Sebastian telah berada dua hari di rumah Liam sejak pertandingan basket berlangsung. Regunya hanya masuk sepuluh besar, namun bagi mereka itu sudah cukup memuaskan dari ratusan tim yang ikut bertanding. Bas menolak pulang, ia tidak akan pulang kecuali ayah dan ibunya sudah pergi dari rumah. Liam setiap hari menasehatinya untuk dewasa dan menerima kondisinya apa adanya, akhirnya Bas memutuskan pulang.
Bas sengaja pulang agak malam untuk menghindari orang tuanya. Ia tidak melihat ayahnya dimana-mana dalam rumah, hanya ada ibunya yang duduk di ruang keluarga. Ibunya bangkit berdiri melihat Bas pulang, "Bas sayang, kau sudah pulang? Bagaimana pertandingannya?"
"Kami tidak menang." Mata Bas menatap datar ibunya, tidak ada cahaya disana. Kemudian ia segera berbalik arah untuk melarikan diri ke kamarnya.
"Bas, kemari dan duduklah." Bas membeku ketika namanya dipanggil mendekat. Ia berpikir sebentar sebelum menjatuhkan tas trainingnya ke lantai dan menuruti perintah ibunya. Bas duduk sambil menekuri lantai. Ia tidak bisa menatap ibunya, kemarahannya akan muncul jika bukan kesedihan. "Dokumen perceraian kami sedang dalam proses. Aku rasa tidak akan lama sampai semuanya selesai dan ayahmu bisa menikahi Julie jika ia menginginkannya. Dia menitipkan pesan--sebelum dia pulang ke Julie--bahwa permintaanmu sudah diurus. Apa yang kau minta darinya Bas?"
"Sesuatu yang bukan urusanmu mom. Kau tidak perlu tau."
Evelyn menggigit bibirnya, ia menangkup wajah Bas yang mulai kasar dengan janggut yang baru tumbuh, ia baru menyadari bahwa bayinya sudah dewasa. Bas menatap lurus, seakan-akan dia tidak ada dan Eve merasa sedih. "Apakah tidak apa-apa kalau aku katakan aku sudah menemui Anne?" Mata itu mulai fokus menatapnya dan memberikan tanda-tanda kehidupan, sepercik kemarahan terlihat disana.
Bas menarik wajahnya dari tangan ibunya, "kenapa mom lakukan itu? Aku sudah setuju mengikuti kehendakmu. Apakah kau juga harus menyakitinya? Kau puas?" Bas menatap tajam kepada ibunya, ia tidak percaya bahwa ibunya harus sekejam itu terhadap dia dan Anne.
Ibunya tersenyum lembut, senyum yang pernah dirindukannya dulu. Bas takut untuk melihatnya, ia takut merindukannya lagi. Ia sangat menyayangi ibunya dulu, tapi ia tidak mengenali lagi perasaannya terhadap ibunya sekarang.
"Tenanglah Bas, aku menemuinya untuk berkenalan. Aku melihat foto-foto kalian di pameran DKV dan jadi penasaran dengannya. Lyn benar, Anne-Marie anak yang adorable dan berpikiran dewasa. Aku menyenanginya." Ibunya tersenyum lagi. Bas menatap ibunya, lalu membuang muka. Ia tidak berkata apa-apa.
"Aku minta maaf padamu, karena tidak menjadi ibu yang baik." Kata-kata ibunya menggantung di udara. Kemudian ia melanjutkan. "Kemarin aku menelpon keluarga Halim. Kukatakan bahwa kau berencana akan mengambil S2 di German dan tidak bisa menikahi putrinya, mereka agak marah padaku. Tetapi aku bisa menerima kekesalan mereka, semuanya demi kau Bas."
Ibunya mendapat perhatiannya. Sebastian memutar tubuhnya menghadap ibunya. Apakah ia bermimpi mendengar apa yang ingin didengarnya? Alis Bas berkerut-kerut penuh pertanyaan. Ibunya tertawa, Bas baru kali ini melihat ibunya tertawa lagi. Ibunya yang cantik.
"Ya Bas, kau tidak akan menikah dengan Filia, kalau itu yang mau kau dengar."
"Mom, apakah ini jebakan untuk rencana mom lainnya yang lebih parah? Katakan sekali lagi, aku harus merekamnya sebagai bukti andaikata mom ingkar." Wajah Bas serius, dia tidak mau lagi dipermainkan ibunya. Dia sudah dewasa.
Ibunya menatap Bas lembut, "Bas-ku sayang, kau tidak perlu menikah lagi dengan Filia. Kau bebas memilih. Berterima-kasihlah pada ayahmu, Lyn dan Anne karena telah menyadarkanku."
"Mom, really?" Mata Bas terasa panas karena terharu dengan pernyataan ibunya. Ibunya mengangguk dan tersenyum. Bas merasa bersyukur, iblis apapun yang telah merasuki ibunya telah pergi dan ibunya telah pulang.
"Boleh aku minta pelukan?"
Bas langsung menerkam, memeluk ibunya dan menghujamkan ciuman ke pipinya sambil berbisik, "Oh~ mom, terima kasih. Terima kasih banyak."
"Jangan pernah kau berpikir untuk kawin lari ya. Aku tidak akan memaafkanmu." Mata ibunya menatapnya berkaca-kaca, Bas mengangguk dan berjanji tidak akan melakukannya. Dalam hati, Bas bertanya-tanya apa saja yang telah Anne ceritakan kepada ibunya hingga ibunya luluh.
Malam itu Bas kembali merasakan memiliki ibu. Ibunya memasakkan Bas mi instan, mungkin itu satu-satunya yang dapat ia masak untuk Bas. Sementara Bas berada disampingnya, bercerita banyak hal padanya--hal-hal yang dilewatkan ibunya--dari pacar-pacarnya dahulu, kasus-kasus seru di kampus, tentang basket, dan tentang Anne.
HP Anne berada didepannya--diatas kasur--berbunyi terus dari kemarin pagi, tertulis nama Sebastian Lingga pada layar HP. Ia tidak akan mengangkatnya, kalau ia mengangkatnya ia akan mendengar suara Bas lagi yang merdu dan ia akan mulai merindukannya. Jadi Anne menutup matanya sampai bunyi itu hilang. Dan ketika ia membuka matanya, Bas berada di depannya, dalam kamar asramanya. "Bas!" Anne terloncat duduk dari posisi terlungkup diatas kasur dan membetulkan kaos tidurnya yang longgar.
"Bagaimana kau masuk! Kau tidak boleh disini." Bas tertawa terbahak-bahak melihat Anne, kelegaan meliputinya. Berterima kasihlah pada wajah yang tampan ini, yang bisa membuat mahasiswi kampus mau membantu menyeludupkannya masuk ke asrama perempuan.
"Apa yang kukatakan padamu ketika kau menerima HP itu? Aku memberikannya karena aku mengkhawatirkanmu. Aku perlu tau kau dimana, sedang apa, dengan siapa. Kau tidak menjawab teleponku dari kemarin, kau mau membuatku gila?"
Anne cemberut mendengar keluhan Bas. "Bas, kupikir kita setuju untuk saling menghindar dulu, menjadi orang asing. Atau kita tidak akan bisa berpisah." Anne merasa dadanya sesak mendengar alasannya sendiri. Ia membetulkan kaca matanya yang miring.
"Kaca matamu rusak ya?" Bas mengambil kaca mata Anne sebelum Anne sempat mencegahnya. "Ah~ sudah longgar dudukannya. Nanti kita pergi yuk, kencan?"
"Bas, aku tidak bisa." Anne berkata lirih. Dengan malas Anne turun dari tempat tidurnya dan menarik Bas berdiri. Anne mendorong punggung Bas menuju pintu kamarnya, mengusirnya pergi. "Pulanglah Bas."
Bas menarik tangan Anne di punggungnya dan melingkarkannya ke pinggangnya. "Anne, aku tidak mau pulang, aku merindukanmu." Mata Bas terasa panas dan dia mengejap-ngejapkan matanya. Anne tidak tau harus membalas apa, ia diam.
"Mom menemuimu ya kemarin? Dia bercerita banyak kemudian mom memutuskan pertunanganku dengan Filia. Kata mom dia menyukaimu, maka disinilah aku sekarang Anne." Bas berbalik menghadap Anne, menantikan respon Anne.
Mata Anne berkaca-kaca dan Bas memeluknya. "Aku baru tau tante itu ibumu. Senyumnya terasa familiar, setelah dia pergi aku mengecek ke artikel mengenai orang tuamu dan terkejut. Kurasa aku telah mengkritiknya secara tidak langsung dan begitu tau dia ibumu aku langsung menyesal. Tapi aku tidak mungkin menelponmu untuk memberitahu. Rasanya sedih jika harus mendengar suaramu lagi setelah kita putus." Sebulir dua bulir airmatanya jatuh dan menyerap ke kaos Armani biru tua dan meninggalkan jejaknya di dada Bas.
"Yeah, aku juga. Aku tidak berani menelponmu, tidak berani ke kampus karena foto kita dipajang disana. Aku juga tidak berani menemuimu karena... aku tidak tau harus bagaimana memulai pembicaraan denganmu." Kemudian kekhawatiran tiba-tiba merasukinya. "Anne, apakah kau jadian dengan Liam?"
Anne menarik dirinya tiba-tiba, mengejutkan Bas. "Bas! Bisa-bisanya kau berpikir seperti itu sih?!" Anne mendengus keras dan membantingkan dirinya duduk di pinggir ranjang. Bas tergelak dan ikut duduk disamping Anne, merangkul pundak Anne erat.
"Kalau tidak ya jangan marah dong. Liam itu lebih semuanya dariku, wajar aku khawatir." Anne mendongak dan menemukan lesung pipit yang sudah lama tidak dilihatnya dari Bas. Dan ikut tersenyum.
"Anne, kau mau menjadi pacarku... lagi?" Bas menjulurkan tangannya, lesung pipit itu bertambah dalam dengan senyum selebar itu.
"Berapa banyak lagi pacar yang belum kau putuskan Bas?" Anne cemberut menatap Bas. Bas mulai berhitung.
"Hmm... Awalnya--sebelum bertemu kau--ada lima. Tya, Maria, Alice, Filia. Satu lagi... Ariana Grande." Bas tertawa.
"Kau itu jangan mengada-ada. Satu lagi siapa?"
"Aku serius Anne, namanya Ariana Grande. Nama samaran, kami bertemu di sosmed khusus perjodohan. Waktu itu aku masih SMA kelas 3." Bas memperlihatkan sosmed yang dimaksud. Bas mengetikkan sesuatu disana dan menyerahkan Hp-nya ke Anne. "Nah, sekarang aku sudah memutuskannya juga. Now, I'm officially single." Bas merasa ringan mengetahui dirinya sudah bebas dari semua pacar-pacarnya.
"Jadi, bagaimana... kau mau jadi pacarku lagi Anne-Marie?"
Anne melihat nama samaran Bas di sosmed itu dan tertawa terbahak-bahak. "Ya, aku mau, Ed Sheeran." Bas langsung menarik Anne kedalam pelukannya dan memeluknya erat-erat.
Semester Baru akan dimulai bulan depan, Sebastian merasa tidak sabar untuk memulainya bersama Anne.
@deborahana hugs... terima kasih Deb
Comment on chapter 21. Semester Baru Bersama Anne