Suasana duka masih menyelimuti rumah putih itu. Bella, menyesali kepergian ibunya. Gadis 20 tahun itu sungguh tak menyangka akan ditinggal ibunya secepat ini. Dia terus memandangi bunga putih favorit ibunya yang terpajang cantik diatas perapian. Canterbury Bells atau lebih dikenal dengan bells flower.
Dalam kekalutan Bella, ia tiba-tiba terhentak ketika melihat sedikit darah mengalir dari kelopak bunga itu. Suasana duka tiba-tiba menjadi mengerikan. Wajah para tamu yang berpakaian serba hitam menjadi rusak, kulit wajah terbuka dengan luka menganga, mulut hitam tanpa gigi, dan semua mata berlubang tertuju kepada Bella.
“Kyaaa!!,” tanpa sadar Bella teriak histeris. Tiba-tiba pandangannya kembali normal, para pengunjung pun tidak seseram tadi. Bella pun pergi menuju kamar, meninggalkan mereka di ruang keluarga.
***
Di kamar, tiba-tiba Bella terlelap. Dia seakan melupakan para tamu. Rasa kantuk yang luar biasa membuatnya jatuh ke dalam mimpi yang aneh. Ia berjalan di sebuah lorong gelap yang berjejer pintu yang terbuka. Tanpa penerangan sedikit pun, Bella menusuri lorong itu sambil sesekali mengintip tiap ruangan yang pintunya terbuka. Tak ada apapun disana. Hingga ia tiba di ujung lorong. Pintu berwarna putih, tertutup rapat. Aroma busuk keluar dari sela-sela pintu itu. Bella mencoba memutar knop pintu itu, terkunci. Lalu, Bella membalikkan badan, tiba-tiba, knop itu berputar sendiri. Pintu terbuka dengan sendirinya. Gelap, sunyi, aroma busuk merebak keluar.
Perlahan, Bella memasuki ruangan itu. Didalam kegelapan, terdengar samar-samar rintihan seseorang. Sesekali terdengar sebuah kata yang berulang yang dilontarkan suara itu.
“Flower… Bell… s…”
Bella penasaran dan mencari sumber suara tersebut. Tangan Bella meraba dinding untuk mencari saklar lampu ruangan. Lampu menyala, Bella terkejut, dipojok ruangan terdapat ibunya yang sekarat, sedang berbaring dalam kondisi kedua tangan diikat ke pagar kasur, badan yang sangat kurus hingga terlihat tulang-tulang yang menonjol dari balutan kulit keriput.
Bella mendekati ibunya. Dia mencoba untuk melepaskan ikatan namun tak bisa. Mata sang ibu melotot dengan mulut terbuka, menatap tajam ke arah Bella. Mulut terbuka itu menyemburkan kunyahan kelopak bells flower ke wajah Bella. Bau menyengat dan busuk jadi satu. Seketika Bella bangun dari mimpinya.
“Aku tahu, ada yang tidak beres dengan kematian ibu,” gumamnya dalam hati. Bella berlarian menuju mobil di halaman. Ia melewati kerumunan para tamu. Ia tak mengindahkan panggilan pamannya di ruang tamu itu.
***
Bella tiba di rumah sakit itu. Tempat terakhir ibunya tinggal. Ya, ibu Bella didiagnosa menderita demensia akut sehingga harus dirawat di rumah sakit jiwa. Bella tak mampu merawatnya karena hidup di asrama kuliah.
Bella memaksa untuk melihat file rumah sakit. Kepala rumah sakit tetap tak memberikan file tersebut, namun dengan berat hati ia mengatakan,
“Dimulut ibumu ditemukan sisa gulungan kelopak bunga canterbury bells yang mengandung HCl . Kami tidak mampu menjelaskan mengapa benda itu berada disitu. Mulut ibumu terbakar. Kami tidak bisa membiarkan pihak luar mengetahui hal ini. Polisi pun memahami posisi kami sehingga menutup kasus ini”.
Handphone Bella berdering, suara berat terdengar dari seberang,
“Mengapa kau pergi ke rumah sakit jiwa yang penuh tipuan itu, Bella?! Kau tidak percaya dengan pamanmu ini?!,” suara pamannya sedikit menyentak. Bella kaget, kenapa pamannya bisa tahu kemana kepergian Bella?