Waktu itu, tahun 2008. Hujan mempertemukan kita dalam sebuah kebetulan yang ku sebut takdir. Dan untuk pertama kalinya, aku bahagia kala hujan turun. Bahkan, harapan aneh tiba - tiba saja muncul. Semoga hujan turun untuk waktu yang lama. Semoga.
Semua berawal dari pagi burukku. Yang membuatku lupa untuk membawa payung yang sudah disiapkan oleh ibu. Waktu itu, aku berangkat dengan perasaan yang amat kacau. Setelah mendengar perdebatan kedua orang tuaku yang akhir - akhir ini kian menjadi.
Bukan cuma itu saja hari burukku. Bahkan setelah sampai disekolahpun, ada saja hal yang membuatku tak nyaman. Seragamku kotor karena tak sengaja terkena bola yang ditendang oleh salah seorang murid yang tengah bermain dilapangan yang becek. Becek karena air hujan semalam. Dan aku tak bisa marah. Kenapa? Karena aku tak mengenal mereka. Pun mau marah percuma. Kenapa? Karena mereka juga tak akan mendengarkanku yang orang asing.
Kenapa orang asing? Karena baru beberapa bulan ini aku resmi berstatus sebagai murid di sekolah ini. Yang belum cukup tahu seluk beluk disini. Belum cukup paham orang - orang yang aku temui tadi. Apakah mereka kakak tingkat atau sebaya denganku.
Jangan heran, aku memang bukan orang yang cepat akrab. Dan aku juga tak banyak memiliki teman. Aku tak pandai bergaul. Bahkan, dalam satu kelaspun hanya ada beberapa yang baru ku ajak bicara. Sementara beberapa yang lainnya tak ku kenal. Hanya tahu sebatas nama saja.
Dan kejadian yang memperparah hariku pun terus berlanjut. Ketika aku sampai di mejaku. Dan hendak meletakkan tas yang ku gendong. Sebuah tas lain, entah milik siapa ternyata sudah menghuni meja tersebut. Ingin ku pindah tas tersebut, ternyata yang punya langsung datang menghampiriku. Gadis berambut panjang yang sangat ku benci.
Jangan tanya alasannya! Karena aku hanya benci, dengan sikap "sok" nya.
"Maaf ya, siapa cepat dia dapat." katanya. Membuat tanganku yang sudah terulur kembali ku turunkan.
Dan aku, kembali, tak bisa marah ataupun memprotesnya. Aku hanya bisa pasrah, pergi mencari tempat duduk lain.
Dan disinilah aku, duduk dibangku deretan belakang. Bersama mereka yang asing, yang tak henti - hentinya berbicara. Tiga orang gadis yang dari pagi sampai siang terus saja membicarakan gosip tak jelas, entah itu gosip dari para artis indonesia atau gosip yang beredar disekolah ini. Dan aku, hanya bisa diam sambil menghela nafas pasrah.
Aku ingin pindah, tak adakah tempat lain yang bisa ku duduki?
Dan semua itu belum berakhir, semua keburukan itu masih berlanjut ketika bel pulang berbunyi.
Aku sudah bergegas untuk cepat keluar, agar terhindar dari cerewetan ketiga gadis tersebut. Tapi, hujan turun. Hujan yang tak pernah kusuka. Turun dengan derasnya menyapa bumi. Dan aku hanya bisa terpaku menyaksikan tetesan - tetesan air yang turun. Saat menyadari payung yang tadi pagi tlah ibu siapkan lupa ku bawa.
Ahh, bagaimana ini. Rutuk ku.
Tak mungkin kan aku pinjam, sedang mereka juga pakai. Tak mungkin juga aku ikut sepayung dengan mereka. Sedang aku tak kenal, pun mereka juga.
Akhirnya, satu keputusan yang belum pernah ku ambil, kini ku ambil juga. Menerjang hujan. Satu hal yang belum pernah ku lakukan.
Aku berlari cukup kencang. Menuju halte didepan sekolah. Tak mempedulikan tatapan yang mengarah kepadaku. Aku terus berlari, menerobos hujan, dengan tangan di atas kepalaku. Berharap dapat melindungi diriku. Tapi nihil. Aku tetap basah kuyup.
Sesampainya di halte, tak ada tempat kosong untuk ku berteduh. Aku kembali terpaku. Melihat halte itu sudah penuh sesak oleh murid - murid yang juga sedang berteduh sambil menunggu angkutan.
Hah, tak habis pikir, aku dan hari ini. Seperti tak bersahabat. Bahkan seperti musuh yang sedang membalas dendam. Dan berhasil.
Aku memperlambat lariku. Menjadi jalan. Berjalan pelan ke arah halte sambil memperkirakan adakah tempat kosong untuk ku. Tapi sekali lagi, nihil. Dan sekarang aku harus berteduh dimana? Pikirku sambil melihat diriku sendiri yang sudah basah kuyup.
Dan akhirnya kembali ku putuskan, berdiri disamping halte, dibawah sedikit atapnya. Dengan resiko, setengah badanku terterjang hujan. Tapi tak apalah, dari pada seluruhnya. Nanti, kalau ada yang pergi baru aku bisa masuk.
Tapi, sudah hampir 10 menit aku berdiri, tak ada yang berkurang. Tak ada yang naik angkutan. Dan angkutan yang melaju ke daerah rumahku pun tak kunjung datang. Dan aku sudah mulai menggigil.
Hingga tiba - tiba satu peristiwa itu datang. Merubah kebencianku pada hujan. Dia, seseorang yang tak ku kenal, tiba - tiba saja membuka payungnya dan memayungiku. Dengan tiba - tiba.
Dengan pelan, ku toleh seseorang yang berdiri disampingku. Yang tubuhnya kering tak terkena air hujan. Berkebalikan dengan diriku. Ku tatap wajahnya. Seorang laki - laki dengan mata cokelatnya. Dan wajah tanpa senyum. Yang langsung membuatku terpaku. Untuk beberapa detik, aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya.
Siapa dia?
Tapi ku biarkan saja dia memayungiku. Dalam diam, tanpa bicara. Daripada aku semakin kedinginan. Ku biarkan juga degup jantung ku yang kian menjadi. Ku biarkan juga rasa penasaranku yang terus menggelitik. Aku tetap diam, mencoba tak peduli.
Hingga, mobil berwarna hijau lumut itu datang. Dan aku langsung berlari masuk kedalamnya. Dengan diam juga, tanpa mengucapkan terima kasih.
Mobil melaju dengan pelan, dan tanpa sengaja kedua mata kami bertemu. Dan tak terduga, dia tersenyum. Dan sangat itu, seakan waktu berhenti untuk sesaat. Dan suara hatiku tiba - tiba saja terus saja berteriak. Membodoh - bodohkan diriku. Rasa penasaranku tiba - tiba saja memukulku, ikut menyalahkanku.
Kenapa tadi aku tak mencoba membuka suara, minimal ucapan terima kasih. Mungkin dengan itu, aku bisa mengenalnya.
Kembali, hari ini memang hari burukku. Tak ada satu hal pun yang berjalan benar untuk hari ini.