untuk bernapas. Aura gelap saling berbenturan keras dan pecah seketika.

Mereka berdua bersiap dari jarak jauh saling berlawanan, kemudian melompat dengan kecepatan tinggi dan menusukkan sihir mereka hingga bertabrakan keras.

Ledakan, ledakan, dan ledakan…

Terdengar hanya seperti itu sejak pertama kalinya mereka mulai bertempur. Semua sihir yang dikeluarkan meledak, pecah dan melukai lawan yang terkena.

Pemilik tubuh berbadan kecil, menghembuskan napas… kabut es langsung menutupi tangannya hingga pergelangan, beberapa detik berlalu, kabut es mulai menghilang dan menggantikannya dengan sebuah tongkat hitam di tangannya. Menggenggam erat, semakin erat hingga ia berpikir ingin mematahkan tongkatnya sendiri.

“Kalian! Apa tidak bisa… berhenti?!!”

Huuussshhh!

Sebuah hembusan angin kencang mementalkan mereka berdua, Tenge dan Muramasa, ada yang terpental sampai menghantam bangunan dan seorang lagi berhasil mendarat di jalanan meski tak sehalus yang ia pikir.

“Baguslah kalau kalian bisa mendengarkanku… Apa masih ada yang mau bertarung? Silahkan saja.”

Kata-kata tersebut bermaksud mengancam, bagi siapapun yang masih mau bertarung pasti ia akan menghukumnya, tentu mereka tahu itu dan lebih baik untuk berdamai sementara. Tapi, tetap saja ketegangan ini terasa seperti menghantui.

Yang dipikirkan mereka sama dengan pertanyaan yang terucap dalam hati. ‘Sifatnya berubah?!’

“Ayo! Kenapa pada diam? Lanjutkan! Aku akan ikut bersama kalian!”

Benar sekali yang dipikirnya, gadis kecil itu berniat ikut ke dalam pertempuran. Caranya memandang sungguh mengerikan. Sampai-sampai tangannya bergemetar, dan suara tak bisa dikeluarkan…

Tapi Tenge, ia berhasil mengatasi rasa takutnya meski tangannya masih bergemetar. “Kau siapa?! Emi-chan? Atau Iblis lain yang measuki Emi-chan?”

“Kau tahu namaku ‘kan, Emmerill… Sang Necromancer of Death!”

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rissha28

    Jika kalian (pembaca) penasaran ingin melihat wujud karakter dalam cerita ini, silahkan mampi di akun wattpad saya yang bernama...

    @Rissha28
    Atau kalo gak ketemu juga, bisa kalian ketik judul cerita ini, maka akan keluar pencariannya. Sekian dan terima kasih...

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Baret,Karena Ialah Kita Bersatu
683      401     0     
Short Story
Ini adalah sebuah kisah yang menceritakan perjuangan Kartika dan Damar untuk menjadi abdi negara yang memberi mereka kesempatan untuk mengenakan baret kebanggaan dan idaman banyak orang.Setelah memutuskan untuk menjalani kehidupan masing - masing,mereka kembali di pertemukan oleh takdir melalui kesatuan yang kemudian juga menyatukan mereka kembali.Karena baret itulah,mereka bersatu.
Salju di Kampung Bulan
1867      838     2     
Inspirational
Itu namanya salju, Oja, ia putih dan suci. Sebagaimana kau ini Itu cerita lama, aku bahkan sudah lupa usiaku kala itu. Seperti Salju. Putih dan suci. Cih, aku mual. Mengingatnya membuatku tertawa. Usia beliaku yang berangan menjadi seperti salju. Tidak, walau seperti apapun aku berusaha. aku tidak akan bisa. ***
Pahitnya Beda Faith
426      301     1     
Short Story
Aku belum pernah jatuh cinta. Lalu, aku berdo\'a. Kemudian do\'aku dijawab. Namun, kami beda keyakinan. Apa yang harus aku lakukan?
Lovesick
383      279     3     
Short Story
By Khancerous Why would you love someone else when you can’t even love yourself?
Rain Murder
1288      534     7     
Mystery
Sebuah pembunuhan yang acak setiap hujan datang. Apakah misteri ini bisa diungkapkan? Apa sebabnya ia melakukannya?
Evolvera Life
6727      2768     27     
Fantasy
Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis du...
Premium
From Thirty To Seventeen
7178      2930     11     
Romance
Aina Malika bernasib sial ketika mengetahui suaminya Rayyan Thoriq berselingkuh di belakangnya Parahnya lagi Rayyan langsung menceraikan Aina dan menikah dengan selingkuhannya Nasib buruk semakin menimpa Aina saat dia divonis mengidap kanker servik stadium tiga Di hari ulang tahunnya yang ke30 Aina membuat permohonan Dia ingin mengulang kehidupannya dan tidak mau jatuh cinta apalagi mengenal R...
Anderpati Tresna
2346      897     3     
Fantasy
Aku dan kamu apakah benar sudah ditakdirkan sedari dulu?
Waktu Itu, Di Bawah Sinar Rembulan yang Sama
787      440     4     
Romance
-||Undetermined : Divine Ascension||- Pada sebuah dunia yang terdominasi oleh android, robot robot yang menyerupai manusia, tumbuhlah dua faksi besar yang bernama Artificial Creationists(ArC) dan Tellus Vasator(TeV) yang sama sama berperang memperebutkan dunia untuk memenuhi tujuannya. Konflik dua faksi tersebut masih berlangsung setelah bertahun tahun lamanya. Saat ini pertempuran pertempuran m...
Balada Valentine Dua Kepala
271      161     0     
Short Story
Di malam yang penuh cinta itu kepala - kepala sibuk bertemu. Asik mendengar, menatap, mencium, mengecap, dan merasa. Sedang di dua kamar remang, dua kepala berusaha menerima alasan dunia yang tak mengizinkan mereka bersama.