Read More >>"> BANADIS 2 (Perjumpaan Tuan Rakat dan Yoslin) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - BANADIS 2
MENU
About Us  

LXIX

Mata – mata Banadis,

Mengendap – endap, mendekati sebuah rumah yang berada di tengah perbukitan.

Dengan waspada mereka melakukan pergerakan.

Lalu bersembunyi di rimbunnya semak belukar.

Melongokkan kepala. Seorang mata – mata melihat aktifitas yang terjadi.

Tampak olek mata, dua orang sedang duduk – duduk di teras sebuah rumah.

Mereka terlihat santai bercakap – cakap.

Tidak lama seorang wanita yang tengah hamil besar keluar.

Dengan membawa nampan berisi satu poci minuman, gelas minum dan camilan.

Wanita itu menghaturkannya kepada dua orang tamu.

Kemudian orang yang tengah hamil itu ikut duduk bercengkerama dengan mereka berdua.

 

“Tidak salah lagi, itu pasti Yoslin,”

“Apa kamu yakin,?”

“Iya, aku yakin,, Aku pernah bertemu cewek itu,”

“Lalu sekarang bagaimana?”

“Kita segera laporkan hal ini ke bos Alap – Alap,”

“Baiklah,”

 

Sesegera mungkin mereka menuruni bukit.

Dengan cekatan kedua mata – mata itu menaiki kuda yang disamarkan di dekat sebuah pondok.

Lalu berkuda ke timur Banyu Biru.

 

 

 

LXX

Banadis bagian selatan,

 

Alap – alap tampak sibuk.

Dirinya tengah menyelesaikan pembukuan.

Dengan asal – asalan laki – laki itu mengisi kolom – kolom yang tersedia.

 

Seseorang masuk ke dalam ruangan Alap – Alap.

Dengan santai dirinya mengitari laki – laki nan tengah sibuk itu.

Melihat pembukuan Alap – Alap.

“Ya ampun, boss,, kok nulisnya kayak gitu sihh,?”

“Ahh, biar aja, Pusing aku udahan,”

“Sini saya kerjakan saja, Bos Alap – Alap bisa istirahat,”

“Beneran mau kamu kerjakan?”

“Iya, bos Alap – Alap,, Nggak percaya sama saya,?”

Menghela nafas. “Iya deh, Iya,,”

Dengan rela hati Alap – Alap menyerahkan sebuah buku kepada cewek itu.

 

Beranjak dari kursi, laki – laki itu berjalan menuju tempat minum.

Menuangkan sebotol minuman ke dalam gelas.

Lalu Alap – Alap menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

Dengan penuh kelegaan dirinya menenggak minuman nan menyegarkan itu.

“Haahh, Mantap bener,”

“Bos Alap – Alap, jangan kebanyakan minum dong,”

“Emang kenapa?, Suka – suka aku dong,”

“Ntar bos Alap – Alap nggak bisa bikin saya teriak – teriak lagi,”

“Halah, Kamu apa pingin itu?”

“Ah, bos Alap – Alap ini, trus kerjaan bos ini gimana?”

“Hahaha,, Ya kerjakan dulu aja,”

“Beneran ya, bos,,”, sahut cewek itu terdengar manja.

 

Sedang menikmati lapangnya waktu, tiba – tiba seseorang mengetuk pintu,

“Ada apa?”, tanya Alap – Alap.

“Mata – mata bos Alap – Alap hendak melapor,”

“?? Suruh masuk,”

“Siap, bos,,” Segera berlalu dari ambang pintu.

 

Tidak lama dua orang berpakaian hitam – hitam menghadap Alap – Alap,

“Bagaimana?”

“Kami sudah menemukan Yoslin, bos,, Perempuan itu ada di kerajaan Darmasih, Tepatnya di distrik Banyu Biru. Juga kelihatannya dalam keadaan hamil, bos,”

“Apa yang kalian lihat itu benar – benar Yoslin?”

“Iya, bos,, Itu benar – benar Yoslin, Saya pernah bertemu perempuan itu,”, jawab seorang mata – mata, dengan mantap.

“Baiklah, Kalian boleh pergi,” Merasa sedikit lega.

“Baik, bos,”

 

 

 

LXXI

Setelah mendapatkan laporan dari Alap – Alap,

Tuan Rakat menjadi gamang.

Dirinya bingung harus berbuat apa.

Akan ada dua wanita di dalam cintanya.

Meskipun bagi seorang raja itu tidak masalah.

 

Ketika Tuan Rakat semakin tenggelam dalam ketermenungan,

Sentuhan halus telapak tangan Rasti menyadarkannya.

Duduk di samping Tuan Rakat. “Ada apa, tuan? Kenapa tuan ada di tempat ini?”

“Oh, tidak mengapa, Rasti. Saya hanya ingin menghayati tempat ini saja,”

Tertawa kecil. “Tuan Rakat mulai berbicara seperti saya,”

“?? Haha,, Iya, ternyata saya menirukan cara kamu berbicara,”

Tuan Rakat kembali termenung.

“Baiklah, tuan,, saya akan jalan – jalan dulu,”, ucap Rasti.

Dirinya beranjak dari bangku taman itu.

Menahan lengan cintanya., “Anak buahku sudah menemukan dimana Yoslin,”

“Oh ya, tuan,, Tampaknya tuan mengingatkan aku akan hal itu,”

“Aku harus bagaimana, Rasti? Katakan kepadaku,”

“Temui saja Yoslin dulu, setelah itu tuan pasti akan mendapatkan jawabannya,”

“Apa kamu tidak keberatan, Rasti?”

“Yang tidak saya izinkan jika tuan terus menahan perasaan tuan itu,”

“Terima kasih, Rasti,, Terima kasih,,”

Tuan Rakat meletakkan dahinya pada telapak tangan Rasti.

 

 

 

LXXII

Esok harinya,

 

Dipo tampak terkejut.

Apa yang disampaikan penjaga gerbang kepadanya sungguh tidak disangka – sangka.

Karena tidak yakin beliau melangkah ke gerbang timur.

“Astaga, ternyata benar,, Itu Tuan Rakat dan para pengawal pribadinya,”, gumam beliau.

Dengan melangkah cepat ahli diplomasi itu kembali ke dalam istana.

 

“Tok, tok, tok,”

“Oh, pak Dipo,, Masuk, pak,,”

“Permisi, Tuang Ibeng,, Ada Tuan Rakat di gerbang Darmasih,”

“?? Apa benar, pak Dipo?”, sahut penguasa Darmasih.

“Iya, tuan,, Saya tadi sempat tidak percaya, tapi setelah saya lihat sendiri ternyata benar.”

“Baiklah,, Perintahkan penjaga gerbang membuka gerbang timur.”

“Apa tuan yakin hendak membuka gerbang timur?”

“Iya, pak Dipo,, Buka saja,,”

“Baiklah, Tuan Ibeng,”

 

Ruang depan kerajaan Darmasih,

Tuan Ibeng tampak terbuka menyambut tamunya.

Dengan dibaik – baikkan penguasa Banadis menghaturkan jabat tangan.

Tuang Ibeng menyambut jabat tangan itu dengan sukarela. “Sungguh saya sangat senang Tuan Rakat mau berkunjung ke Darmasih,”

Sambil beliau mempersilakan para tamunya untuk duduk.

“Ya, Saya juga senang,”

“Dari kedatangan Tuan Rakat ini pasti ada suatu keperluan,”

“Ya, Saya hendak bertemu seseorang di Darmasih,”

“Seseorang siapa maksud, tuan?”

“Seorang wanita yang katanya berada di sekitar Darmasih sini,”

“Maksud tuan siapa ya? Saya tidak mengerti,”

“Sudahlah, Tuan Ibeng,, Hentikan sandiwara ini,, Saya hendak bertemu seseorang di distrik Banyu Biru sekarang juga,”

“Sungguh sikap anda memang belum berubah, tuan. Kenapa tuan tak meminta dengan baik – baik dan menjelaskan maksud tuan?”

“Maaf, izinkan saya menyela sejenak,, Tuan Ibeng, saya atas nama Tuan Rakat memohon maaf, jika kami dianggap kurang patut dengan permintaan tersebut, Tuan Ibeng tahu sendiri dan saya yakin Tuan Ibeng sudah paham siapa yang hendak kami temui di distrik Banyu Biru tersebut,”

“Maaf, dengan nona ,,?”

“Saya Rasti, tuan,, Staf penasehat kerajaan Banadis,”

“Baik, nona Rasti,, Tampaknya sikap kerajaan Banadis sungguh membuat kami tidak berkenan, Sungguh kami memang mengetahui maksud dan tujuan Tuan Rakat ke Darmasih ini, Tapi tindakan kerajaan Banadis dengan tidak menjelaskan maksud dan tujuan berkunjung di salah satu distrik kami itu sungguh tidak selayaknya dilakukan oleh kerajaan Banadis,”

“Kami mengerti, Tuan Ibeng,, Kami pun telah salah dengan tidak menghormati kedaulatan kerajaan tuan ini, Mungkin kita bisa membicarakan maksud Tuan Rakat berkunjung ke Darmasih ini,”

“Maaf, menyela,, Nona Rasti sebagai seorang penasehat harusnya nona tahu tata cara yang benar mengenai hal ini, Ini adalah kecerobohan nona perihal permintaan antar kerajaan,”

“Maaf, bapak,, Saya pikir ini adalah kunjungan pribadi dengan pribadi, Kami memohon ke Tuan Ibeng sebagai bentuk penghormatan karena atas kedudukan beliau. Sedangkan kunjungan yang hendak kami lakukan adalah antar orang dengan orang bukan atas nama kerajaan.”

“Meskipun begitu niat baik kerajaan Banadis sendiri tidak ada dalam percakapan ini, Mana mungkin kami selaku yang berdaulat atas kerajaan memberikan izin,”

“Maaf, bapak,, Tadi kami hendak menjelaskan secara lisan maksud kunjungan kami, Tapi tampaknya bapak ini malah membicarakan masalah tata cara yang benar mengenai hal ini, Apakah memang diharuskan orang dengan orang hendak bertemu melalui perizinan dari kerajaan?”

Tampaknya Tuan Ibeng mulai kesal dengan debat kusir itu. “Sudah,, Sudah,, Saya kira cukup, Jika Tuan Rakat berkehendak untuk bertemu seseorang di Banyu Biru baiknya Tuan Rakat meminta izin dari perserikatan Cilikan karena suku Taragam telah dengan hormat menitipkan orang tersebut ke kerajaan Darmasih ini,”

“Baiklah, Tuan Ibeng,, Atas saran dan masukan tuan kami akan menuju ke perserikatan Cilikan,”, sahut Rasti.

 

 

 

LXXIII

Dusun Taragam,

 

Dona sedang duduk – duduk santai menikmati langit senja.

Sungguh kesadaran cewek itu seolah – olah bergerak – gerak merasakan hembusan angin nan lembut.

 

Menerawang ke angkasa.

Dona merasakan akan ada sesuatu yang penting terjadi.

Menghela nafas. Raut wajahnya tampak serius.

Bulir – bulir kegelisahan terlihat bermunculan pada dahi penguasa Taragam itu.

 

“Pak Serdi,”

Segera menghadap. “Ya, nona,”

“Tolong siapkan Panji Gandrung untuk berjaga – jaga.”

“Ada apa, nona Dona?”

“Tampaknya kita akan kedatangan seseorang.”

“Baiklah, nona Dona,”

 

Beberapa menit kemudian,

Sebuah karavan kerajaan hendak memasuki dusun Taragam.

Karena bersimbol kerajaan Banadis, karavan beserta para pengawal raja diberhentikan di pintu masuk dusun.

 

Seorang penunggang kuda turun, menghampiri penjaga pintu masuk.

Berucap, “Beritahu pemimpinmu kami dari Banadis hendak menemui beliau,”

“Ada keperluan apa?”

“Kami hendak berbincang sedikit.”

“Baiklah,” Seorang penjaga pintu segera melangkah ke sebuah gubuk.

 

Setelah mendapatkan izin dari kepala suku, raja Banadis dan para pengawalnya bergerak menuju sebuah gubuk.

Tuan Rakat merasa aneh.

Pandangan orang – orang dusun Taragam tampaknya tidak ramah terhadap dirinya.

Seolah – olah beliau pernah melakukan suatu tindakan yang tidak termaafkan.

“Ada apa dengan orang – orang ini?”

“Tampaknya mereka sangat membenci, tuan.”

“Tapi siapa orang – orang ini?”

Rasti tidak menyahut, Dirinya juga tidak mengetahuinya.

 

Sebuah gubuk kepala suku Taragam,

Tuan Rakat dan Rasti turun dari karavan.

Melangkah biasa menuju sebuah gubuk besar.

Beliau tampak terkejut melihat orang – orang berdiri siaga di sekeliling halaman gubuk.

Seragam orang – orang itu sangat familiar.

Juga simbol kerajaan Banadis pada tas pinggang mereka.

Perlahan – lahan Tuan Rakat menyadari eksistensi mereka, saat beliau melihat bendera berwarna hijau dengan tulisan Tanah Air Bangsaku.

Seorang pengawal berbisik, “Tuan Rakat, mereka Panji Gandrung,”

“Iya, aku tahu,, Kenapa mereka bisa ada di tempat ini?”

“Mungkin ini tempat pelarian mereka, tuan.”

“Kurang ajar,! Brengsek benar si Ubeng itu menjerumuskan aku ke tempat ini,”

“Apa yang harus kita lakukan sekarang, tuan?”

“Waspada saja,, Tidak usah melakukan kontak,”

“Siap, tuan,”, jawab pengawal itu, memerintahkan para anak buahnya untuk waspada.

 

Nona Dona menyambut raja Banadis dengan menghaturkan jabat tangan.

Dengan rela hati Tuan Rakat menyambut jabat tangan itu.

“Tampaknya tuan sedikit terkejut dengan keberadaan kami di sini,”

“Haha,, Tidak aku sangka Ibeng berkonspirasi dengan kalian para pelarian dari Banadis untuk menghabisi saya di sini,”

Tersenyum kecil. “Seperti biasa, sikap arogan tuan membuat tuan buta dengan prasangka – prasangka.”

“Sudah mendapat apa saja kalian dari si tua Tuwang itu hingga pandai berbicara seperti itu?”

“Saya rasa tuan juga harus menghormati mendiang pak Tuwang yang juga teman terhormat ayah anda, Tuan Wangde.”

“Oh, jadi pak tua yang sok tahu itu sudah menyusul ayah saya di tempat tuhan sana, Sayang sekali saya tidak bisa ikut mengebumikannya,”

“Tak mengapa, tuan,, Justru tampaknya yang harus menurunkan ego itu adalah anda Tuan Rakat, karena tampaknya tuan membutuhkan bantuan kami,”

“Hah, bantuan apa?, Percaya diri sekali kalian,, Aku hanya ingin bertemu dengan pemimpin kalian, Suruh pemimpin kalian itu menemui saya,”

“Tuan ,, ” Kekesalan Serdi dihentikan oleh Dona.

“Biarkan saja, pak Serdi,, Kita semua sudah tahu tabiat Tuan Rakat ini sewaktu di Banadis, Sungguh egonya itu sudah membuatnya buta dengan sekelilingnya,”

“Sudahlahh, kamu tidak perlu panjang lebar menceramahi aku seperti orang tua itu, Suruh saja pemimpin kalian itu kemari menemui saya,”

Tersenyum kecil. “Tampaknya karena ego tuan, tuan sungguh tidak bisa melihat sekeliling tuan,, Kalo begitu silakan duduk saja, Kita akan mulai perbincangan ini,”

“Apa maksud kamu? Saya ingin bertemu pemimpin kalian, bukan anak – anak ingusan seperti kalian,”

Sontak, “Tuan,!!, Duduklah,!, Sikap sombong tuan justru tidak akan mendapatkan kebaikan dari apa yang Tuan Rakat inginkan,”

“Tuan, sebaiknya kita duduk saja, “, ajak Rasti.

Dengan nada yang terkesan meremehkan. “Baiklah,, Baiklah,,” Raja Banadis beserta para pengawalnya duduk pada sebuah alas di halaman gubuk nan luas.

 

“Terima kasih, Tuan Rakat bersedia untuk duduk,, Perkenalkan saya Dona, penguasa Taragam ini, Saya menggantikan pak Tuwang yang telah meninggal beberapa bulan yang lalu sebagai kepala suku,”

“?,, Jadi kamu pemimpin pasukan konyol ini? Hahaha,, Hahaha,,”

Tawa ejekan itu juga disuarakan oleh para pengawal pribadi Tuan Rakat.

“Sungguh saya mengira ada orang hebat apa di sekitar tempat terpencil ini sehingga Tuan Ibeng mengirimkan saya kemari, Ternyata hanya sekumpulan anak kemarin sore, Hahaha,, Hahaha,,”

Dona yang biasanya lemah lembut menjadi berbeda pada sore itu.

“Tampaknya ego tuan hanya bisa ditundukkan dengan kekuatan saja,”

Dirinya membaca sebuah mantra.

 

Seketika langit berubah gelap,

Petir menyambar – nyambar. Juga angin berhembus sangat kencang.

Perlahan – lahan langit berubah kemerah – merahan.

Sungguh seketika langit menjadi sangat tidak bersahabat pada makhluk hidup di bumi.

 

Penguasa Taragam berhenti membaca mantra.

“Apa tuan mengingat hal ini?”

“Apa maksud kamu?, Kamu bisa menguasai sihir anak panah itu?”

“Saya tinggal menyuruh Panji Gandrung melesatkan anak panah mereka maka kesombongan kalian akan tiada,”

Tuan Rakat tampak ketakutan.

Melihat kekasihnya kebingungan, Rasti berucap, “Nona Dona, kami tahu kami sangat angkuh dengan nona,, Saya mohon, kami datang hendak dengan permintaan yang baik saat ini,”

“Tampaknya tuan sangat beruntung mempunyai dua wanita yang sama – sama bisa melihat kebaikan,”

“Baiklah, saya akan hentikan ini,”

Sekali lagi penguasa Taragam itu membaca sebuah mantra.

 

Langitpun kembali cerah.

Warna kemerah – merahan itu menjadi biru indah lagi.

 

Dona berucap, “Bagaimana, Tuan Rakat? Apa tuan sekarang bisa berbicara dengan santun terhadap kami?”

“Ya, ya,, baiklah,, Katakan saja, Rasti,, Katakan saja,”

Dengan penuh kelembutan dan pengertian Rasti berbincang dengan penguasa Taragam.

 

 

 

LXXIV

Esok harinya,

Setelah semua tata cara permohonan izin lengkap.

 

Tuan Rakat berdiri di ambang pintu.

Beliau mengetuk pintu itu. “Tok, tok, tok,”

“Siapa?”, sahut seseorang dari dalam rumah kayu.

Sekali lagi. “Tok, tok, tok,”

“Siapa ya,?”

Tuan Rakat tidak menyahut. Hanya, “Tok, tok, tok,”

 

Tampaknya Yoslin menjadi kesal, karena seseorang terus mengetuk pintu rumah.

“Siapa sih,?” Sambil Yoslin membuka pintu itu.

Dirinya terkejut.

 

Sungguh seseorang yang berdiri di ambang pintu adalah laki – laki itu.

Seseorang yang sangat dinanti kedatangannya sepanjang waktu.

Bahkan dirinya sampai harus bercakap – cakap dengan dewi rembulan akan orang itu.

Menanyakan kabarnya, Melamunkan aktifitas kesehariannya, Hingga bermimpi tentangnya.

Yoslin menjadi speechless.

Kesadarannya sempat tidak terhubung dengan realitas.

Seolah – olah dirinya tiba – tiba terjebak dalam lamunan yang begitu nyata adanya.

 

“Hai, Yos,, Apa kamu tidak merindukan aku?”

“Tu, tuan? Tuan Rakat?”

Laki – laki itu melihat perut Yoslin yang tampak membuncit.

“Kamu tampaknya juga semakin gendut saja,”

“Tu, tuan,,” Yoslin berkaca – kaca.

“Apa kamu tidak ingin memeluk saya?”

“Tuann,,!” Begitu erat cewek itu memeluk Tuan Rakat.

Laki – laki itu pun membalas dengan dekapan yang hangat.

“Aku merindukan mu, Yos,”

Cewek itu tidak menyahut, Dirinya tersedu – sedu.

Yoslin semakin erat memeluk kekasihnya.

 

Setelah momen – momen mengharukan itu selesai,

Mereka berdua berbincang hangat di teras rumah kayu.

“Kenapa kamu tidak mau kembali ke Banadis, Yos?”

“Saya belum siap, tuan, Saya belum siap menghadapi kenyataan di sana,”

“Kenyataan apa Yos yang kamu maksud?”

“Kenyataan jika saya hanyalah seorang cewek penghibur, tuan.”

“Kamu tenang saja, Setelah kita menikah tidak akan ada yang menyebutmu sebagai cewek penghibur lagi,”

“Tapi sungguh saya belum siap, tuan,, Saya masih takut, Semua masa lalu itu tiba – tiba membuat saya tidak yakin,”

“Tidak ada yang perlu kamu takutkan sekarang, Sekarang Tayar sudah pergi entah kemana, Tidak ada yang akan mengancam kamu seperti waktu dulu,”

“Iya, tuan,, tapi ,, ”

“Dengarkan aku, Yos,, Kamu akan baik – baik saja di sana, Tidak ada orang yang akan merendahkanmu, Tidak ada yang bilang jika kamu adalah seorang cewek penghibur, Dan kamu akan selalu ada dalam perlindungan saya bersama bayi kita itu,”

“Mungkin saya butuh waktu untuk memikirkan itu semua, tuan,, Saya sungguh belum siap untuk kembali ke Banadis saat ini,, Maaf, tuan,,”

Menghela nafas. “Baiklah, kalo kamu masih tetap ingin di sini dulu, Aku akan tetap menunggumu di Banadis, kalo kamu mau kembali ke kerajaan itu,”

“Iya, tuan,, Terima kasih, tuan,, Saya akan memikirkannya,”

Tuan Rakat pun beranjak dari rumah itu.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • showmat

    @SusanSwansh hahaha,, iya,,

    Comment on chapter Penglihatan Masa Depan
  • SusanSwansh

    Keren ceritanya. Cuma EBI masih cukup berantakan. (Kayak saya) hehe. Semangat.

    Comment on chapter Penglihatan Masa Depan
Similar Tags
Petrichor
4109      1380     2     
Inspirational
Masa remaja merupakan masa yang tak terlupa bagi sebagian besar populasi manusia. Pun bagi seorang Aina Farzana. Masa remajanya harus ia penuhi dengan berbagai dinamika. Berjuang bersama sang ibu untuk mencapai cita-citanya, namun harus terhenti saat sang ibu akhirnya dipanggil kembali pada Ilahi. Dapatkah ia meraih apa yang dia impikan? Karena yang ia yakini, badai hanya menyisakan pohon-pohon y...
Sebuah Musim Panas di Istanbul
320      219     1     
Romance
Meski tak ingin dan tak pernah mau, Rin harus berangkat ke Istanbul. Demi bertemu Reo dan menjemputnya pulang. Tapi, siapa sangka gadis itu harus berakhir dengan tinggal di sana dan diperistri oleh seorang pria pewaris kerajaan bisnis di Turki?
Perjalanan Kita: Langit Pertama
1328      651     0     
Fantasy
Selama 5 tahun ini, Lemmy terus mencari saudari kembar dari gadis yang dicintainya. Tetapi ia tidak menduga, perjalanan panjang dan berbahaya menantang mereka untuk mengetahui setiap rahasia yang mengikat takdir mereka. Dan itu semua diawali ketika mereka, Lemmy dan Retia, bertemu dan melakukan perjalanan untuk menyusuri langit.
Ręver
5503      1642     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
THE WAY FOR MY LOVE
406      311     2     
Romance
Mencintaimu di Ujung Penantianku
4196      1151     1     
Romance
Perubahan berjalan perlahan tapi pasti... Seperti orang-orang yang satu persatu pergi meninggalkan jejak-jejak langkah mereka pada orang-orang yang ditinggal.. Jarum jam berputar detik demi detik...menit demi menit...jam demi jam... Tiada henti... Seperti silih bergantinya orang datang dan pergi... Tak ada yang menetap dalam keabadian... Dan aku...masih disini...
Sanguine
4434      1449     2     
Romance
Karala Wijaya merupakan siswi populer di sekolahnya. Ia memiliki semua hal yang diinginkan oleh setiap gadis di dunia. Terlahir dari keluarga kaya, menjadi vokalis band sekolah, memiliki banyak teman, serta pacar tampan incaran para gadis-gadis di sekolah. Ada satu hal yang sangat disukainya, she love being a popular. Bagi Lala, tidak ada yang lebih penting daripada menjadi pusat perhatian. Namun...
ALVINO
4140      1839     3     
Fan Fiction
"Karena gue itu hangat, lo itu dingin. Makanya gue nemenin lo, karena pasti lo butuh kehangatan'kan?" ucap Aretta sambil menaik turunkan alisnya. Cowo dingin yang menatap matanya masih memasang muka datar, hingga satu detik kemudian. Dia tersenyum.
in Silence
392      268     1     
Romance
Mika memang bukanlah murid SMA biasa pada umumnya. Dulu dia termasuk dalam jajaran murid terpopuler di sekolahnya dan mempunyai geng yang cukup dipandang. Tapi, sekarang keadaan berputar balik, dia menjadi acuh tak acuh. Dirinya pun dijauhi oleh teman seangkatannya karena dia dicap sebagai 'anak aneh'. Satu per satu teman dekatnya menarik diri menjauh. Hingga suatu hari, ada harapan dimana dia bi...
Mamihlapinatapai
5453      1516     6     
Romance
Aku sudah pernah patah karna tulus mencintai, aku pernah hancur karna jujur tentang perasaanku sendiri. Jadi kali ini biarkan lah aku tetap memendam perasaan ini, walaupun ku tahu nantinya aku akan tersakiti, tapi setidaknya aku merasakan setitik kebahagian bersama mu walau hanya menjabat sebagai 'teman'.