Selama ini, aku menganggap bahwa hidupku ini adalah yang paling sempurna. Cantik, pintar, banyak teman, dan kaya raya, itulah aku. Siapa, sih yang tak mau?
“Angel!” teriakan terdengar dari bawah rumah.
Aku melirik kebawah dari jendela kamarku. “Sebentar, Shine!” Aku pun berlari menuju lantai bawah rumahku. “Mom, aku pergi dengan teman-temanku, ya!” izinku.
“Ya, hati-hati!”
Aku berlari dan masuk ke dalam mobil Lui yang mewah. Aku dan kelima temanku akan ‘ngumpul-ngumpul’ di cafe.
“Oke, ayo!” seru Lui, lalu menjalankan mobilnya.
Sesampainya di cafe, kami langsung turun dan memilih meja.
“Meja yang itu saja,” tunjuk Shine, pada meja bernomor 4. Kami berenam pun duduk di situ.
“Pesan apa?” tanya pelayan cafe.
“Pesan 6 gelas kopi susu saja,” kata Anie mewakili kami.
“Eh, tau tidak? Fandomku mau konser di sini!” ujar Lui semangat.
“Yah, jadi kau mau nonton konsernya, ‘kan? Sudah beli tiketnya belum?” tanya Catty tak peduli.
“Ini 6 gelas kopi susunya.”
“Terima kasih.”
Aku minum seteguk kopi. Raut wajahku berubah. “Panas,” desisku.
“Psst! Eh, liat deh. Itu cowok yang ada di meja nomor 2 itu siswa dari sekolah kita juga ‘kan?” bisik Shine sambil melirik pria di meja nomor 2.
“Ya, terus?”
“Ada yang bilang, sebenarnya dia itu tampan. Tapi dingin sekali. Orangnya juga aneh!” lanjut Shine.
Aku meliriknya. Rambutnya pirang dan tertata rapih. Tidak ada yang aneh darinya kok.
“Psst! Sudah-sudah, jangan ngomongin orang sembarangan, dong. Itu tidak sopan.”
Aku sama sekali tak memedulikan teguran Bella, aku tetap memerhatikannya.
Dan tiba-tiba, pria itu menatap kami dengan tajam.
“HAH!” Kami semua tertegun. Ternyata, dia memang aneh. Bahkan, warna bola matanya saja beda sebelah. Biru dan kuning!
“K-kita pergi saja yuk, cabut!” ajak Lui.
“Lho?” Akhirnya, kami terpaksa cabut dari tempat itu setelah membayar.
Sedangkan, si Biru-Kuning hanya tersenyum smirk.
__ __ __
Aku merentangkan tanganku sambil memejamkan mata, menikmati udara hangat yang menghembus di padang rumput ini.
“Oh, ini menyenangkan sekali,” gumamku.
“DOR!” Lui mengagetkanku. “Sedang apa, sih?”
Aku menghela napas. “Kalian.”
Shine merangkulku. “Tempat yang menyenangkan, ya. Aku suka.”
“Iya, dong. Siapa dulu yang menemukan tempat ini?” Catty menyombongkan dirinya. Tadi Catty memang mengusulkan untuk mampir kesini. Ternyata tak sia-sia juga kami menuruti usulannya.
“Dasar sombong,” canda Bella. Kami tertawa bersama.
“Sudah sore, pulang yuk!” ajak Lui.
“Ya,” kami serempak menjawabnya.
Sebelum memasuki mobil, aku kembali menghirup udara dalam-dalam. “Aku akan merindukan ini.”
@SusanSwanshWkwk
Comment on chapter Peurollogeu