Loading...
Logo TinLit
Read Story - Jingga
MENU
About Us  

       Aku sedang ada di perpustakaan, tak terasa sudah sebulan aku di sekolah ini. Aku mencari beberapa buku untuk tugas dari Bu Nanik. Aku berjalan diantara rak-rak buku yang tinggi yang dipenuhi buku-buku.

“Hai Jingga.” suara itu seperti aku kenal, aku menoleh. Deri.. Kenapa dia selalu muncul di hadapanku.

“Cari buku ya.” ucapnya sambil senyum, aku mengangguk lalu berbalik.

“Hei mau kemana.” ucapnya sambil menghadangku, aku menatapnya.

“Der, aku kesini untuk cari buku bukan untuk ngobrol.” ucapku menahan suaraku. Takut menganggu ketenangan ruang perpustakaan.

“Iya tahu tapi kan tidak apa-apa kalau sebentar aja ngobrol.” ucapnya sambil mendekatiku. Ini anak maunya apa sih... Berhentilah mengusikku.

“Aku mau pergi dulu.” ucapku lalu menghindari Deri, tapi Deri menarik tanganku. Aku mencoba melepaskan tanganku. Buku di tanganku terjatuh.

“Sudah dapat bukunya?” sebuah suara yang berasal dari belakangku mengalihkan perhatian Deri.

“Jingga...” ucapnya, dia bicara denganku. Deri melepaskan genggaman tangannya, aku noleh ke suara itu. Banyu... Banyu menatapku, aku menatapnya heran. Lalu Banyu menarik tanganku dan membawaku ke tempat peminjaman buku. Banyu meletakkan 4 buku di meja, seorang Ibu pegawai perpustakaan mencatat buku itu. Aku masih bingung dengan semua ini, tapi aku ikuti saja semua perkataan Banyu.

“Mana kartu siswamu.” ucap Banyu, aku merogoh kantung bajuku dan menyerahkan ke Banyu. Lalu setelah selesai proses peminjaman buku aku dan Banyu keluar dari perpustakaan. Di luar perpustakaan Banyu melepas genggaman tangannya lalu memberikan dua buku padaku.

“Di sini ada bahan untuk tugas dari Bu Nanik kamu baca aja.” ucapnya, aku menatap buku yang sudah ada di tanganku. Masih bingung dengan sikap Banyu.

“Sebaiknya kamu menjauh dari Deri.” ucap Banyu lalu pergi meninggalkanku yang masih bengong. Ini beneran Banyu yang lakukan? Ini pertama kalinya Banyu mengangap aku ada dengan peduli padaku. Apakah ini hanya hayalanku saja? Illusi dari pikiranku? Aku melihat buku di tanganku, aku menggelengkan kepalaku. Tidak ini nyata, ada buku di tanganku.

“Jingga, kamu kenapa?” Karel menegurku, aku menoleh Karel menatapku heran. Aku tersadar dan mendesah pelan.

“Kamu kenapa?” tanya Karel aku menggeleng lalu berjalan Karel mengikutiku.

“Kamu seperti kesambet aja...” ucap Karel, ya...aku sepertinya memang kesambet karena Banyu.

“Itu buku untuk tugas dari Bu Nanik ya?” tanya Karel.

“Iya.” jawabku, masih belum pulih dari kebingunganku.

“Wah... bisa pinjam dong...” ucapnya.

“Soalnya kartu perpustakaanku tidak kelihatan jadi aku tidak bisa pinjam buku.” ucapnya menjelaskan.

“Jingga.” panggil Karel lagi karena aku tidak meresponnya.

“Ehh..iya, setelah selesai aku mengerjakannya ya...” ucapku kaget

“Oke... Jingga yang baik.” ucapnya aku senyum lalu kami melangkah menuju kelas. Di kelas Banyu sudah duduk di bangkunya dan seperti biasa dia mencoreet-coret bukunya. Aku duduk di bangkuku, Banyu diam aja kembali ke dirinya sebenarnya. Seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi. Apakah benar yang bantuin aku tadi Banyu???

 

       Aku berdiri di depan pintu sambil menatap ke rerumputan di halaman belakang rumahku. Aku ingin menikmati senja di sana tapi aku takut. Takut bayang-bayang kenangan itu akan membuatku menangis... Akan membuatku tak lepas dari bayang itu. Rerumputan yang mulai panjang bergoyang lembut seakan mengajakku bermain...duduk disana dan merasakan lembutnya menyentuh mereka. Angin berhembus lembut mempermainkan rambutku.

“Hei... rambutmu sudah panjang..” Bang Dega berdiri di sisiku sambil tersenyum dan menyentuh rambutku yang bergerak di hembus angin. Aku menatapnya tak percaya.

“Sudah... tidak usah begitu ngeliat abangmu yang ganteng ini.” ucap Bang Dega. Aku manyun, selalu merasa ganteng. Yah...memang sih Bang Dega ganteng karena itu teman-temanku pun suka main ke rumahku untuk sekedar melihat Bang Dega saja huhhh....

“Yuk duduk di sana.” ajaknya menunjuk rerumputan di halaman belakang, aku menggeleng.

“Ayok.” ajaknya sambil menarik tanganku. Aku menolak dan  menahan tubuhku dengan tidak mengerakkan langkahku. Angin berhembus lembut menyapu rambutku sehingga menutupi wajahku. Aku merapikan rambutku, aku menoleh ke sisiku. Bang Dega... mana Bang Dega... Aku berdiri sendiri di teras belakang rumah. Aku melihat ke sekelilingku tidak ada Bang Dega...hanya dedaunan dan rerumputan yang bergoyang di tiup angin. Aku terpaku menatap ke rerumputan di depanku, air mataku menetes. Oh...Tuhan...kapan aku bisa melupakan semua ini. Aku menghapus air mataku. Jingga kamu harus kuat... Ucapku pada diriku sendiri. Lalu aku berbalik dan belari masuk ke rumah.

 

       Aku duduk di taman kecil di sisi lapangan sekolah di bawah teduh pohon mangga yang rindang. Di lapangan masih ada beberapa siswa bermain basket, sekolahan sudah terlihat sepi. Hanya siswa-siswa yang hari ini masuk ekstrakurikuler yang masih nongkrong di sekolah. Sedang aku... aku hanya masih ingin ada di sekolah. Ku lihat layar handponeku, tak ada panggilan. Mataku terus menatap layar hp-ku Sudah dua jam usai sekolah aku ada di sini. Jingga kamu harus sadar tidak akan ada lagi yang akan menelponmu dan menanyakan kamu di mana, mama pasti mengira aku sudah di rumah. Mama pasti lagi sibuk mengurus butiknya. Sedang papa juga masih di kantor. Aku bangkit dari dudukku dan berjalan pelan menuju gerbang sekolah, aku menunduk dan berbagai pikiran muncul di otakku. Kenapa jadi seperti ini? Kapan kami akan kembali bersama lagi? Aku rasanya ingin lari saja... lari ke tempat yang jauh... jauh dari semua... Aku berhenti tepat di depan gerbang sekolah yang sudah setengah tertutup. Apa yang harus ku lakukan sekarang? Aku tidak ingin pulang ke rumah hanya membuatku semakin sepi. Suara klakson motor mengagetkanku, aku berjalan ke pinggir. Aku mengganggu orang lewat karena berdiri di depan gerbang yang setengah terbuka. Aku tetap menundukkan kepalaku, aku mendesah pelan. Sepeda motor itu tetap diam tidak melewatiku.

“Kenapa belum pulang?” seseorang bertanya padaku, suara itu... Aku  menaikkan wajahku ku lihat ke arah motor itu dan Si pengendaranya adalah Banyu. Banyu bicara ke aku?

“Jangan berlama-lama bengong di situ.” ucapnya lagi, aku mengangguk tanpa suara dan senyum.

“Atau kamu mau bareng pulang denganku, rumah kita kan berdekatan.” ajaknya, Banyu mengajakku pulang  bareng...

“Ayo... jangan lama-lama.” ucapnya ntah kenapa kakiku langsung melangkah mendekatinya.

“Tapi aku tidak punya helm dua, ayo naik.” ucapnya, aku lalu naik ke boncengannya. Lalu motor Banyu melaju di jalan raya... Banyu membawa sepeda motornya berjalan melewati jalan belakang, mungkin karena aku tidak pakai helm. Kami melewati jalan-jalan yang masih sepi masih jarang rumah-rumah penduduk. Melewati perumahan-perumahan dan jalanan kecil kemudian keluar ke jalan besar menuju kompleks rumah kami. Aku berpegangan pada tas ransel Banyu yang disandangnya di pundaknya. Tanpa bertanya padaku Banyu melaju menuju rumahku, dari mana Banyu tahu rumahku? Kami tiba di depan rumahku lalu aku turun dari boncengan Banyu.

“Terima kasih.” ucapku, dia mengangguk.

“Kamu kok tahu rumahku?” tanyaku.

“Kita kan sudah lama bertetanggaan. Aku pergi dulu.” ucapnya lalu pergi meninggalkanku yang masih belum mengerti kenapa Banyu tahu rumahku. Katanya lama bertetanggaan? Dia kenal aku? Trus aku kok tidak tahu dia?

“Jingga...” suara Bik Onah memanggilku aku noleh. Bik onah sudah ada di depan pagar, aku senyum.

“Kenapa lama baru sampai rumah, aduh... Bibik cemas lo.” ucapnya sambil membuka pintu pagar. Aku mendekati Bibik yang wajahnya penuh dengan rasa khawatir.

“Nggak apa-apa Bik, Jingga kan sudah gedek Bik.” candaku pada Bik Onah. Lalu aku merangkul lengan Bik Onah dan mengajaknya masuk. Bik Onah yang selalu menemaniku di rumah. Bik Onah bersama kami sejak aku masih kecil karena itu Bik Onah sudah anggap aku seperti anaknya. Bik Onah yang selalu mempersiapkan kebutuhan aku dan kedua abang kembarku.

 

       Aku melirik Banyu yang asyik dengan coret-coretannya, suasana kelas sepi karena jam istirahat. Biasanya Banyu akan pergi keluar jika di kelas hanya ada kami berdua tapi sekarang tidak lagi dia tetap tinggal diam di bangkunya. Aku jadi ada teman di kelas, meski tanpa saling sapa, saling cerita atau sekedar senyum. Aku menopang daguku dengan tangan kananku. Akhir-akhir ini Deri sudah tidak mengganguku lagi, mungkin sudah tobat dia. Syukurlah aku jadi tidak perlu meladeni sikapnya yang tidak penting itu.

“Jingga.” suara Karel dan Weny mengagetkan aku. Mereka tertawa senang melihatku kaget, dasar.

“Jingga kerjanya melamunnnn aja... dan satu lagi si Banyu sibuk dengan sketsanyaaa...” ucap karel. Aku hanya senyum ku lirik Banyu yang tidak memperdulikan Karel dan Weny.

“Kalian sangat cocok.” ucap Weny, Karel mengangguk setuju. Aku hanya senyum. Lalu Karel dan Weny duduk di bangku mereka. Tidak lama kemudian bel tanda masuk berbunyi, kelas menjadi ramai kembali. Pelajaran kembali dilanjutkan. Saat pelajaran terakhir selesai teman-teman langsung berlomba keluar. Aku menunggu sampai sepi tidak ingin berdesak-desakan dengan mereka begitu juga Banyu. Karel dan Weny di depanku dan Banyu di belakangku kami melangkah menuju pintu kelas. Di depan kelas sudah berdiri Deri dan Miko temannya, mau apa mereka ini.

“Hai Jingga.” ucapnya, aduh bakalan ada gangguan nih. Ku pikir dia sudah tobat mengangguku.

“Ngapain kalian.” ucap Weny pada Deri.

“Kami mau bicara dengan Jingga, tidak ada urusannya dengan kamu.” ucap Deri, sambil mendekatiku. Tapi Karel dan wenny menghalangi Deri.

“Kalau urusan Jingga urusan kami juga.” ucap Karel, Weny mengangguk. Banyu melewati kami, apakah dia langsung pulang? Apa kali ini dia tidak akan membantuku menghindari si Deri yang menyebalkan ini. Ku lihat Banyu mulai menjauh, kulihat Weny dan Karel masih bicara dengan Deri dan Miko. Aku berjalan hendak meninggalkan mereka mumpung Banyu belum jauh aku lebih aman kalau di dekat dia kayaknya.

“Jingga mau kemana?” Deri memanggilku aku tidak peduli dan berjalan terus.

“Jingga...” Deri menyusulku dan menarik tanganku. Langkahku terhenti, aduh...kenapa sih dia selalu mengangguku. Aku menoleh padanya dia tersenyum.

“Jangan buru-buru dong.” ucapnya.

“Lepasin tanganku.” ucapku.

“Iya aku lepasin tapi jangan pergi ya, aku mau bicara denganmu.” ucapnya.

“Bicara apa?” tanyaku berusaha menahan kekesalanku.

“Kita besok malam ada party di rumahku kamu datang ya.” ucapnya, Weny dan Karel sudah ada di dekatku. Party?

“Maaf aku tidak bisa.” jawabku

“Kenapa?” tanya Deri.

“Aku tidak bisa katakan alasanku yang pasti aku tidak bisa.” ucapku datar.

“Kenapa Jingga... kamu harus beri penjelasan yang masuk akal untukku.” ucap Deri, aku mencoba melepaskan tanganku dari gengaman Deri. Kenapa aku harus memberi penjelasan ke dia... Memangnya dia siapa..

“Lepasin Jingga Der, dia kan sudah bilang nggak bisa.” ucap Karel kesal. Tapi Deri ngak peduli. Aku menarik tanganku tapi tangan Deri memegang erat pergelengan tanganku.

“Jingga kenapa lama sekali aku menunggumu di parkiran.” sebuah suara membuat kami menoleh ke belakang, Banyu... Banyu menatap tanganku yang masih dipegang Deri.

“Ada apa...” ucapnya pada Deri.

“Tidak ada apa-apa, aku hanya mau undang Jingga ke pestaku besok malam.” ucap Deri santai. Banyu menarik tanganku dari gengaman tangan Deri.

“Besok malam Jingga ada janji denganku.” ucap Banyu, aku menatap Banyu bingung.

“Ayo Jingga.” ucap banyu sambil menarik tanganku, aku melihat Deri yang wajahnya terlihat sangat kesal. Weny dan Karel menatapku dan Banyu dengan wajah heran. Aku melambai pada mereka dan mengikuti langkah Banyu yang panjang. Setelah jauh dari mereka langkah Banyu mulai pelan tapi tangannya tetap memegang tanganku. Aku mendesah lega, capek juga mengikuti langkahnya yang panjang-panjang itu sekarang kami berjalan lebih santai. Banyu membawaku ke parkiran, tanpa berkata apa-apa Banyu menyerahkan helm padaku lalu dia menghidupkan motornya. Banyu mengajakku pulang bersama lagi? Aku memakai helm dari Banyu dan tanpa harus disuruh Banyu aku langsung naik ke boncengannya. Lalu kami melaju meninggalkan sekolah. Banyu mengantarkanku pulang sampai rumah.

*

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Senja Menggila
382      270     0     
Romance
Senja selalu kembali namun tak ada satu orang pun yang mampu melewatkan keindahannya. Dan itu.... seperti Rey yang tidak bisa melewatkan semua tentang Jingga. Dan Mentari yang selalu di benci kehadirannya ternyata bisa menghangatkan di waktu yang tepat.
Renjana: Part of the Love Series
256      209     0     
Romance
Walau kamu tak seindah senja yang selalu kutunggu, dan tidak juga seindah matahari terbit yang selalu ku damba. Namun hangatnya percakapan singkat yang kamu buat begitu menyenangkan bila kuingat. Kini, tak perlu kamu mengetuk pintu untuk masuk dan menjadi bagian dari hidupku. Karena menit demi menit yang aku lewati ada kamu dalam kedua retinaku.
BLACK HEARTED PRINCE AND HIS CYBORGS
13986      3024     7     
Romance
Ingin bersama siapa kau hidup hingga di hari tuamu? Sepasang suami istri yang saling mencintai namun dalam artian yang lain, saat akan reuni SMA pertama kali memutuskan saling mendukung untuk mendapatkan orang yang masing-masing mereka cintai. Cerita cinta menyakitkan di SMA yang belum selesai ingin dilanjutkan walaupun tak ada satupun yang tau akan berakhir seperti apa. Akankah kembali menya...
karachi
659      390     0     
Short Story
kisah elo
Love You, Om Ganteng
17102      4152     5     
Romance
"Mau dua bulan atau dua tahun, saya tidak akan suka sama kamu." "Kalau suka, gimana?" "Ya berarti saya sudah gila." "Deal. Siap-siap gila berarti."
Should I Go(?)
10372      2408     12     
Fan Fiction
Kim Hyuna dan Bang Chan. Saling mencintai namun sulit untuk saling memiliki. Setiap ada kesempatan pasti ada pengganggu. Sampai akhirnya Chan terjebak di masa lalunya yang datang lagi ke kehidupannya dan membuat hubungan Chan dan Hyuna renggang. Apakah Hyuna harus merelakan Chan dengan masa lalunya? Apakah Kim Hyuna harus meninggalkan Chan? Atau justru Chan yang akan meninggalkan Hyuna dan k...
Aku benci kehidupanku
375      256     1     
Inspirational
Berdasarkan kisah nyata
Just Me [Completed]
29831      3308     1     
Romance
Gadis cantik bersifat tomboy itu adalah Viola dia biasa dipanggil Ola, dibalik sifatnya yang tomboy dia menyimpan duka yang teramat dalam yang hanya keluarganya yang dia tahu dia tidak ingin orang-orang khawatir berlebihan tentang kondisinya. dia anak yang pintar maka dari itu dia bisa sekolah di Amerika, tapi karena kondisinya sekarang dia harus pindah ke Jakarta lagi semenjak ia sekolah di Ja...
Tanda Tanya
432      313     3     
Humor
Keanehan pada diri Kak Azka menimbulkan tanda tanya pada benak Dira. Namun tanda tanya pada wajah Dira lah yang menimbulkan keanehan pada sikap Kak Azka. Sebuah kisah tentang kebingungan antara kakak beradik berwajah mirip.
Sahara
22609      3407     6     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...