Zzz!
Pintu kaca di depanku terbuka. Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam bangunan di depanku bersama seorang sahabatku, Ganzi.
“Wah, sudah setahun aku tak merasakan suasana ini. Rindu rasanya.” Aku meletakkan koper di depanku, lalu duduk di kursi. Aku mengambil secarik foto dari koperku di bagian paling depan. Saat ini, awal musim panas telah dimulai. Tetapi hawa dingin masih agak terasa.
“Wah. Jadi ini Korea, ya?” tanya Ganzi padaku.
Aku merenyit. “Kasihan sekali kau.” Aku kembali fokus dengan foto yang ada di genggaman tanganku.
“Mmm... Korea ini pernah menjadi tempat tinggalmu dulu, ya?” Ganzi memulai pembicaraan.
“Iya. Aku rindu dengan semua kenangan yang ada di sini. Banyak pelajaran yang kupetik dari sini. Ini mengingatkanku akan semua,” ungkapku.
“Oh, baiklah.”
Selang beberapa menit, aku mendengar suara dan kata sapaan yang terdengar sangat familiar sekali di telingaku. “ANNYEONG, HASEO~!”
Aku menoleh. “Myung-Joo, Tae-In!” Aku langsung berlari dan memeluk Myung-Joo.
“Kalian datang juga akhirnya," ujar Myung-Joo.
Aku tersenyum. “Iya. Aku senang bisa kembali ke tempat tinggalku dulu.”
“Oh, ya. Ini Ganzi, kan?” tanya Tae-In memastikan. Ia menatap Ganzi ragu-ragu. Kami tertawa kecil.
“Iya, itu Ganzi, Tae,” jawab Myung-Joo.
“Sebaiknya kita cepat-cepat pergi ke apartemenku,” usul Tae-In cepat.
“Oke-oke. Memang di apartemenmu ada apa?” tanyaku bercanda.
“Ada pesawat jet pribadiku,” canda Tae-In. Aku tergelak.
“Oh ya, An. Aku sudah menaruh barang-barang Kpop mu di kamar kita nanti.”
“Oh ya? Kau tak mau barang-barang itu?”
“No. Aku sama sekali tak suka dengan dunia Kpop. Ya... bisa kebayang lah, bagaimana reaksi Shin-Hye dan Jae-Min saat aku tiba-tiba bilang tak suka Kpop, haha.”
“Waah.... Tapi terima kasih, ya. Aku memang tak mau kehilangan barang-barang Kpop ku, hehe.”
“Kpop saja dikangenin,” ejek Ganzi.
“Heiii!” Aku mencubit lengannya.
“Aduh!” ringisnya pelan.
“Eh, Zi. Nanti main PS4 di kamar, yuk!” aja Tae-In. Mata GAnzi berbinar-binar. Kebetulan Ganzi juga suka main PS.
“Lah, kok Tae-In jadi suka main PS?!” tanyaku syok.
“Iya. Soalnya aku juga suka main PS. Dia ikutan, deh. Tapi jiwa Kpop nya masih menempel, kok.” Aku memangut-mangut. “Oh, ya. By the way, menurutmu bagaimana dengan kehidupanku?” tanya Myung-Joo.
Senyuman lebar terukir di wajahku. “Aku tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. ITU, SANGAT, FANTASTIS.”
@SusanSwanshWkwk
Comment on chapter Peurollogeu