“Kau harus kuat, Tiara.”
Di pinggir danau, Tiara dan Andrew berdiri dengan suasana yang sendu tepat tujuh hari setelah ledakan gedung terjadi. Peristiwa itu menjadi kasus paling menghebohkan. Setelah investigasi menyeluruh dilakukan, ditemukannya jasad puluhan manusia dalam beberapa ruangan serta beberapa penjara dan laboratorium yang menjadi kontroversi.
Banyak dugaan yang diberikan, namun tidak satupun yang dapat menjelaskan tempat apa yang terdapat di ruangan bawah tanah tersebut. Bahkan tidak satupun jasad yang dikenali, karena kurangnya informasi serta tidak adanya laporan orang hilang yag diterima kepolisian. Semakin mereka mencari, mereka akan terus menemui jalan buntu.
“Apa aku ke kantor polisi saja ya?”
“Untuk apa? Kau mau melapor bahwa Sina hilang? Atau kau mau menceritakan semuanya?”
Air mata Tiara jatuh, ia sungguh rindu pada Sina. Sampai detik inipun, mereka tidak dapat melakukan apapun untuk mencari gadis itu. Setidaknya jika benar Sina disana, jasadnya harus dibawa pulang bukan?.
“Aku harus bagaimana?” Tiara menutup wajah dengan kedua tangannya. “Aku juga harus segera kembali ke Nirhana.”
“Tiara, dengarkan aku.” Andrew menggenggam tangan Tiara. “Kau harus tenangkan dirimu, kembalilah ke Nirhana. Aku janji akan menemukan Sina bagaimanapun caranya, ya?”
Tiara mengangguk, Andrew menyeka air mata wanita itu dengan lembut. “Jangan menangis lagi, kau wanita kuat.”
“Terima kasih.”
“Aduh, paman. Aku masih dibawah umur.” Ghara tiba-tiba datang dari arah belakang dan mengganggu momen mereka. “Jangan romantisan di sini dong, malu.”
“His, anak ini. Kenapa kau kemari?”
“Loh? Aku menjalankan tugasku, lah. Inikan sudah waktunya.”
Tiara menunduk, ia mengambil sebuah gelang hitam di saku celananya. “Ini untukmu, pakailah.”
“Aku tidak mau! Masa cowo pakai gelang? Yang keren dikit, dong. Jam tangan atau apa gitu.”
Ghara berdecak, dan memutar bola matanya dengan kesal. “Hiss, tua-tua kok matre.”
“Diam, kau!”
“Ini bukan saatnya untuk bercanda Andrew,” Tiara meletakkan gelang hitam itu di telapak tangan Andrew. “Jika ada sesuatu yang penting atau mendesak, atau mungkin ada tanda tentang Sina panggilah aku. Gelang ini akan menghubungkanmu denganku.”
Andrew memalingkan wajahnya, “Ya ampun, mataku kelilipan! Cepatlah berangkat, sana. Si tengil sudah menunggumu.”
“Ah, baiklah.”
“Hati-hati, ya.”
“Dah, paman!!”
“Terima kasih untuk semuanya, Andrew. Kau temanku yang sangat baik.”
Setelah Ghara dan Tiara pergi, Andrew masih enggan meninggalkan danau tersebut. Ia menangis tanpa suara, sambil menikmati indahnya danau dibawah sinar matahari yang hangat.
“Teman? Ah, aku jadi ingat Frank.”
Ia merenung dan berdiam diri di danau itu hingga senja datang. Lalu kemudian, alarm handphone nya berbunyi. “Oh, sudah waktunya. Hoaamm, waktu kalau ditunggu itu memang lama ya.”
Andrew bangkit dan berbalik hendak meninggalkan danau tersebut, namun sesuatu menghentikan langkahnya.
“Bisa kita mulai?”
Andrew tersenyum, raut wajahnya menjadi semangat. Seorang gadis berambut panjang sebahu berdiri dihadapannya, serta mengulurkan tangan. “Aku siap kapan saja, kau tahu itu.”
“Oke, deal. Mari kita mulai.”
waaah kasihan sekali depresi sampai 12 tahun but premisnya oke banget, gimana kisahnya manusia depresi 12 tahunnn bikin penasaran??? 1 bulan ada masalah aja udah kaya org gila hehehe. :( udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter 1. Lost Then