Aku percepat langkahku, menyusuri koridor kampus. Telat nih..., semoga dosenku belum masuk. Aku menuju ruang kuliah, saat di depan ruangan aku bernapas lega sang dosen belum masuk. Lalu aku masuk dan duduk di sisi Lara.
“Lama amat datangnya...” ucap Lara.
“Iya macet...” ucapku, lalu dosen kami masuk. Ruangan menjadi tenang dan perkuliahan dimulai. Selesai kuliah hari ini aku menemui Bang Elang di Sekretatriat Pencinta Alam, tapi Bang Elang nggak ada yang ada Bang Alcander dan teman-temannya yang lain.
“Elang pergi sebentar Cher, duduk saja dulu ntar lagi juga dia datang.” ucap Bang Alca. Lalu aku duduk di ruang duduk sekretariat. Lama juga nih Bang Elang, aku sedikit gelisah menunggunya. Lalu Bang Alcander mendekatiku dan duduk di depanku.
“Sabar ya Cher, tadi kata Elang sebentar sih.” ucapnya.
“Iya Bang...” ucapku.
“Di SMU dulu Elang itu seperti apa?” tanya Bang Alcander.
“Senior yang banyak dikagumi cewek-cewek...” ucapku sambil senyum.
“Ketua OSIS yang program-programnya banyak terlaksana dan meski dia terkenal seantereo sekolah dia nggak pernah tinggi hati. Selalu menggunakan cara halus untuk menolak cinta adik kelas ataupun teman-temannya...” ucapku, Bang Alcander senyum.
“Sepertinya kalian akrab banget di sekolah...” ucap Bang Alcander
“Mmm...lumayan deh Bang, tapi cuma setahun aja Abang itu kan dua tahun di atas kami. Bang Elang itu dulunya mirip seperti Bang Anggara di sekolah. Dingin... tapi semenjak dia suka dengan Aldora sahabatku, dia sedikit berubah lebih ramah terutama dengan kami sahabat Aldora.” ucapku sambil senyum, Bang Alcander senyum.
“Mereka pacaran?” tanya Bang Alcander.
“Nggak sih, Aldora belum mau pacaran dan saat Bang Elang tamat tak pernah ada kabar dari Bang Elang. Kami cuma dengar dia kuliah di Amrik, karena itu saat ketemu kemaren aku kaget.” ucapku.
“Elang nggak pernah cerita tentang cewek, di pikirannya hanya kuliah dan juga penjelajahannya terhadap alam. Ternyata dia pernah jatuh cinta juga.” ucap Bang Alcander sambil senyum.
“Iya..., emang di kampus Bang Elang belum punya pacar Bang?” tanyaku, hmmm...masih mengharapkan Aldora kah Bang Elang?
“Belum, Elang yang sekarang masih sama. Banyak cewek-cewek yang suka dia tapi dia dingin banget terhadap cewek-cewek itu. Karena itu aku sedikit kaget melihat responnya terhadap kamu. Di kampus ini belum ada cewek yang dapat respon sangat bersahabat seperti dengan kamu.” ucap Bang Alcander, aku senyum.
“Ya...dia suka ceritain Bang Anggara itu dingin banget padahal dia juga seperti itu.” ucapku sambil tertawa
“Tapi lebih parah Anggara lo..., kamu juga akan lihat ntar gimana reputasi Anggara.” ucap Bang Alcander
“O ya, wah...Bang Anggara berarti cool kuadrat ya...” ucapku, Bang Alcander senyum.
“Iya, Elang masih bersahabat dengan teman-teman cowok. Anggara dengan siapa aja dingin, tapi dia baik kok cuma sikapnya aja yang kesannya cuek.” ucap Bang Alcander senyum.
“Hei my sister...” tiba-tiba Bang Elang sudah ada di dekat kami. Lalu duduk di sisiku.
“Hai Bro... lupa ya sama janjinya...” ucapku sambil menatap ke depanku tanpa melihatnya, Bang Alcander senyum.
“Nggak Cher...tadi ada hal yang penting dan pulsaku lagi kosong...” ucapnya... ya kebiasaan, malas banget isi pulsa seperti malasnya dia berkomunikasi lewat handpone.
“Ya..okelah... sekarang bantu aku ngerjain bahan biologiku...” ucapku akhirnya sambil meliriknya.
“Mmm...itu...masih ada urusan penting...jadi...” ucap Bang Elang bingung lalu..
“Haaa...si Alca aja yang menemanimu, dia ini jago biologi...” ucap Bang Elang, aku sedikit kesal. Padahal Bang Elang tuh yang paling semangat kemaren mau bantu aku mengerjakan laporan biologi. Sekarang melimpahkan ke orang lain aku cemberut.
“Jangan cemberut Cherise yang cantik, Abang minta maaf ya...” ucapnya, aku bangkit berdiri.
“Ya sudah aku kerjain sendiri aja...” ucapku ngambek.
“Eit...tunggu dulu...” ucap Bang Elang sambil memegang tanganku.
“Kamu katakan kemaren saat praktek pembedahan kecoak dan kodok kamu ngak datang. Terus kamu disuruh foto bagian-bagian tubuh hewan-hewan itu sama asisten dosen kamu, jadi gimana berani...” ucap Bang Elang, iya ya... waduh gimana nih. Kemaren aku sakit jadi nggak datang saat praktek tentang pengenalan bagian tubuh hewan... Aku terdiam sejenak.
“Nah... Alca aja yang nemani kamu kan sama aja. Alca dan abang itu seperti saudara kembar. Jadi kalau kamu di temani Alca kamu akan merasa abang ada di dekat kamu...” ucap Bang Elang sok penting. Aku menatapnya yang sedang senyum kepadaku.
“Bang sebenarnya sih intinya bukan Abang. Intinya aku butuh teman untuk mengerjakan laporan terutama saat memotret bagian-bagian tubuh hewan-hewan ajaib itu.” ucapku, senyum Bang Elang hilang dari wajahnya... Lalu dia melepaskan pegangannya dari tanganku dan menggaruk-garuk belakang kepalanya.
“Oke baiklah kalau begitu.” ucapnya, di arahkannya badannya ke arah Bang Alcander. Bang Alca tertawa.
“Alc...jangan membuat aku semakin malu dengan tertawaanmu itu. Aku lupa kalau yang ngobrol denganku ini adalah Cherise. Dimata Cherise aku itu tidak ada apa-apanya brow...” ucap Bang Elang sok sedih.
“Sudah dramanya ...” ucapku, Bang Elang lalu melihat ke arahku. Melihat wajahku yang masih cemberut dia tertawa.
“Iya Cher maaf banget, Alca mau kok nemani kamu. Ya kan Alc...” ucap Bang Elang sambil melihat ke Bang Alca, wajahnya mengisyaratkan butuh pertolongan pada Bang Alcander.
“Iya...” jawab Bang Alca.
“Nah...kan Alca sudah bersedia tuh... Jadi jangan ngambek lagi ya...” ucap Bang Elang aku tetap diam. Bareng Bang Alca hmm...sebenarnya nggak masalah sih bareng siapa aja. Ya sudahlah dari pada nggak siap nih laporan.
“Okelah...” jawabku akhirnya.
“Oke Alc, temani makhluk cantik ini ya...” ucap Bang Elang.
“Oke...” ucap Bang Alcander sambil senyum.
“Abang bisa sekarang?” tanyaku pada Bang Alca.
“Bisa...” ucapnya.
“Kalau begitu kita berangkat sekarang ya Bang, mmm...cari kecoak dan kodoknya.” ucapku. Bang Alca mengangguk.
“Dimana ya carinya...” ucapku pada Bang Alca.
“Kita cari di kolam dekat taman aja biasanya banyak kodok di sana kalau kecoaknya di mana ya...” ucap Bang Alca.
“Biasanya tempat yang kotor dan lembab, seperti tempat sampah dan toilet...” ucap Bang Elang.
“Berarti kita cari kecoaknya dulu di belakang toilet kampus mungkin ada tuh di balik batu batu yang berserakan di sana...” ucapku
“Iya benar juga itu...” ucap Bang Alca lalu bangkit dari duduknya.
“Pergi dulu ya Bang...” ucapku pada Bang Elang.
“Oke, jaga adikku ini ya Alc...” ucap Bang Elang, Bang Alca senyum. Lalu aku dan Bang Alca keluar dari ruang sekretariat pencinta alam. Kami menuju toilet kampus.
Di belakang toilet kampus...
Bang Alca mencari-cari kecoak di bawah batu dan di bawah dinding belakang toilet yang ada celah-celahnya. Aku berdiri agak jauh, aku paling geli melihat kecoak jadi aku antisipasi dulu. Menjaga jarak dengan “mereka”. Aku memperhatikan Bang Alca lalu di bawah sebuah batu yang diangkat Bang Alca keluar seekor kecoak. Aku menahan teriakanku dengan menutup mulutku dengan tangan, iuuhhh.. menjijikkan, baunya juga menyengat. Bang Alca lalu menangkap kecoak itu dengan tangannya yang sudah dilapisi plastik. Setelah sedikit kejar-kejaran akhirnya itu kecoak berhasil ditangkap dengan utuh. Lalu dimasukkan bang Alca ke dalam kantungan plastik bening.
“Ayo kita cari kodoknya...” ucap Bang Alca aku mengangguk, Bang Alca memegang plastik kecoak itu. Kami berjalan menuju taman kampus, di tengah taman ada kolam.
Di taman kampus...
Kami berdiri di pinggiran kolam, sambil menatap kolam yang dibingkai bebatuan alam yang menambah keindahannya. Di tengah kolam tumbuh teratai putih dengan bunga-bunganya yang sudah bermekaran. Kolam dikelilingi hamparan rumput dan pepohonan yang rindang. Kalau ke tempat ini, rasanya pengen duduk di pinggirannya bersandar di sebuah batang pohon lalu menikmati angin sejuk yang berhembus plus di temani musik dari MP3 handpone hmmm... aku senyum, asyik banget hehe...
“Cher...” suara Bang Alca mengagetkan aku. Aku menoleh ke Bang Alca.
“Kenapa senyum-senyum sendiri...?” tanyanya sambil menatapku aneh.
“Hehe...nggak Bang cuma suka aja tempat ini.” ucapku sambil senyum.
“Ayo kita cari kodoknya...” ucapnya aku mengangguk lalu kami berjalan di sisi-sisi kolam mencari seekor kodok. Biasanya kodok sering menampakkan diri di sekitar ini. Tapi ini kok susah mencarinya, apa mereka tahu ada dua manusia yang sedang memburu mereka. Ah....emang si kodok neh... Untungnya cuaca nggak panas, huh... capek juga ya... Lalu aku duduk di rerumputan Bang Alca masih asyik mencari nggak sadar kalau aku sudah nggak ada didekatnya. Setelah beberapa menit dia baru sadar dan melihat ke kiri dan kanannya Hehe... kecarian aku ya... Lalu dia melihat ke arahku aku melambai padanya. Bang Alca menarik napas pendek melihatku duduk di rerumputan. Aku tersenyum...
“Capek Bang...” ucapku sambil teriak karena dia sudah agak jauh dari ku.
“Oke kamu istirahat aja dulu, biar Abang aja yang cari...” ucapnya sambil senyum lalu kembali mencari sang kodok hehehe... emang punya abang itu enak, apalagi baik seperti Bang Alca. Aku perhatikan dari jauh Bang Alca, lalu ku lihat dia mengejar sesuatu. Eh...mungkin kodoknya sudah dapat aku langsung bangkit dan berlari ke arah Bang Alca. Bang Alca sedang berusaha menangkap kodok tapi si kodok selalu berhasil melarikan diri. Aku ikut membantu menangkapnya, beberapa kali Bang Alca terjerembab kasihan, celana jeansnya jadi kotor... Dan setelah beberapa lama berusaha akhirnya si kodok berhasil tertangkap.
“Akhirnya...” ucapku riang.
“Oke, sekarang di mana kita mengerjakan laporanmu?” tanya Bang Alca.
“Di sini aja...” ucapku
“Di sini? kamu bawa perlengkapannya?” tanya Bang Alca.
“Bawa dong, nggak lihat tas ranselku yang besar ini.” ucapku sambil menggerakkan bahuku yang menyandang tas besar.
“Oke, kita cari tempat yang nyaman untuk duduk...” ucap Bang Alca. lalu aku dan bang Alca cari tempat untuk duduk. Kami akhirnya duduk di bawah sebuah pohon yang rindang. Aku lalu mengeluarkan perlengkapanku yang sudah ku siapkan dari rumah.
“Wow...tasmu kantung ajaib ya mengeluarkan banyak perlengkapan...” ucap Bang Alca aku senyum.
“Berarti kodoknya dibunuh ya...” ucap Bang Alca lagi. Sambil menatap kodok yang ada di dalam plastik.
“Iya Bang, kan susah memotretnya kalau masih hidup. Gimana kita memotret bagian-bagian tubuhnya, dia pasti akan bergerak kan masih hidup..“ ucapku.
“Bisa..., kamu kan cuma disuruh foto tubuhnya dan bagian-bagian tubuhnya kan?” tanyanya.
“Iya Bang...” ucapku, sambil melirik si kodok yang terkurung di dalam plastik.
“Kita ikat aja kakinya jadi dia nggak bisa bergerak” ucap Bang Alca.
“Tapi Bang...” ucapku protes.
“Biar aku yang buat.” ucapnya lalu dia memegang kodok itu dan mengikat ke empat kakinya di ujung triplek kecil yang sengaja ku bawa sebagai alas kodok itu akan di bedah.
“Kalian kan cuma belajar bagian-bagian tubuh luarnya kan? Nggak sampai bagian pencernaan atau reproduksinya kan....” ucap Bang Alca lagi. Kodok itu mencoba bergerak tapi Bang Alca sudah mengikatnya dengan kuat. Dia diikat dengan bagian punggungnya di bawah, tenggorokannya masih bergerak turun naik.
“Mana buku panduan praktikummu...” ucapnya aku menyerahkan buku panduan praktikumku pada Bang Alca. Bang Alca membacanya lalu...
“Sini kameramu, atau kamu foto pakai handpone ya...” ucapnya sambil tetap membaca buku di tangannya tanpa melihat ke arahku. Lalu dia mengulurkan tangannya, aku menyerahkan handpone-ku. Bang Alca lalu memotret kodok itu sesuai dengan petunjuk buku itu.
“Oke sudah selesai...” ucapnya lalu menyerahkan handpone-ku kepadaku. Kemudian dia melepaskan kodok itu.
“Sayang amat sama kodok...” ucapku.
“Kasihan, toh kita cuma butuh foto-foto dia kan...” ucapnya jenaka.
“Okelah kalau begitu..., tapi dia kayak model ya jadinya Bang. Kita foto-foto dia dalam beberapa pose...” ucapku, Bang Alca tertawa. Aku senyum, Bang Alca ini mudah amat tertawa atau tersenyum. Terlihat ramah dan baik.
“Lalu kecoaknya gimana caranya, kakinya kan kurus-kurus...ntar di ikat patah lagi...” ucapku, sambil melirik kecoak yang masih di dalam plastik
“Kalau kecoak, kita matikan aja dulu...” ucap Bang Alca.
“Ihh...pilih kasih...” ucapku.
“Hahaha... bukan gitu kan yang seperti Cheris katakan tadi ntar kakinya patah dan nggak bisa kita foto dengan berbagai pose...” ucapnya sambil tertawa.
“Ya udah, mmm...Abang yang matiin ya...” ucapku, Bang Alca meminta jarum pentul. Aku memberikannya lalu dia menusuk badan kecoak itu, si kecoak bergerak mencoba lepas. Bang Alca lalu mencari sesuatu di dalam tasnya. Dia mengeluarkan sebuah spon kecil. Aku memotret beberapa aksi Bang Alca lewat handpone-ku. Tanpa dia sadari karena terlalu serius dengan kecoak itu. Sebenarnya yang punya laporan siapa ya, kok jadi Bang Alca yang lebih serius hihihi...
“Nah berguna juga spon ini...” ucapnya lalu meletakkan kecoak itu di atas spon dan menekan jarum itu supaya lengket ke spon jadi kecoaknya nggak bakalan bisa lari.
“Kok Abang bawa-bawa spon sih...” ucapku aneh.
“Ini kerjaan si Beno temanku, tadi pagi aku bawa roti ke kampus karena nggak sempat sarapan. Nggak tahu kapan si Beno sudah menukar rotiku dengan spon ini...” ucapnya, aku tertawa...
“Hahaha...Bang Beno bandel banget hahaha...” ucapku sambil tertawa.
“Yah gitulah kalau si Beno...sedikit menjengkelkan...” ucap Bang Alca sambil senyum. Lalu meminta handpone-ku kembali dan mulai memotret kecoak itu. Ah...untung Bang Alca tadi mau menemaniku kalau nggak rasanya mau pingsan aku kalau di suruh mengamati kecoak seperti itu.
“Oke sudah siap...” ucapnya lalu menyerahkan kembali handpone-ku padaku. Aku melihat foto kecoak yang menjijikkan itu, kalau sudah selesai ku cetak pasti akan ku hapus segera foto ini.
“Tinggal membuat laporan kan, paling cuma ngetik aja semua sudah ada di buku ini.” ucap Bang Alca.
“Iya Bang...” ucapku lalu membereskan perlengkapanku.
“Itu kecoak gimana nasibnya...” ucapku sambil menunjuk kecoak yang masih ada di atas spon, kakinya terkadang bergerak-gerak.
“Kamu tahu kalau kecoak itu susah matinya, terkadang walau dipukul dan dia sudah luka dia masih bisa bergerak dan berlari...” ucap Bang Alca.
“Iya...” ucapku.
“Kita lepas aja, dia masih hidup kok...” ucap Bang Alca. Lalu Bang Alca menarik jarum pentul yang menusuk kecoak itu. Si kecoak bergerak lalu lari aku kaget dan langsung bergerak menjauh tapi itu kecoak berlari ke arahku... Aku berteriak...sambil berdiri dan langsung berlari. Bang Alca melemparnya dengan sebuah batu kecil dan kecoak itu lari berubah jalur. Aku berhenti berlari dan berdiri menatap kecoak itu yang sudah lari kearah yang lain. Ya ampun itu kecoak apa tahu kalau akulah biang keladinya yang membuat dia tersiksa... Aku mengatur napasku perlahan dan masih menatap kearah kecoak itu lari.
“Hei kecoaknya sudah pergi...” ucap Bang Alca sambil menepuk bahuku pelan. Aku kaget...
“Bang Alca...” ucapku, Bang Alca senyum lalu menyerahkan tas ranselku padaku.
“Kamu segitu takutnya sama kecoak...” ucapnya.
“Nggak takut cuma geli aja.” ucapku berkelit, malu juga dilihat Bang Alca seperti ini.
“Tapi tadi kelihatannya nggak begitu...” ucapnya jenaka. Aku diam tak bisa berkelit lagi dan menerima tasku lalu memikulnya di bahu. Ihh...aku sih spontan banget lari ngelihat kecoak jadi malu dengan Bang Alca. Aku menggaruk belakang kepalaku yang tidak gatal. Aku melirik Bang Alca yang senyum sambil menatapku.
“Ya sudah..., ayo kita pulang...” ucapnya, aku mengangguk.
“Eh...tapi kan laporannya dikumpul besok...” ucapku.
“Jadi harus sekarang dikerjakan mmm...bantu ya Bang...” ucapku lagi, aku ini sudah dikasi hati minta jantung. Sudah dibantu cari kecoak dan kodok eh... minta bantuan buat laporan lagi. Maaf ya bang ku harap abang nggak menyesal setuju jadi relawanku tadi...
“Mmm oke, di mana kita mengerjakannya...” ucapnya.
“Gimana kalau di sini aja...” ucapku bersemangat.
“Ini sudah sore, sebentar lagi gelap dan banyak nyamuk lagi.” ucapnya, aku diam sambil menatap sekeliling kami yang sepi. Sayang banget di udara yang sejuk gini nggak duduk di pinggir kolam sambil menikmati angin.
“Ya sudah kita kerjain di sini, tapi kalau sudah mulai agak gelap kita pindah ya...” ucap Bang Alca akhirnya. Mungkin melihatku yang ingin sekali duduk di taman ini. Aku tersenyum senang.
“Oke...” ucapku lalu kami duduk di bawah pohon rindang. Aku mengeluarkan laptop-ku, Bang Alca meraih laptop di tanganku.
“Kamu baca biar aku yang ketik, sudah kamu buat kan rancangannya...” ucap Bang Alca sambil membuka laptopku.
“Sudah Bang...” ucapku lalu aku mengambil buku panduan praktikumku. Dan kami pun mulai mengerjakan laporanku. Bang Alca sesekali mengoreksi kesalahanku dalam membuat laporannya. Senja mulai turun. Bang Alca serius sekali, melihatnya dari samping menyenangkan sekali. Aku mengambil beberapa fotonya, dia nggak sadar aku sudah memotretnya. Cahaya senja memberi warna indah di foto-foto yang ku ambil. Aku tersenyum sambil melihat foto itu. Semakin diperhatikan ternyata dia semakin menarik. Wajahnya juga enak dipandang meski tak setampan Bang Anggara. Hahh...kok membandingkan Bang Alca dan Bang Anggara sih... Bang Alca menaikkan wajahnya dan menatap langit. Aku memasukkan handpone-ku ke kantong jeans-ku, takut ketahuan aksiku oleh Bang Alca.
“Sepertinya kita harus pindah tempat nih...” ucap Bang Alca, aku mengangguk. Lalu memasukkan bukuku ke dalam tas. Bang Alca men-shut down laptop-ku. Aku menatap langit senja yang memerah...
“Indah sekali...” ucapku sambil menatap langit.
“Iya langit senja selalu indah dan memberi efek melankolik...” ucap Bang Alca, Bang Alca juga suka dengan langit senja. Sesaat kami menikmati langit senja diam dalam pikiran kami masing-masing. Hembusan angin memberi rasa dingin di kulitku... Aku melipat tanganku di dada sambil mengusap pelan lenganku.
“Udara sudah dingin, ayo kita cari tempat lain untuk selesaikan laporanmu ini.” ucap Bang Alca aku mengangguk. Bang Alca mengeluarkan jaketnya dari dalam tas lalu menyelimuti bahuku dengan jaketnya. Aku menatap Bang Alca, Bang Alca senyum.
“Ayo...” ucapnya lalu berdiri, aku ikutan berdiri. Lalu memakai jaket dari Bang Alca. Kami berjalan keluar dari lingkungan taman kampus menyusuri jalan setapak kampus di bawah jejeran pohon-pohon pinus yang daunnya bergoyang lembut tertiup angin. Aroma pinus menyebar di sekitar taman hmmm..sejuk banget. Kami berjalan bersisian, senja yang menyenangkan dan dingin. Aku merapatkan jaketku.
“Kita kemana ya Bang...” ucapku.
“Ke caffe depan kampus aja, tapi kita ke fakultas dulu ya ambil motor di parkiran.” ucap Bang Alca, aku ngangguk. Lampu-lampu jalan kampus sudah hidup, warna temaram senja berubah kuning keemasan pantulan cahaya lampu pijar. Parkiran fakultas sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang tertinggal. Bang Alca menghidupkan motornya.
“Ayo naik...” ucapnya lalu aku naik ke boncengannya. Motor Bang Alca melaju, angin mempermainkan rambut kami. Bang Alca berhenti di sebuah caffe yang cahaya lampunya berpendar keemasan Caffe Gold. Lalu kami masuk ke caffe itu dan duduk di kursi sofa di sudut caffe. Dinding caffe yang terbuat dari kaca transfaran membuat kami dapat melihat keluar caffe. Bang Alca yang duduk di depanku mengeluarkan laptop-ku yang dimasukkannya ke dalam tasnya tadi lalu membuka laptop itu. Bang alca mengeluarkan kacamata dari tasnya.
“Kok pakai kacamata Bang...?” tanyaku.
“Ini kacamata anti radiasi komputer...” jawabnya.
“O...” ucapku sambil mengeluarkan bukuku. Lalu seorang pelayan menghampiri kami, aku memesan minuman dan bertanya pada Bang Alca dia mau minum apa. Bang Alca menaikkan wajahnya dan menyebutkan pesanannya lalu kembali mengarahkan matanya ke laptop. Lalu pelayan itu pergi. Aku pun kembali pada bukuku dan kembali membacakan kalimat yang akan diketik Bang Alca. Musik slow mengalun lembut lewat speaker caffe, memberi suasana yang menenangkan. Lalu pesanan kami datang.
“Minum dulu Bang...” ucapku, Bang Alca menaikkan wajahnya. Lalu meraih minuman di depannya lalu meminumnya. Lalu kembali melihat ke laptop.
“Nggak pesan makan bang, kayaknya sudah saatnya makan malam.” ucapku sekali lagi dia menaikkan wajahnya.
“Kamu sudah lapar?” tanyanya aku tersenyum malu...
“Ya sudah pesan makan aja, laporannya ntar aja kita lanjutkan. “ ucapnya lalu memanggil pelayan caffe dan memesan makanan. Bang Alca membuka kacamatanya lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
“Capek ya Bang...maaf merepotkan.” ucapku, Bang Alca melihatku.
“Tidak apa-apa lagian aku juga tidak ada kerjaan membantu junior kan pahalanya besar...” ucapnya jenaka aku tertawa.
“Abang baik banget...” ucapku.
“Nggak usah pakai banget lah, wajar sih membantu. Kita hidup harus saling membantu.” ucapnya sambil senyum, aku senyum.
“Pasti pacar Abang beruntung banget dapat Abang yang baik.” ucapku
“Hahaha....” Bang Alca tertawa.
“Ihh...kok tertawa...” ucapku.
“Itu menurut kamu kan...” ucap Bang Alca.
“Ya iyalah menurutku...” ucapku.
“Bagi dia mungkin tidak...” ucap Bang Alca.
“Ye...kalau tidak kenapa dia mau pacaran sama abang...” ucapku. Bang Alca masih tertawa, ihh...menjengkelkan menertawaiku...
“Pacar Abang satu kampus kita?” tanyaku, Bang Alca menggeleng.
“Kampus mana?” tanyaku lagi, Bang Alca kembali menggeleng sambil masih tertawa, kok menggeleng terus sih. Buat jadi penasaran saja...
“Kampus mana?” ulangku lagi, kali ini dengan sikap ngotot.
“Tidak ada...” ucap Bang Alca akhirnya.
“Maksudnya tidak ada gimana? Nggak kuliah? atau masih SMU?” tanyaku penasaran, Bang Alca kembali senyum. Lalu pesanan kami datang sesaat kami diam, setelah pelayan itu pergi aku kembali bertanya.
“Bang...” belum selesai aku bicara Bang Alca memotong pembicaraanku.
“Sudah makan dulu...” ucapnya, aku diam. Lalu menarik piring makananku mendekat, dengan rasa penasaran aku makan makananku sampai habis. Bang Alca memperhatikanku dan senyum.
“Lapar banget ya...” ucapnya, aku mengangguk padahal dia nggak tahu kalau aku bertambah lapar dan makan seperti ini karena penasaran siapa sih pacar Bang Alca. Selesai makan, kami kembali melanjutkan mengetik laporanku dan sepertinya Bang Alca nggak mau melanjutkan pembicaraan kami yang belum tuntas tadi. Ya sudahlah, dia belum mau kali cerita tentang pacarnya. Kira-kira pacar Bang Alca seperti apa ya... Mmm...coba ku bayangkan, kalau melihat Bang Alca yang baik, perhatian dan tidak banyak bicara ini sepertinya pacarnya pasti seperti seorang dewi hehehe.. Akhirnya laporanku selesai...tinggal diprint di rumah. Wah...thanks banget Bang Alca ucapku dalam hati. Ku lihat arloji di tanganku sudah pukul 10 malam. Saatnya pulang...
“Sudah jam 10 nih..” ucap Bang Alca sambil melihat arlojinya, aku mengangguk.
“Sudah waktunya pulang...” ucapnya, lalu dia memanggil pelayan dan meminta bon. Aku mengeluarkan uang dari dompetku tapi saat pelayan itu menyerahkan bonnya Bang Alca langsung menyerahkan uang pada pelayan itu.
“Loh ini aja bang...” ucapku
“Tidak usah ini aja...” ucapnya lalu pelayan itu pergi dengan membawa uang dari Bang Alca.
“Abang ini...,sudah aku di bantu eh... ditraktir makan lagi.” ucapku, Bang Alca tersenyum.
“Menolong orang itu nggak boleh tanggung-tanggung...” ucapnya lalu berdiri aku ikutan berdiri.
“Hmmm...baiklah Abang Alcaman...terima kasih bangeeet...” ucapku.
“Apa? Alcaman...” ucapnya sambil mengernyitkan dahinya.
“Ya adiknya Ultraman...” ucapku sambil berjalan menuju pintu caffe. Bang Alca mengikutiku dari belakang. Sampai di luar caffe...
“Kenapa jadi Alcaman...” ucapnya sambil menjejeri langkahku. Masih aneh dengan sebutanku padanya.
“Iyalah, Ultraman kan penolong di Jepang nah kalau di Indonesia ya Abang Alcaman...sang penolong...” ucapku sambil tersenyum jahil.
“Hm...bisa ngak diganti dengan yang lain seperti Superman, Spiderman atau Batman gitu...biar lebih keren...” ucapnya menanggapi candaanku.
“Nggak bisa karena nama Abang itu cocoknya seperti itu... Alca-Ultra nah mirip kan...?” ucapku nggak mau kalah. Padahal nggak mirip-mirip juga namanya, maksa banget hahaha... Dia menatapku aku tertawa. Kami berhenti berjalan rasanya menyenangkan sekali mengganggu Bang Alca.
“Ada-ada aja kamu nih...” ucapnya sambil mengacak rambutku lembut dengan sebelah tangannya. Terasa hangat...
“Sudah ayo pulang...” ucapnya sambil berjalan menuju motornya. Bang Alca menghidupkan mesin motornya lalu...
“Ayo naik...” ucapnya.
“Abang mau antar aku ya...” ucapku.
“Iya kalau nggak besok bisa disate Elang aku...” ucap Bang Alca, o...karena itu abang ini baik padaku. Aku sampai lupa kalau Bang Alca menemani aku karena disuruh Bang Elang. Fuihh...aku sempat ke-ge-er-an... tapi kenapa juga harus ke-ge-er-an ya...???
“Cherise kok malah jadi melamun...” panggil Bang Alca, lamunanku terhenti lalu aku naik ke boncengan Bang Alca. Bang Alca mengantarku sampai rumah. Dia hanya sampai di depan pagar karena sudah malam katanya dia langsung pulang. Aku lalu mengembalikan jaketnya, Bang Alca menerimanya dan memakainya lalu melaju pergi. Aku lalu masuk ke rumah.
*****