Suara dering ponsel membangunkanku dari alam mimpi. Setengah sadar, kuraih ponsel yang tergeletak manis didekat tanganku. Tanpa melihat nama penelpon, langsung kuangkat panggilan itu untuk meredam suara deringnya yang bergema di lab film yang kosong ini.
Baru saja kuangkat dan belum sempat mengucap sepatah kata pun, orang diujung telpon sudah bicara panjang lebar. Sungguh khas sahabatku, Lee Mi Joo.
[Kim Ji Yeon! Kamu dimana? Aku chat dan telpon dari tadi dicuekin terus!]
"Maaf Mi Joo, aku ketiduran. Ada apa?" jawabku sambil menggosok mata, mencoba sepenuhnya menyingkirkan rasa kantuk yang masih enggan untuk pergi.
[Ketiduran? Di lab film lagi?? Aduh, Ji Yeon, tugas film animasinya gak usah bikin yang ribet deh. Bikin yang simple juga pasti nilai kamu tetep bagus. Jadi gak perlu sampe lembur terus di lab. Kita baru semester empat, nyantai dan senang-senang dikit lah, jangan fokus kuliah terus.]
"Kamu udah berangkat ke kampus? Ketemu di kantin 15 menit lagi ya. Aku lapar, mau makan dulu sebelum kelas nanti."
Sambungan telpon langsung ku matikan sebelum Mi Joo sempat mengoceh lebih jauh.
Aku tersenyum sambil meletakkan ponselku. Lee Mi Joo, gadis cantik yang supel dan blak-blakan kalau berbicara. Orang yang tak mengenalnya pasti menganggap dia hanyalah mahasiswi modal tampang, yang berkuliah untuk status sosial dan mencari koneksi agar bisa mulus terjun ke dunia hiburan.
Awalnya aku pun berpikir begitu, tapi ternyata dugaan itu salah besar. Walau terlihat selalu santai, Mi Joo sangat serius menjalani kuliahnya. Aku bahkan terkesan dengan caranya yang dapat menyeimbangkan waktu untuk kuliah dan bersenang-senang menikmati masa muda.
Sangat berbeda denganku yang introvert dan lebih memilih menenggelamkan diri pada novel ataupun materi perkuliahan, daripada bersosialisasi.
Entah bagaimana jadinya, dengan pribadi kami yang saling bertolak belakang, kami malah bisa menjadi sahabat dari sejak tahun pertama perkuliahan. Mungkin kami sama seperti kutub magnet. Dua kutub yang berbeda akan saling menarik, sementara kutub yang sama malah saling menolak. Karena kami berbeda lah, maka kami bisa saling mengisi dan melengkapi.
Kuregangkan tubuh yang pegal karena tertidur dalam posisi yang sangat jauh dari nyaman. Kata siapa dua tahun pertama perkuliahan itu santai? Semua itu mitos! Terlebih saat semester empat sepertiku, ditambah dengan status sebagai penerima beasiswa, membuatku harus bisa mempertahankan nilai akademis sebaik mungkin. Puncaknya adalah tugas membuat film animasi ini, yang telah menjadikan lab film sebagai rumah keduaku.
Kubereskan kertas yang berserakan di meja. Sebelum memasukannya ke laci, iseng ku gambar seekor kucing di kertas paling atas dan ku beri bubble percakapan.
[Cuacanya bagus, pingin main ke taman. Ada yg mau ikut?]
Aku tersenyum melihat gambar konyol itu. Aku pun memasukannya ke dalam laci meja dan bergegas bangkit menuju kantin. Aku tidak akan bisa konsentrasi di kelas nanti dalam keadaan lapar seperti ini.
***
Keesokan harinya, aku kembali memasuki lab film untuk meneruskan mengedit tugas film animasi. Hampir semua meja komputer telah terisi mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas. Untungnya masih ada beberapa tempat yang masih kosong, salah satunya meja pojok favoritku! Yeay!
Setelah tiba di meja favoritku, aku langsung menyalakan komputernya dan membuka laci untuk mengambil kertas agar bisa menulis poin-poin yang harus ku kerjakan hari itu.
Saat membuka laci, aku terkesiap karena memukan sebuah gambar disebelah gambar kucingku kemarin.
[Yuk ke taman denganku.]
***
baru mampir yg di tinlit ..hehehe
Comment on chapter CHAPTER 1 : Busy Life of University Student