Malam itu, Devlin sedang bermalas-malasan dengan Jean di pangkuannya diatas love seat yang baru mereka beli untuk mempermanis interior apartment Devlin. Jean sudah melepaskan gaun pengantinnyanya dan menggantungkan di tiangnya. Ia hanya menggunakan lontoso dan stocking berkait.
Acara pernikahan, baik pemberkatan sampai resepsi--yang melelahkan--sudah selesai mereka jalani dari pagi, dan sekarang mereka resmi menjadi sepasang suami istri.
Segera setelah Jean bangun dari komanya, Devlin tidak bisa tidak menyatakan perasaannya. Ia tidak akan menunda lagi melakukannya yang mengakibatkan akhirnya ia harus merelakan Jean ke Mike, ke James. Tidak, tidak akan. Ia sudah siap sekarang, hatinya hanya milik Jean. Selalu.
Karena kesibukan mereka pasca peledakan bom, Devlin meminta toleransi Jean untuk memberinya waktu setahun untuk membantu mengurus normalisasi kondisi kota Surabaya agar segera pulih kembali. Apalah artinya setahun bagi Devlin dan Jean yang telah menunggu bertahun-tahun untuk cinta mempertemukan mereka kembali. Sekaligus menunggu luka fisik Jean sembuh total.
Devlin berencana memberikan Jean pernikahan yang indah dan romantis di hotel berbintang seperti pernikahan pertamanya. Namun Jean menolaknya dengan alasan sebagian dari rekan-rekan rumah sakitnya tidak bisa datang karena harus menjalankan shift malam. Kepala rumah sakit memperbolehkan mereka menggunakan sebagian lapangan parkir rumah sakit untuk resepsi. Menanggapi ini, Jean langsung mempersiapkan semuanya dari desain tenda, memesan katering, dll.
Acara itu meriah namun sederhana dihadiri oleh bibi Jean, kakak dan adiknya yang datang dari jauh. Belum lagi teman-teman mereka dan keluarganya dari Jakarta. Baru kali itu Devlin bertemu keluarga Jean dan terkagum-kagum dengan kemiripan wajah dari ketiganya. Dora banyak membantunya dari persiapan sampai pemilihan gaun pengantin dan bunga, wanita itu layaknya ibu tiri yang baik bagi Jean. Ia bahkan menangis terharu ketika Jean mengucapkan sumpah pernikahannya ketika pemberkatan.
"Kau lelah?" Tanya Devlin dan Jean mengangguk, "Ternyata menikah begitu repot ya? Mike pasti menyukai kerepotan semacam ini, aku tidak. Jika bisa memilih, aku memilih kawin lari saja bersamamu." Devlin mengecup bibir Jean lagi, dan lagi. Kecupannya lembut, lebih lembut dari Mike, Jean terbuai. Namun Devlin juga bisa sangat kasar dan menuntut seperti yang pernah dilakukannya pada Jean.
"Aku minta maaf ya Jean, aku tidak bersamamu dulu, membantumu menghadapi kematian Mike. Ketika kau terbaring koma, aku baru mengerti mengapa dulu kau membenciku." Devlin menarik nafas panjang. Jean menyisirkan tangannya ke rambut Devlin, menyentuh wajahnya dengan janggut yang sudah dipangkas licin dengan kerinduan. Ini rasanya cinta.
"Jean, aku menyukaimu sejak pertama kali kau merawatku. Kau benar-benar malaikat pelindungku. Entah berapa kali kau sudah menyelamatkan nyawaku." Devlin terkekeh melihat Jean dengan wajah terkejutnya. "Sampai yang terakhirpun kau mengorbankan dirimu untukku. Lain kali, aku ingin kau tidak melakukan itu lagi, kau mengerti?" Senyum Devlin memudar, kekhawatiran terpancar dari tatapannya. Jean mengerti, dia berdoa semoga tidak ada lain kali.
"Ngomong-ngomong aku tidak melihat James?"
"Oh ya, aku lupa memberitahumu. James pindah ke Jakarta sekaligus mengambil spesialisasi disana katanya."
Tepat sebelum resepsi pernikahan mereka? Kening Devlin berkerut. "Aneh. Mungkin dia sakit hati padamu."
Jean tertawa, Devlin menikmati suara tawa Jean di telinganya. Ia pernah membayangkan ini, namun sekarang melihat Jean dari dekat, merasakan bibir Jean membalas ciumannya, menyentuhnya ... semua terasa sempurna. Dan ia bertanya-tanya kenapa tidak dari awal dia memutuskan menikahi Jean? Dengan bodohnya dia menyerahkan Jean ke orang lain.
"Dia sakit hati padamu, bukan padaku." Terang Jean. "Yah, pokoknya James berkata dia ingin kita bahagia. Itu saja."
"Kau mencintainya? Dora bilang kau menyamakan James dengan Mike."
"Ah~ Dora mengadu padamu?" Jean mendengus lucu, Devlin terkekeh. Diciumnya sekali lagi pengantinnya. "Tidak, aku tidak mencintainya Dev. Hanya saja, bersama James itu senyaman bersama Mike. Aku mulai berpikir mungkin aku juga tidak mencintai Mike, hanya perasaan teramat nyaman yang aku rasakan dengan Mike. Dia selalu disana setiap kali aku menengok. Mike menjagaku, memperhatikanku." Mata Jean berkaca-kaca.
"Jean ... ketika koma kemarin, aku bermimpi bertemu Mike. Aku mengatakan padanya dia bisa mengambil tubuhku jika dia mau. Aku hanya minta dia membahagiakanmu."
"Kemudian?" Jean terharu mendengar ketulusan Devlin demi kebahagiaannya.
"Dia tidak berkata apa-apa, Mike memelukku dan dia menghilang." Hening.
"Jadi ... apakah aku bisa switch bolak balik antara kau dan Mike?" canda Jean memecah kebisuan. Ia tertawa ketika Devlin mengeluarkan geraman dari rahangnya.
"Jean, kau boleh bilang aku posesif. Aku tidak akan pernah membagimu dengan siapapun, tidak juga dengan Mike." Devlin terdiam, lalu melanjutkan, "tetapi kalau membandingkan Mike dan James, aku memang lebih menyukai Mike. Dia lebih gagah, lebih keren. James itu lembek."
"James itu baik hati." Bantah Jean.
"Ah~ kau membelanya! Baik hati itu sama dengan lembek."
Dengan kesal Jean berdiri, kemudian membungkuk di depan Devlin. "Kau yang terlalu keras." Lekuk payudaranya yang terbingkai lontoso mencuat keluar ketika ia membungkuk dan membuat Devlin gerah.
"Aku terlalu keras kah? Kau bahkan belum mencobanya." Devlin tersenyum miring, senyum yang didambakan Jean. Kemudian seringai jahilnya muncul, tangannya berusaha menangkap Jean yang berhasil meloloskan diri. "Kemari kau, Jean. Hey, jangan lari." Jean melarikan diri sambil cekikikan, Devlin mengejarnya ke kamar tidur sambil tertawa.
Khayalan Devlin menjadi nyata--ia berhasil menangkap Jean, melemparkannya ke ranjangnya dan mengikatnya disana. Kemudian lampu dimatikan.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1