“Libur telah tiba. Libur telah tiba. Hore! Hore! Hore! Hore! Simpanlah tas dan bukumu. Lupakan keluh kesahmu. Libur telah tiba. Libur telah tiba. Hatiku gembira..” Aida bernyanyi penuh semangat dan ekpresif sambil membawa ransel berputar-putar. Seketika tas ranselnya terlempar. Untung yang nontonin Aida nyanyi siap nyindar dengan cepat. Poni sama Fani jadi penari latarnya dengan gaya yang sungguh tidak seragam. Yang satu gaya kupu-kupu, yang satu gaya batu kelelep.
“Wahhh ati-ati dong Da lempanrnya,” keluh Alya yang kepalanya hampir kena lemparan ransel Aida.
“Maap Al. Abis siapa yang nggak seneng libur telah tiba,” sahut Aida cengegesan.
Emang nih, sebentar lagi mau liburan semester tengah. Nah! sekarang lagi jadwal bebas alias class meeting gitu deh disebutnya. Ujian Tengah Semester udah selesai. Beberapa hari ke depan diisi macam-macam perlombaan seperti basket, futsal, badminton, kelereng, atau petak umpet. Semua perlombaan itu emang ada di SMA Bhineka, belum lagi panjat pinang yang biasanya ada di 17 Agustusan. Tapi bukan cuma di tujuh belasan, hampir di setiap event SMA Bhineka panjat pinang ada. Emang muridnya kebiasaan manjat-manjat sih, manjat pohon jambu, mangga, rambutan, atau kelapa. Bukan cuma pohon aja yang dipanjat, tembok sekolah yang tinggipun tetep dipanjat di jam pelajaran sekolah. Biasanya setelah berhasil manjat tembok sekolah, mereka akan melihat wajah Pak Black yang sangar siap menghadang bahkan menyeret mereka kembali ke dalam tembok sekolah.
Nah lagi! namanya ngomongin liburan, kurang seru dong tanpa rencana bepergian. Guna mempererat hubungan antar anggota di BHINEKA FM, Poni ngusulin agenda jalan-jalan. Mereka pingin ke Kepulauan Seribu. Biar puas deh ngunjungin seribu pulau. Pak Black juga setuju banget. Kan koleksi kacamatanya bisa dipamerkan selama bermain-main di pantai. Setelah diskusi santai diputuskanlah mereka akan menginap tiga hari dua malam di Pulau Macan. Biar ngalahin tenarnya Trio Macan. Apa hubungannya?? Ya pokoknya terinsiprasi dari Trio Macan, mereka pingin liburan di Pulau itu. Abisnya kalau liburannya ke Pulau Pramuka nanti dikirain nyontek liburannya eskul Pramuka.
By the way, hari ini kan Hiro janji mau dateng ke SMA Bhineka buat jadi tamu di Popo Radio. Aida, Fani, dan Alya tiba-tiba jadi sulit berpisah dengan cermin. Dikir-dikit nambahin lip gloss. Dikit-dikit tambah bedak. Dikit- dikit lap keringat. Bedak yang dibawa beda-beda. Ada bedak compax, bedak tabur, sampai bedak buat gatal-gatal. Soalnya Aida alerginya lagi kumat.
“Kurang cucok deh gue gara-gara bentol-bentol,” keluh Aida.
“Emang kalau nggak bentol-bentol yakin udah kece?” tanya Fani yang punya alat make up paling lengkap, secara udah jadi artis figuran profesional.
“Dari orok juga gue emang udah kece Fan, kata enyak gue,” sahut Aida bangga.
“Bukannya lo bilang mata enyak lo rabun deket,” kata Fani.
“Rabunnya kadang-kadang aje, kalau lagi mood,” kata Aida senyam senyum.
“Ngaco lo!” komentar Fani.
Poni rada gelisah lihat jam. Tinggal lima belas menit lagi siaran. Katanya Hiro udah deket, tapi kok belum nongol juga. Tambah deh-degkan tamu belum dateng, Aida mulai menghubungi temen-temen yang bisa diajak siaran dadakan. Jaga-jaga Hiro berhalangan. Bisa aja kan? mungkin udah tanggalnya dia halangan.
Tapi syukur deh, Hiro datang juga. Lima menit sebelum mulai siaran. Bag big bug, persiapan siaran selesai. Rahmat dan Danis udah stand by di kursinya masing-masing. Danis memberikan aba-aba, “tiga, dua, satu, mulai!”
“Biar nggak bete, meding kita denger aja yang rame, bareng Poni sama tamu yang kece, Popo Radio bikin Sabtu oke!” jingle Popo Radio terdengar.
“Paling enak siag-siang makan siomay. Gue dimari lagi ditemenin cowok cakep say..,” kata Poni memulai siaran. “Sambil nungguin jadwal pertandingan basket terakhir jam dua nanti. Final antara tim basket kelas XI IPA 2 dan XI IPS 1. Bersama gue di Popo Radio, Poni pingin ngobrol di Radio, bakal nemenin waktu siang Sobat Bhineka ditemenin cowok yang cakepnya nggak kalah sama Vino G. Bastian. Nggak percaya? Boleh deh diintip kemari. Ngintip yang ini sehat kok! Dijamin nggak bintitan.”
“Percaya..percaya..gue percaya,” suara Aida terdengar.
“Suara apa tuh?” tanya Poni yang sebenernya udah tau. “Jangan lupa nyebut yah yang denger, biar aman.”
Aida cemberut dengernya.
“Peliharaan sehat?” tanya Poni.
Hiro bingung tapi masih sempat tertawa. “Sehat. Kamu sehat?” tanya Hiro balik.
Danis menoleh ke arah Hiro yang tersenyum ke Poni. “Kamu sehat?” tanya Poni balik ke Ali yang tidak jauh sedang berdiri di belakangnya, abis ngasih catetan sesuatu ke Poni.
Ali kaget tiba-tiba ikutan ditanya pas siaran. “Sehat,” jawab Ali.
“Sama kalau gitu gue juga,” kata Poni. “Kalau tamu kita hari ini sehat juga kan? Belum merasa tertekan ada diruangan ini? ehh tapi hati-hati lho, ruangan ini juga bisa bikin rindu.”
“Caranya?” tanya Hiro.
“Tinggalin aja hati kamu di sini, pasti kamu rindu nyariinnya,” jawab Poni cekikikan.
Uuuuuuu, suara protes jelas terdengar untuk gombalangan terselubung Poni. “Tinggalin aja kaos kaki basah buat Poni. Dia doyan,” sahut Aida.
“Wah! Kayaknya ruang siaran harus lebih kedap suara lagi nih. Biar suara-suara gaib nggak gampang kedengeran,” kata Poni.
Aida bukan hanya cemberut tapi hampir nyambit Poni pakai goreng bakwan ditangannya, tapi nggak jadi. Sayang. Aida masih laper.
“Sobat Bhineka, tamu gue hari ini, dulunya pernah kenal sama Pak Black juga lho. Iya kan?” tanya Poni ke Hiro.
“Iya. Dia salah satu guru favorit saya,” jawab Hiro.
Terdengar suara sorak-sorak menyebut nama Pak Black. Pak Black yang hari itu juga ada di ruang siaran tampak seperti biasanya. Walau pipinya memerah dibilang guru favorit, tapi nggak kelihatan.
“Kakak Pahlawan,” panggil Poni. “Iya dong! Namanya kan Hiro (Hero). Info yang saya dapat dari makhluk kasat mata yang lagi makan goreng bakwan sekarang, Kakak ini penyiar. Udah berapa lama dan kenapa mutusin jadi penyiar? Bukan gebetan saya misalnya.”
Wahh kali ini bukan hanya Danis yang menoleh tapi yang pada dengerin siaran dekat-dekat situ juga, karena bersamaan Poni ngomong kayak gitu ada pesawat terbang lewat. Untung Aida nggak langsung ke luar minta duit ke pesawat.
Danis tau sih, Poni itu lagi bercanda. Tapi terkadang, Danis sendiri sulit membedakan kapan Poni bercanda dan tidak. Danis agak bete jadinya.
“Jadi penyiar udah dua tahun belakangan. Siapa yang pernah denger siaran saya?” tanya Hiro ke anggota yang lagi ikut nonton siaran.
Pada bersaut-sautan bilang “Saya”. Coba kalau Hiro tanya siapa yang suka kentut? Pada ngaku juga nggak tuh anak-anak?
“Awalnya sih karena saya pernah magang di radio tempat siaran saya sekarang. Mereka ternyata lagi butuh penyiar baru, terus kenapa nggak saya coba! Ternyata rezeki buat saya, sampai sekarang saya masih aktif siaran. Alasan pingin coba jadi penyiar…, karena dulu saya itu minder banget orangnya. saking mindernya, orang sering lupa saya ada di sekitar mereka. Bahkan, waktu karya wisata sekolah saya pernah kelupaan tertinggal,” cerita Hiro.
“Mungkin jaman kamu sekolah, mereka belum kenal Vino G. Bastian. Kalau udah, mana mungkin mereka nggak sadar ada makhluk kayak kamu di sekitarnya,” kata Poni.
“Dulu saya belum seperti sekarang. Ya tiap orang kan punya perubahannya masing-masing. Dulu waktu masa pubersitas, saya jerawatan. Belum pinter rawat diri. Kalau saya tunjukin foto jaman sekolah, pasti kamu nggak bisa ngenalin saya. Masuk kuliah saya mulai berubah,” kata Hiro.
“Sobat Bhineka di luar sana janganlah patah semangat. Mungkin hari ini belumlah saatnya, tapi perubahan itu pasti ada. Saya juga nggak pernah patah semangat. Mungkin suatu hari, orang-orang sadar bahwa saya ini bisa dibilang kembaran Sandy Aulia,” sahut Poni. Aida sama Fani paling keras nyorakin Poni yang bilang begitu.
Hiro terdengar tertawa. “Bukan Mpok Nori kembaran kamu,” kata Hiro bercanda.
“Wah! Kok kamu tau,” sahut Poni. Biarlah membuat mereka senang menertawainya. Poni sih ikhlas aja membuat mereka senang.
“Kalau dilihat pakai ujung sedotan dari menara Eiffel,” kata Hiro. “Kalau lebih deket, kamu lebih cantik dari Sandy Aulia kok.”
“Protes..protes..,” terdengar suara Aida dan Fani.
“Biarkanlah suara-suara iri hati itu,” sahut Poni. “Karena hati gue lagi seneng, dibilang lebih cantik dari Sandy Aulia, satu lagu buat Sobat Bhineka dari Saykoji – So What Gitu Lho.”
Obrolan antara Poni dan Hiro di radio terhenti sejenak sambil mendengarkan lagu yang diputar. Poni nampak akrab dengan Hiro. Danis di kursinya terus meremas bulat-bulat kertas, nggak tau udah berapa yang dia remas. Rahmat sempet negor kelakuan Danis. Abisnya Rahmat jadi berasa tempat sampah kering. Disekellingnya penuh kertas-kertas bekas.
“Karena pingin berubah biar nggak minderan terus, akhirnya milih jadi penyiar. Tapi selain itu, ada alasan lain nggak sih? Apa penyiar itu passion kamu?” tanya Poni ke Danis melanjutkan obrolan.
“Saya sebetulnya belum tau apa ini memang passion saya. Ada orang yang ketika melakukan sesuatu, hatinya merasa bergejolak, atau bersemangat, dia katakan itu passion-nya. Ada juga yang menemukan kenyamanan ketika melakukan suatu hal, bilang itu juga passionnya. Saya sendiri sejauh ini menyukai kegiatan saya sebagai penyiar. Saya menikmati dunia siaran. Saya merasa ini bukan suatu pekerjaan malah, seperti melakukan hobby yang dibayar. Saya terus menggali potensi diri sendiri. Saya ingin melakukan hal-hal sesuai potensi diri saya, tanpa paksaan. Itu saja.”
“Saya juga suka waktu hobby saya dibayar. Misalnya ditraktir makan. Saya seneng banget, karena hobby saya dibayarin,” sahut Poni cekikikan.
Di akhir siaran, seperti biasa. Poni menanyakan pesan dari tamu untuk pendengar. “Apa yah?” kata Hiro. “Pesan dari saya, lakukan hal yang memang ingin kalian lakukan dari dalam hati. Percaya atau nggak, biasanya itu yang membawa kalian ngerasa senang, enteng aja ngelakuinnya. Bukan ngedumel, ngerasa tertekan, atau terpaksa. Satu lagi, buang-buang rasa takut untuk action.”
“Sama halnya pekasain perasaan juga nggak boleh yah,” sahut Poni lagi. “Oke deh, sebelum final pertandingan basket bentar lagi dimulai. Satu lagu pilihan Hiro untuk nutup siaran Popo Radio hari ini dari Jack Johnson - Upside Down. Sampai jumpa di siaran Popo Radio minggu depan. Salam kompak untuk semua Sobat Bhineka dan pantengin terus siarannya yah!”
“Who’s say? What’s impossible. Well they forgot. This word kee spinning. And with each new day. I can feel a change in everything. And as the surface breaks reflections fade. But in some ways they remain the same. And as my mind begins to spread it’s wins. There no stopping curiosity. I want to turn the whole thing upside down……”
Poni berinisiatif nganter Hiro bukan cuma ke luar ruang siaran aja, tapi sampai ke parkiran sekolah. Poni nggak lihat tuh ekspresi muka Danis yang keki melihat Poni deket sama Hiro.
“Makasih yah,” kata Poni ke Hiro. “Buat coklatnya juga, saya nggak nyangka lho, kamu bawa buat temen-temen juga. Sering-sering main ke sini aja.”
“Saya atau coklatnya?” tanya Hiro.
“Dua-duanya baru klop, tapi saya ikhlas kok kalau kamunya aja yang bisa, kalau coklatnya nggak bisa ikut juga, wakilin aja sama martabak misalnya,” sahut Poni nggak mau rugi. Hiro tertawa untuk kesekian kalinya.
“Terimakasih juga untuk hari ini. Sampai ketemu lagi,” kata Hiro. Dia menaiki motornya, melaimbaikan tangan ke Poni sebelum melaju pergi. Poni juga membalas lambaian tangan Hiro.
Di ruang siaran Aida dan Baim masih menyampaikan salam-salam dari Sobat Bhineka. “Dari Susan untuk temennya yang mau pindah sekolah, katanya salam BFF (Best Friend Forever), tapi jangan lupa kita masih ada arisan kelas yang belum selesai,” kata Aida menyampaikan salam selanjutnya.
“Ngomongin arisan, gue jadi inget belum bayar iuran juga,” kata Aida cekikikan.
“Kalau menang arisan, traktir Baim dong,” pinta Baim ke Aida.
“Beres. Kalau gue ikut arisan baru lagi,” kata Aida. “Arisan ini kan gue udang menang dari kocokan pertama Im.”
Baim merengut. “Yahh.., Baim pingin di traktir,” sahutnya.
“Gampang Im, hari ini kan kita bakal ditraktir sama Pak Black, perayaan 100 biji kacamata koleksinya,” kata Aida. Pak Black yang ada deket ruang siaran langsung menoleh kaget. Darimana Aida tau koleksi kacamatanya udah 100 pcs??
“Udah kayak perayaan 100 episode sinetron Tukang Siomay Naik Haji,” sahut Baim cekikikan.
“Selanjutnya, sekaligus salam terakhir Sampah bareng Aida dan Baim hari ini, ada salam dari Yuliansah kelas X Satu untuk Putri kelas X Tiga. Put, gue udah dapet tiket nonton konser NIDJI. Malam minggu ini jadi pergi sama gue dong. Gue dapetin tiketnya penuh perjuangan nih.” Aida menyampaikan salam lagi.
“Yuli..Yuli, semoga yang kali ini Putri mau dah. Oh iya Put. Yuli emang beneran penuh perjuangan buat dapet tiketnya. Gue saksi hidupnya, selama dia ngirit nggak pernah jajan ke kantin,” kata Baim yang ternyata sekelas sama Yuliansyah. Perjuangan lelaki saat PDKT, salah satunya rela ngirit uang jajan untuk ngajak jalan.
“Aamiin, semoga Putri mau jalan sama Yuliansyah,” sahut Aida. “Ayo temen-temen bantu doanya untuk Yuli.” Terdengar sautan mengamini dari anggota BHINEKA FM.
“Kalau gitu Da, lagu penutup siaran hari ini buat Yuli aja nih. Lagu dari Nidji – Bila Aku Jatuh Cinta,” kata Baim. “Sampai ketemu lagi tahun depan disiaran kita, Sampah, Sampein Aje Napah, dan tetep jadi Sobat Bhineka dimanapun kalian berada. Gue Baim.”
“Gue Aida.”
“Salam damai dari kita berdua,” kata Aida dan Baim bersamaan. “Selamat liburannnnn!!!”
Suara tepuk tangan menutup siaran Sabtu sore itu. Abis siaran, anggota nggak pada langsung pulang. Mereka berembuk lagi ngomongin rencana liburan. Kayak ngomongin penginapannya, transportasi menuju pulau, sampai kegiatan apa aja yang bakal dilakuin di sana. Rencananya mereka bakal berangkat, sehari sebelum malam tahun baru. Fani bantuin ngitung biayanya. Diotak-atik sedemikian rupa itu angka biar tetap sesuai sama budget anak sekolah, tapi tetep berdasarkan biaya real di lapangan. Pulang eskul hari ini, anggota BHINEKA FM sekaligus Pak Black jadi ngebayangin liburan. Senang banget mereka, BHINEKA FM bisa liburan pertama kalinya. Tapi sebelum larut dalam suasana liburan di pulau, tentunya murid-murid sekolah ini haruslah minta ijin dulu sama orang tua masing-masing.
………………………………………………………………………………………
Di rumah, Abah bersikeras nggak ngijinin Poni pergi. Bukan tanpa alasan. Abah khawatir sama cuaca yang lagi sering berubah-ubah. Kadang hujan deras, terus panas terik lagi dengan jeda waktu yang tidak lama.
“Neng, sieun (takut) naik kapal cuaca begini. Kalau tiba-tiba badai di tengah laut kumaha?” kata Abah ke Poni.
“Doain jangan ada badai atuh Bah,” kata Poni.
“Yah Abaih mah pasti doain yang baik-baik terus untuk kamu.”
Ambu juga sebenernya masih ragu ngijinin, tapi kasian juga lihat tampang Poni yang ngebet banget pingin ikut liburan ke pulau.
“Ijinin aja atuh Bah, ada guru kamu juga kan ikut?” tanya Ambu memastikan.
“Iya ada Ambu.”
“Tetep aja Abah mah khawatir. Udah nggak usah ikutlah. Kalau mau ke pulau mah ntar Abah bikinin,” kata Abah dengan entengnya.
“Abah bisa bikin pulau?” tanya Ambu.
“Bisa atuh Ambu, tiap tidur juga kan Abah bikin pulau. Di bantal tapinya,” jawab Abah.
“Ihhh Abah mah, jorok pisan,” komentar Ambu.
“Bah..Abah..ijinin atuh,” pinta Poni mulai merengek biar diijinin.
“Nggak Neng. Nggak boleh!” Abah tetep bersikeras.
Poni ngambek jadinya, ceritanya malam ini dan seterusnya mau ngungsi tidur di kamar Abah sama Ambu. Abah kan paling nggak betah tuh kalau Poni ngungsi tidur di kamarnya. Tidurnya kayak orang ngajakin perang. Tinju sana, tinju sini. Tendang sana, tendang sini. Emang nggak berubah kebiasaanya dari kecil begitu. Makanya kalau kamar Poni lagi bocor, terus itu anak ngungsi tidur ke kamar orang tuanya, Abah lebih milih tidur di sofa, atau karpet depan tv. Biarin deh banyak nyamuk nemenin, daripada paginya babak belur sama anaknya sendiri. Abisnya kalau ngungsi tidur ke kamar Pono deket loteng di lantai dua, Abah yang punya kebiasaan pipis malam ngerasa kesulitan. Abah harus naik turun tangga dari kamar Pono menuju Dapur terus ke kamar mandi, mana kebiasaan pipis malam Abah bukan cuma sekali.
Belum cukup ngambek pakai cara begitu, Poni juga makin sering ngemil. Ngemilinnya jajanan di warung Ambu, padahal baru makan nasi goreng sepiring penuh di tambah dua telor mata sapi, tapi tetep aja jajanan di warung Ambu disikat juga. Selain itu, Poni juga jadi ngirit ngomong sama Abah. Lama-lama sepi hati Abah nggak denger kicauan anaknya di rumah. Ambu juga tambah pusing, omset warungnya semakin menurun gara-gara jualannya dimakanin terus sama Poni.
Ngambeknya Poni berlangsung selama tiga hari, abis kalau lebih kan nggak boleh juga kata guru agama. Di hari ketiga, Poni mulai cari cara lainnya biar dibolehin pergi liburan ke pulau. Poni pura-pura sakit sambil ngingo bilang “Macan, macan..,” nama pulau tempat tujuan.
Abah sampai manggil Pak Haji dikira Poni kemasukan macan jadi-jadian. “Saha maneh (siapa kamu)?” tanya Pak Haji.
“Orang cantik,” jawab Poni dengan suara diberatkan. Tidak lupa sesekali mengaung.
“Awewe maneh?” tanya Pak Haji lagi. Tidak lupa mulutnya terus berdoa.
“Masa bencong,” jawab Poni lagi terus mengaung.
“Tolong ambil aer Bu,” pinta Pak Haji ke Ambu.
` Ambu langsung berlari ke dapur, ambil segelas besar air putih.
Pak Haji kembali membacakan doa dan dzikir. Satu semburan meleset, malah kena Abah. Satu semburan selanjutnya, kena juga. Poni risih sebenernya mukanya basah disembur sama Pak Haji. Tapi mau gimana lagi, dia mesti melanjutkan aksinya ini sampai Abah ngijinin Poni ke pulau.
“Pergi maneh, pergi ka leweung (hutan)!” kata Pak Haji ke Poni.
“Maunya ke pulau bukan ka leweung,” kata Poni.
“Pulau mana?” tanya Pak Haji.
“Macan..macan…,” jawab Poni. Matanya merem melek.
Tiba-tiba Poni pinsan. Pura-pura. Abah sama Ambu pikir itu efek didoain Pak Haji. Setelah Abah mengantar Pak Haji pulang, Abah kembali ke kamar Poni dengan pikiran bercampur aduk.
“Udah Bah, ijinin aja. Sampai sakit kitu Poni,” kata Ambu.
“Iya Bu, besok Abah bilang ke Poni. Abah ngijinin,” kata Abah.
Poni yang pura-pura lagi tidur, mendengar ucapan Abah. Seneng bukan main dia, akhirnya dapat ijin juga. Besoknya beneran, Abah bilang ke Poni boleh pergi liburan ke Pulau, tapi dengan satu syarat, Poni wajib lapor tiga kali sehari lewat telepon. Persyaratan itu tentunya langsung disetujui Poni. Libur telah tiba! Libur telah tiba! Hatiku gembira....
@dede_pratiwi ok sipp. Sorry telat respon
Comment on chapter SMA Bhineka