Loading...
Logo TinLit
Read Story - Namamu...
MENU
About Us  

“Bisa kau pergi ? aku ingin makan disitu” pintanya tanpa permisi.

“Tentu” jawabku sambil bangkit meninggalkan kursi kantin tempatku duduk. Padahal belum sempat ku sendok sedikitpun bekal yang kubawa.

“Dasar penyendiri” kudengar ucapannya dari kejauhan diikuti gelak tawa mereka.

            Bukan salahku aku sendiri. Tak seorangpun yang ingin sendiri. Mereka bahkan mengusirku saat aku mencoba untuk akrab. Apa yang salah denganku ? bahkan orang tuaku pun membuangku di panti asuhan. Tak ada yang menginginkanku sama sekali. Bahkan diriku sendiri.

            Aku menjauh dari hiruk pikuk keramaian. Mungkin memang disini tempatku. Aku makan bekal yang kubawa di halaman belakang sekolah. Tumpukan kursi bekas yang tertata tak karuan dan semilir angin siang menemani kesendirianku. Nyaman. Hanya ini tempat nyaman yang ada di sekolah.

***

Kurenungi adegan kelam delapan tahun silam yang selalu menjadi keseharianku saat aku di SMA. Kini hidupku lebih berwarna dengan teman-teman yang kupunya. Aku bersyukur bisa menikmati perubahan dalam hidupku saat ini. Semua yang kuinginkan ada bersamaku dan aku sudah tidak seperti yang dulu lagi.

“Sudah selesai ?” dia bertanya padaku.

“Yah. Enak sekali makanan disini. Kita pergi sekarang ?” tanyaku.

“Tentu” jawabnya sambil tersenyum.

            Dia seseorang yang pertama kali menjadi temanku. Yang menyadarkanku bahwa tidak semua cerita kehidupan itu kelam. Aku mengenalnya sekitar lima tahun yang lalu saat aku mengalami titik buta mencari arah untuk melangkahkan kaki. Dia memotivasiku untuk bertahan dan menemani hari-hari sulitku dengan senyumannya. Senyum itulah yang selalu memberiku kekuatan.

“Bagaimana pekerjaanmu ?” tanyaku. “Apakah kau tidak apa terlambat masuk setiap selesai jam istirahat makan siang ?” tambahku.

“Tidak apa. Santai saja. Aku tidak sesibuk itu. Ngomong-ngomong seminggu kedepan aku ditugaskan ke luar kota, jadi kau harus makan siang sendiri tanpaku” jawabnya sambil menendang kerikil kecil selagi kami berjalan.

“Baguslah kalau begitu. Aku bisa menghabiskan waktuku dengan temanku yang lain” sahutku bercanda.

“Memangnya siapa teman yang kau punya ? kau kan penyendiri” ejeknya.

“Kau ini !” aku menyikut lengannya. “Aku tidak seperti itu lagi, jangan sebut aku begitu. Sekarang aku sudah memiliki beberapa teman dan kami saling berbagi hal baik untuk menghabiskan waktu kami” jawabku tak terima.

“Iya...iya aku percaya. Syukurlah kalau begitu. Aku tidak akan khawatir lagi kalau aku jauh darimu” ucapnya mempercepat langkah meninggalkanku.

Aku terdiam. Kupandangi punggung tegak itu yang terus berjalan lurus dan semakin jauh. Dia berbalik dan melambaikan tangannya.

“Hati-hati di jalan. Beri aku oleh-oleh saat kembali nanti” aku setengah berteriak membalas lambaiannya.

“Kalau aku tidak lupa” jawabnya membuatku jengkel.

            Aku masuk ke gedung tempatku bekerja. Kembali pada bilikku dan melanjutkan gambar layout alur instalasi kabel mall yang menjadi proyek tahun ini. Meski tidak lagi manual menggambar di atas meja gambar, namun cukup melelahkan karena sepanjang hari berpatung diri di depan layar komputer.

            Tidak hanya aku seorang yang mengerjakan ini. Kami tergabung dalam sebuah tim. Rekan-rekan kerjaku disini melakukan bagiannya masing-masing. Ada yang menggambar jalur evakuasi saat keadaan darurat, alur perpipaan, alur ventilasi, dan aku yang lulusan teknik kelistrikan menjadi seorang electrical drafters di tempatku bekerja sekarang.

“Apa sudah ada kemajuan ?” tanya Lisa di balik biliknya. Kami biasa ngobrol tanpa tatap muka saat bekerja seperti ini.

“Yaaah..akhir-akhir ini progress gambarku sedikit menurun. Aku merasa fatigue dan butuh liburan” jawabku.

“Bukan itu maksudku. Haiiish dasar” dia berdiri dan menampakkan wajah kesalnya dari bilik.

“Lalu apa ?” tanyaku tak paham.

“Ituuu... bagaimana progress hubungan kalian ?” tanyanya kepo.

“Kau ini. Aku dan dia hanya bersahabat. Kami tidak menjalin hubungan semacam itu”

“Lihatlah..siapa yang bicara ini. Dari caramu mengucapkan ‘aku dan dia’ saja kau sangat berharap padanya. Aku tahu kau ingin lebih dari sahabat. Kejarlah jangan sampai kau menyesal” sarannya.

“Sudahlah. Aku tidak ingin hubungan kami bermasalah karena hal itu”

“Dasar keras kepala. Kau harus mengakhiri masa lajangmu itu dan segera menyusulku.” Ucapnya.

“Menyusul ? kemana ?” tanyaku.

“Coba tebak. Berita bahagia apa yang kupunya saat ini ?” dia berseri-seri.

“Apa ? Kau naik jabatan dan akan naik gaji ?”

“Hmm” dia menggeleng.

“Kau punya koleksi tembikar baru?”

“Tidaaak. Ayo tebak lagi”

“Kucingmu melahirkan ?”

“Heiii...cobalah tebak dengan benar. Kau ini tidak tahu aku sama sekali ya” dia mendengus.

“Kalau begitu apa ?” aku menyerah.

“Dua bulan lagi aku menikah” dia menunjukkan ekspresi bahagianya.

“Benarkah ? akhirnya dia melamarmu setelah dua tahun berpacaran. Aku turut bahagia. Selamat” kami berpelukan senang.

“Husst..jangan bilang siapa-siapa dulu. Ini masih rahasia. Hanya kau yang baru tahu” suaranya dipelankan.

“Oke, aku mengerti” kugerakkan tangan seolah mengunci mulutku.

###

Aku merasa sepi, meski dikelilingi banyak orang disini selagi kami makan siang bersama. Aku sudah terbiasa dengannya. Dan beberapa hari ini dia tidak ada. Kuhubungi lewat panggilan telepon dan kami hanya bisa sebentar saja mengobrol. Ku kirimi pesan, diapun membalas saat sempat saja. Sebenarnya apa yang dilakukannya kali ini ?

Sejujurnya aku sangat iri dengan Lisa. Lisa menjalin hubungan selama dua tahun dengan kekasihnya dan berakhir bahagia hingga ke rencana pernikahan. Sedangkan aku dan dia sudah lima tahun lebih berteman baik dan tidak terjadi apa-apa diantara kami. Apa dia sama sekali tidak tertarik denganku ?

Tiga tahun masa sulit ku di SMA dan pada hari yang kuanggap bahagia sebagai hari kelulusanku, aku menerima hadiah terpahit dalam hidupku. Ibu pengasuh yang sudah kuanggap sebagai ibuku sendiri di panti asuhan tempatku tinggal, mengalami kecelakaan dan meninggal dunia. Aku merasa putus asa dan tidak ingin melanjutkan hidupku. Apapun yang kulakukan, bertahan di semua kondisi sulit dan pantang menyerah meski keadaan begitu susah, itu semua demi ibu yang telah merawatku selama ini. Aku ingin membanggakannya. Tapi kenapa beliau pergi dan bahkan tidak sempat mengucapkan selamat atas kelulusanku.

Saat aku begitu terpuruk, aku bertemu dengannya, sahabatku. Dia dengan sabar mendengar ocehan yang kuucapkan selagi sesenggukan. Dia bahkan memelukku dan menenangkanku meski dia tidak mengenalku. Kami sering bertemu sejak itu, entah kebetulan atau memang takdir aku tidak tahu. Dia penyelamatku. Hingga akhirnya aku bisa bangkit dan kami pergi ke perguruan tinggi bersama. Tidak mungkin ini hanya kebetulan. Dia penyelamatku. Dia ditakdirkan untukku. Aku harus mengatakan yang sebenarnya. Apa yang telah kurasakan padanya selama ini. Aku bertekad memberi tahu perasaanku.

Kutinggalkan meja makan, meski aku belum selesai. Tampak beberapa raut wajah terkejut begitu aku bangkit mengucapkan permisi karena ada hal yang harus kulakukan. Aku keluar mencari tempat tenang. Mencari nomor seseorang di ponsel dan menelponnya.

“Halo, ada apa ? bukankah kau sedang menikmati makan siang bersama teman-temanmu ?” jawabnya dari seberang sana.

“Ya. Aku ingin mengatakan sesuatu” jawabku. Jantungku berdebar-debar tak karuan. Ini pertama kalinya aku ingin menyatakan cinta.

“Apa itu ?”

“Aku menyukaimu” kataku langsung pada intinya.

“Apa ?” dia tampak terkejut.

“Aku menyukaimu sejak dulu” aku mengulang.

“Tunggu dulu, kau sedang tidak apa kan ? apa ada sesuatu ? apa kau habis terbentur ?”

“Aku serius. Aku benar-benar menyukaimu. Aku tidak peduli kecanggungan apa yang kita hadapi saat bertemu nanti. Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Jadi aku harus memberitahumu sekarang juga” jelasku. Ini bukan seperti diriku. Tentu saja dia sangat terkejut dengan pengakuanku yang tiba-tiba ini.

“Baiklah. Aku besok sudah kembali. Ayo kita bertemu dan bicarakan hal ini secara langsung. Tunggu aku” jawabnya dengan nada serius.

“Ya. Sampai bertemu besok” aku mengakhiri panggilan. Astaga ! bahkan aku sendiri terkejut bisa berkata begitu. Kakiku lemas. Aku mencari tempat duduk untuk memulihkan diriku yang shock ini. Sungguh lega.

###

“Apa aku datang terlalu awal ?” tanyaku pada diri sendiri. Hari ini aku berdandan lebih dari yang biasanya. Aku ingin menyambut kedatangannya. Kakiku tak bisa diam sejak tadi. Aku celingukan mencari sosoknya di tempat kami biasa bertemu saat hari minggu.

            Kurasakan ponselku bergetar dibalik tas. Aku mengecek. Ah dia menelpon. Kuterima panggilannya.

“Kenapa kau belum datang juga ? aku sudah di tempat biasa ?”

“Mohon maaf, saya dari pihak rumah sakit. Kami menghubungi anda karena nomor anda berada di daftar terkakhir panggilan korban. Kami ingin mengabarkan bahwa pemilik ponsel ini sedang mengalami kecelakaan....” ucapnya.

“Apa yang terjadi ? dimana dia sekarang ? saya akan kesana” perasaanku bercampur aduk. Tak habis pikir. Apa ini ? jangan lagi. Jangan biarkan aku sendiri lagi !

            Dengan terburu aku meninggalkan restoran tempat pertemuan kami dan menuju rumah sakit. Aku tak bisa tenang dan terus mendesak supir taxi untuk menambah kecepatan spedometernya.

Aku berlinangan air mata. Terus berdoa dalam hati dan memohon keadilan pada Tuhan. Apa yang dimiliki orang lain secara normal, tidak pernah kumiliki sejak lahir. Aku sempat bahagia bersama ibuku dan Kau juga merenggutnya. Hanya dia yang kumiliki, ijinkan aku bersamanya. Kumohon kali ini, untuk terakhir kalinya, aku tidak akan meminta apapun lagi. Tolong selamatkan nyawanya.

Panik dan terus berlari menyusuri rumah sakit mencari ruangan tempatnya di rawat. Akhirnya kulihat dia terbaring lemas di atas ranjangnya dengan alat bantu pernapasan yang terpasang diwajahnya. Apa yang terjadi padamu ? aku meratapi keadaannya.

“Maaf, apakah anda wali dari pasien tersebut ?” seorang suster mendakat dan bertanya padaku.

“Iya, benar. Saya...temannya” jawabku.

“Silahkan ikuti saya, dokter akan menjelaskan keadaan pasien pada anda” ucapnya sopan.

            Aku dipersilahkan menemui dokter diruangannya. Ku lihat papan nama di depan pintunya, dr. Arjuna. Beliau menyalamiku dengan ramah dan turut bersedih atas apa yang menimpa pasien. Dijelaskan bahwa kecelakaan yang terjadi membuat pasien mengalami benturan keras di kepalanya. Beliau memperlihatkan hasil CT scan dan menjelaskannya padaku.

“Mohon bersabar dan terus berdoa saja, kami tidak tahu kapan kiranya pasien bisa sadar dan pulih dari keadaannya saat ini. Dukungan dari orang-orang terdekatnya dapat membantu kesembuhan pasien. Saya yakin anda bisa tegar” ucapnya padaku.

“Terimakasih dokter” ucapku lalu pamit pergi meninggalkan ruangannya.

Aku kembali ke kamar tempat sahabatku terbaring tak sadarkan diri. Aku duduk disampingnya. Menyentuh pelan tangannya yang tertancap infus.

“Jadi ini ? oleh-oleh yang kau berikan padaku saat kau kembali ?” ucapku pelan menahan tangis.

“Kau jahat sekali, kembali dalam keadaan seperti ini.” Tambahku. Aku tak kuasa menahan air mata. “Kau harus sadar dan memberiku jawaban. Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan selalu menunggumu. Meski kau akan menolakku begitu sadar nanti, aku tidak peduli” ucapku.

***

            Dalam penantian yang panjang, aku terus menemaninya. Tidak peduli sampai kapan lagi, aku bertekad untuk menunggu. Aku bersyukur Tuhan mendengarku dan menyelamatkan nyawanya. Aku tidak akan meminta lebih lagi. Meski saat ini dia belum juga sadar dan keriput tua semakin merata di sekujur kulitku. Sudah hampir 20 tahun dia terbaring disini.  Aku akan tetap setia.

“Kami pulang dulu, akan datang lagi lain waktu. Jangan lupa selesaikan pengecekan dari gambar yang ku kirim. Anak buahmu menunggu koreksi untuk segera direvisi” ucap Lisa.

“Baiklah, baiklah. Terimakasih sudah berkunjung. Hati-hati di jalan” kataku mengantarnya hingga ke depan pintu. Hari ini aku bekerja santai sambil menemani sahabatku di rumah sakit.

“Sampai jumpa tante, aku dan mama pulang dulu” ucap Kevin anak Lisa, yang baru saja lulus SMP.

“Iya, sampai jumpa” aku masuk kedalam lagi dan membuka laptopku. Mengambil cemilan di laci samping ranjang untuk teman bekerja.

“Lama tak jumpa. Bagaimana kabarmu Rina ?” ucap lirih seseorang.

“Astaga !!!” benarkah dia yang berbicara ? aku menoleh. Sepasang mata terbuka dan menatapku penuh haru. Aku menangis kencang hingga tak bisa berkata apa-apa.

            Aku baik. Kabarku sangat baik selama kau bersamaku. Aku masih sehat dan bernafas dengan normal. Karena dari setiap nafas yang kuhirup terdapat ribuan huruf, yang jika kuhembuskan akan terukir namamu di setiap udara yang ada. Dimas, aku mencintaimu.

~TAMAT~

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Unsaid Phrases
513      377     3     
Short Story
i guess sometimes you just can't completely erase someone.
Andai Kita Bicara
711      541     3     
Romance
Revan selalu terlihat tenang, padahal ia tak pernah benar-benar tahu siapa dirinya. Alea selalu terlihat ceria, padahal ia terus melawan luka yang tak kasat mata. Dua jiwa yang sama-sama hilang arah, bertemu dalam keheningan yang tak banyak bicaratetapi cukup untuk saling menyentuh. Ketika luka mulai terbuka dan kenyataan tak bisa lagi disembunyikan, mereka dihadapkan pada satu pilihan: tetap ...
The Perfect Choice
5286      1483     2     
Romance
Ketika bayangan kelam kembali datang, disaat itulah semua hal akan terasa berbeda. Waktu tidak akan bisa memihak, memberi sedikit jeda untuk sekadar bernafas. Akan selalu ada pilihan yang hadir disetiap kehidupan. Namun tidak akan pernah ada insan yang menjamin hari esok setelah apa yang dia pilih hari ini. Apa yang akan kamu pilih ketika semua pilihan adalah trauma masa lalu? Memulai atau mengak...
Melawan Tuhan
2900      1099     2     
Inspirational
Tenang tidak senang Senang tidak tenang Tenang senang Jadi tegang Tegang, jadi perang Namaku Raja, tapi nasibku tak seperti Raja dalam nyata. Hanya bisa bermimpi dalam keramaian kota. Hingga diriku mengerti arti cinta. Cinta yang mengajarkanku untuk tetap bisa bertahan dalam kerasnya hidup. Tanpa sedikit pun menolak cahaya yang mulai redup. Cinta datang tanpa apa apa Bukan datang...
Acropolis Athens
5529      2065     5     
Romance
Adelar Devano Harchie Kepribadian berubah setelah Ia mengetahui alasan mendiang Ibunya meninggal. Menjadi Prefeksionis untuk mengendalikan traumanya. Disisi lain, Aram Mahasiswi pindahan dari Melbourne yang lamban laun terkoneksi dengan Adelar. Banyak alasan untuk tidak bersama Aram, namun Adelar terus mencoba hingga keduanya dihadapkan dengan kenyataan yang ada.
EXPOST
11757      2427     3     
Humor
Excecutive people of science two, mungkin itu sebutan yang sering dilayangkan dengan cuma-cuma oleh orang-orang untuk kelas gue. Kelasnya excecutive people, orang-orang unik yang kerjaannya di depan laptop sambil ngapalin rumus kimia. So hard. Tapi, mereka semua ngga tau ada cerita tersembunyi di dalam kelas ini. Di sini ada banyak species-species langka yang hampir ngga pernah gue temuin di b...
Dilema
558      342     2     
Short Story
Kalau aku bisa merubah takdir, hal pertama yang ingin aku perbaiki adalah pertemuan awalku dengan Leon. Hari itu akan kukatakan saja kalau kita berteman, bukan sahabat seperti yang nyatanya terjadi. Kalian tahu? Sikap over protektifnya melebihi bodyguard tetanggaku. Sungguh, aku enggak nyaman! Tapi, ada hal yang lebih mengesalkan dari itu. Ya, kenyataan bahwa aku tidak bisa menyakitinya.
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
1241      404     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Should I Go(?)
10504      2441     12     
Fan Fiction
Kim Hyuna dan Bang Chan. Saling mencintai namun sulit untuk saling memiliki. Setiap ada kesempatan pasti ada pengganggu. Sampai akhirnya Chan terjebak di masa lalunya yang datang lagi ke kehidupannya dan membuat hubungan Chan dan Hyuna renggang. Apakah Hyuna harus merelakan Chan dengan masa lalunya? Apakah Kim Hyuna harus meninggalkan Chan? Atau justru Chan yang akan meninggalkan Hyuna dan k...
Sandal Japit
392      250     3     
Short Story