Anne terbaring sendirian di ranjangnya, ia sedang tidak ingin melakukan apapun, otaknya terasa kaku karena kejadian tadi pagi. Disebelahnya tergeletak Samsung S9 milik Sebastian yang pagi tadi dipaksakan kepadanya untuk diterima. Dari siang tadi, HP Bas berbunyi terus menerus dan nama-nama yang tidak dikenalnya bermunculan di layar, termasuk nama Liam dan Andrew. Anne tidak berani mengangkatnya karena ia khawatir akan terjadi salah paham.
Ranjang di seberangnya masih rapih, teman sekamarnya--yang ia lupa namanya--belum kembali. Anne belum pernah menjalin pembicaraan dengan perempuan itu sejak dia dan perempuan itu disatukan dalam satu kamar asrama. Anne hanya ingat, teman sekamarnya adalah mahasiswi tingkat dua jurusan Teknik Informatika, junior kak Andrew.
Anne pernah punya HP, namun bukan tipe seperti ini. Punya Anne adalah tipe yang jauh sekali dibawahnya. Ibu dan ayahnya pasti marah kalau tau Anne menerima pemberian yang begitu mahalnya dari orang asing. Anne menatap HP hitam yang mulus itu dan rasa penasarannya muncul. Ia ingin membuka dan melihat-lihat isi HP Bas, tetapi Bas belum menelpon untuk memberikan password-nya. Atau mungkin password-nya menggunakan sidik jari, bukankah HP secanggih ini seharusnya sudah menggunakan sensor sidik jari? Tanya Anne sambil membolak balik HP itu di kasurnya.
Teman sekamar Anne pulang dan berteriak histeria. "Anne-Marie! Aku sekamar dengan selebriti." Perempuan yang masih dalam baju lab-nya itu buru-buru menunduk dan memeluk Anne. Anne kebingungan. Begitu perempuan itu menjauh, Anne mengambil kesempatan untuk melihat tag namanya, Lucynda Watson.
"Video kau dan kak Sebastian viral banget di internet. Cek youtube dhe : I Against Bullying. OMG!!! Kalian keren banget!" Ia mengibas-ngibaskan tangannya. Jasnya sudah digantungkan ke gantungan di balik pintu masuk. Anne mengangguk-angguk bodoh, ia tidak punya HP untuk menonton di applikasi. Kemudian tatapan Lucynda beralih ke HP diatas kasur Anne.
"Eh, HP-nya keren banget tuh! Punyamu? Inikan HP yang pre order itu ya. Ckckck..." Lucynda berdecak kagum. Ia mendudukkan dirinya di kasur Anne sambil membolak balikkan HP tersebut.
"Itu bukan HP-ku Cyn." Terang Anne. Tiba-tiba HP itu berbunyi.
"Video call nich dari kak Bas, aku slide ya." Lucynda sudah menjawab video call dari Bas tanpa bisa dicegah. "Hai, hallo!" Lucynda tersenyum girang dan melambai-lambai ke layar ponsel.
Wajah Bas di layar ponsel memperlihatkan ekspresi terkejut, kemudian terlihat dia mengecek kembali nomor HP yang ditekannya dan merasa sudah menekan nomor yang benar. "Hallo juga. Err... Anne-Marie ada?"
"Hi, aku Lucynda Watson, teman sekamar Anne. Aku cuma mau bilang kak Bas keren banget hari ini! I against bullying too!" Lucynda tertawa, kemudian memberikan HP itu ke Anne. "Nih, Anne."
Bas terkekeh, ia senang jika kata-katanya tadi pagi bisa menginspirasi orang lain untuk menghentikan bullying terutama dikalangan pelajar. "Anne, besok pagi ke perpus?" Sapa Bas ketika wajah Anne muncul di layar. Anne terlihat canggung ketika melihat ke HP, wajah Bas terlalu dekat dan itu membuat jantungnya berdesir.
"Ya, shift pagi."
"Good, besok kujemput ya di bawah."
"Ah~ Bas, tidak perlu. Ketemu di perpus langsung saja. Atau kapan saja kau sempat bisa mampir ke perpus."
"Kelasku mulai jam 10.00. Aku lupa memberimu password, lalu bagaimana kau bisa memakai HP itu?"
"Itu HP Kak Bas? Kyaaa..." Histeria terdengar lagi dibelakang Anne. Anne memutar bola matanya, Sebastian tertawa terbahak-bahak.
"Ya sudah. Besok pagi kujemput dibawah." Bas menatap kebawah canggung. Anne juga bingung mau bicara apa ketika ada penggemar berat Bas dalam kamarnya. "Selamat malam Anne, muah." Wajah Bass diseberang sana merona, Bas menggigit bibirnya sendiri.
Anne menutup wajahnya dengan jemari terbuka, sementara dibelakangnya Lucynda berlari menyeberangi kamar berkali-kali, berteriak-teriak kesenangan, seakan-akan ciuman virtual itu adalah untuknya. Kemudian sambungan diputus.
Malamnya Anne kesulitan tidur. Sejak kedatangannya ke universitas, baru hari ini ia mengalami sulit tidur. Lucynda menanyakan banyak hal kepadanya, peralihan dari mereka yang tidak pernah berbicara sama sekali sampai hari ini pembicaraan yang panjang lebar mengenai Bas sampai dini hari.
"Bagaimana kau bisa kenal kak Bas? Apa rasanya bisa berada dekat kak Bas? Senang ya bisa dekat gitu sama kak Bas... Tangannya pasti lebar banget ya, hangat? Deg-degan gak Anne? Pernah naik mobilnya? Pernah ke rumahnya? Pernah ketemu keluarganya? Kau suka padanya?"
Pertanyaan Lucynda membuat Anne berpikir banyak hal. Anne jika dibandingkan Bas, seperti langit dan Bumi. Perbedaannya terlalu jauh baik dari tinggi badan sampai perekonomian keluarga. Anne menjadi takut -- ia takut Bas terlalu dekat, ia takut memiliki perasaan kepada Bas. Anne sudah melihat perempuan-perempuan disekeliling Bas, dan Anne sudah pasti bukan seleranya. Jika Bas menyukainya mungkin ia hanya salah satu mainan Bas. Ia sudah melihat Bas mencampakkan pacar-pacarnya dan Anne tidak mau menjadi salah satunya.
Anne belum pernah pacaran sebelumnya, ia terfokus pada pelajaran dan tujuannya. Tetapi bukan berarti ia belum pernah suka atau disukai orang lain. Menurut Anne, para lelaki yang pernah menembaknya masih belum berkualitas, mereka masih kecil dan Anne tidak tertarik sama sekali. Namun perasaan yang saat ini dirasakan bersama Bas berbeda. Ada sesuatu yang menggetarkan dadanya, menghangatkan hatinya dan rasa teduh yang menaunginya seperti payung di hari hujan.
Anne menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan, khawatir akan membangunkan Lucynda yang sudah pulas tidur dengan satu kaki terjuntai ke bawah. Kemudian Anne membacakan mantra tidurnya : Tidurlah.... tidurlah...
Setelah sambungan telepon terputus, Bas berbaring terlentang di kasurnya. Tubuhnya terasa lebih relaks mengetahui Anne bisa dihubunginya kapan saja. Ia tidak ingat apakah ia pernah merasakan seperti ini sebelumnya terhadap seorang gadis.
Kelegaan juga meliputinya hari ini bahwa Maria sudah berstatus bukan salah satu pacarnya lagi. Masih ada tiga perempuan yang masih berstatus pacar Bas. Baru sekarang--pikirnya menerawang--Bas merasa terbebani dengan status memiliki pacar. Sebelumnya, ia tidak pernah keberatan memiliki berapa pacar pun, perempuan-perempuan yang melemparkan dirinya pada Bas -- asalkan cantik, sexy, liar -- akan diterimanya. Bas menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan-lahan.
Pertama kali melihat Anne yang terlentang di lapangan basket, Bas merasakan chemistry yang kuat dengan gadis itu. Anne sama sekali jauh dari kategori pacar pilihannya dari ujung kaki ke ujung rambut, tetapi gadis itu punya banyak hal yang tidak dimiliki pacar-pacar Bas. Anne punya pendirian, integritas dan tanggung jawab. Dan keberanian untuk meluruskan apa yang salah.
Kenyataan bahwa Anne pernah memiliki HP dan dijualnya untuk biaya kuliah, membuat Bas terharu akan perjuangan Anne menempuh pendidikan. Ia ingin sekali menyokong gadis itu hingga dia berhasil suatu hari nanti, namun Bas sendiri masih belum bisa berdiri diatas kakinya sendiri dan masih disokong orang tuanya yang kaya raya.
Gadis kecil bernama Anne-Marie itu telah menumbuhkan sesuatu dalam diri Sebastian. Sebastian bertanya-tanya apa yang telah terjadi padanya? Apa yang akan terjadi pada mereka nanti?
@deborahana hugs... terima kasih Deb
Comment on chapter 21. Semester Baru Bersama Anne