Nick tidak tidur sepenuhnya, masih berupaya mengumpulkan tenaga. Kegelapan membantunya lebih memfokuskan indra pendengaran dan praduga. Mobil yang mengangkutnya berhenti perlahan bersama mobil-mobil lainnya. Kemudian terdengar suara pintu terbuka dan tertutup bersamaan dengan getaran kecil sampai bagasi. Tak lama pintu bagasi diangkat, ia dikejutkan oleh sorot senter yang kontan membuatnya memejamkan mata dan berpaling akibat pedih yang menusuk.
Mereka memaksa Nick berdiri dan berjalan. Paling tidak mereka menabrakkan Nick dengan bahu Ferus yang juga sama lesunya, pasti sehabis diserap tenaganya oleh sekte sesat ini. Setelah itu Gerald menyusul mereka. Nick patut bersyukur karena keduanya mampu berjalan biarpun terhuyung-huyung.
Dengan kasar mereka bertiga digiring ke sebuah kabin terpencil di tengah hamparan rumput, kemungkinan hamparan lembah gunung. Dari kejauhan masih tampak kerlap-kerlip perumahan lain, tetapi penghuni rumah-rumah itu tidak akan sadar bahwa mobil-mobil ini tengah membawa sandera.
Kabin tersebut terlihat seperti tempat pelarian para remaja begitu musim panas tiba. Banyak benda-benda bertema liburan seperti beberapa sepeda gunung yang terparkir di depan teras. Di halaman depan terdapat tanah bekas api unggun yang tampaknya masih segar sehabis dipakai kemarin. Ada pula kursi-kursi yang diletakkan di teras, menghadap pada arah asal kedatangan mereka.
Siapa pun tidak akan mengira ini adalah tempat penyanderaan. Apalagi mengetahui ada hal aneh di ruang bawah tanahnya. Bau apak dan busuk memuakkan mencekik sampai otak begitu Sam membuka pintu. Ketiganya nyaris muntah. Mereka menyimpan apa di bawah sini? Kotoran dan bangkai tikus? Ketiganya tidak menemukan penyebab bau menjijikkan itu, karena selain pencahayaan ruang berkayu lapuk itu remang-remang, tembok berlorong ke bawah yang mengiringi dua belas anak tangga ini membatasi jangkauan pandangan.
Dan, tampaknya para penculik belum puas menyiksa tiga orang sandera ini, terutama Nick. Mereka menendangnya dari atas sehingga Nick terguling tak berdaya sampai dasar. Dia terlalu lelah bahkan untuk merasakan rasa sakit baru yang berdenyut di sekujur tubuh, kecuali untuk mengumpat dengan wajah tetap menempel pada lantai ubin berdebu.
"Nick!" Ferus berteriak dari atas.
"Apa kamu juga ingin dibegitukan, Ferus?" tanya Sam sambil tertawa.
Nick menggeliat berusaha memutar posisi menghadap pintu di atas sana sambil menggeram, "Aku akan mencabut bulu celengmu satu per satu jika berani melukai Ferus."
Sam terbahak geli, tapi untungnya dia hanya mendorong Ferus dan Gerald supaya mereka cepat turun bersamanya. "Ya, kau boleh berharap sebelum tubuhmu berubah kurus kerontang."
Ia lalu menendang Ferus seperti menggulingkan batu, kemudian menginjak Nick tepat di atas paru-paru sehingga Nick terbatuk keras. "Kalian berdua benar-benar tangkapan besar buat kami."
"Singkirkan sepatu hinamu itu, kemeja putih itu mudah kotor," ketus Nick.
Barisan gigi-gigi besar babinya seketika ditunjukkan oleh Sam. Baru kali ini dia kelihatan seperti iblis—iblis babi. Dia mengeset sepatunya di sepanjang baju Nick, menganggapnya sebagai kain pembersih sepatu mahal berkilaunya. "Mau tahu apa yang akan kami lakukan dengan darah kalian?"
"Tak perlu dijelaskan pun kurasa sudah cukup jelas."
Sam melipat tangan di dada. "Jangan terburu-buru. Darah kalian itu memang sangat segar. Tapi coba kaulihat ke sana dengan kemampuan mata merahmu itu." Dia menunjuk dengan moncong hidungnya yang mengerucut dan melebar ke sisi gelap dari gudang bawah tanah ini.
Kemampuan yang dimaksud adalah melihat dalam gelap, salah satu keahlian Mata Merah. Dalam keadaan gelap, penglihatan Mata Merah dapat dikontrol berubah mirip hasil rekaman inframerah. Nick sendiri benci memiliki kemampuan itu karena dia bisa mendapati asal bau tengik dan apaknya.
Di ujung sana, terlihat setumpukan mayat kurus kering. Sebagiannya masih memiliki daging, tapi sebagiannya hanya terlapisi kulit dan perlahan membusuk bersama pakaian-pakaian mereka yang longgar. Semua mata dan mulut mereka terbuka lebar seolah menjerit bahwa ini adalah akhir kehidupan. Kondisi mereka membuat Nick bisa membayangkan bagaimana cara mereka mati.
Nick termangu. Ia ingin tertawa untuk terakhir kalinya supaya biarpun sudah menjadi mayat, melotot dan mangapnya bakal terlihat bahagia.
"Aku ... aku tidak bisa melihat apa pun," kata Ferus yang bersandar lemah pada tembok kayu sambil menyipitkan mata.
"Tidak usah dilihat," ucap Nick, "Hanya untuk delapan belas tahun ke atas."
"Delapan belas tahun ke atas?" sahut Gerald sama lemahnya.
"Aku sudah delapan belas dan kau bahkan masih tujuh belas!" erang Ferus, "Tapi apa pun itu, sepertinya sesuatu yang tidak ingin kulihat."
Sam sepertinya bangga dengan hasil mahakaryanya. "Kalian tahu, faktanya darah-darah kalian akan diawetkan untuk hal yang lebih bermanfaat. Misalnya seperti ramuan untuk membuat bangsa vampir tidak perlu minum darah manusia dalam jangka waktu tertentu. Bukankah itu penemuan yang hebat?"
Ucapan itu membuat Nick beralih lagi pada hidung babi Sam yang menghalangi mata. "Hah? Penemuan apa? Itu sudah ditemukan oleh KMM beberapa tahun lalu."
Dapat terlihat keterkejutan murni di wajah Sam. "Maaf?"
Tanpa disadari Nick memutar bola mata. "Oh, ya ampun. Coba, deh, ajukan hak paten, pasti kamu bakal ditolak. Bung, aku turut menyesal kau tidak akan jadi inventor terkemuka yang namanya bakal digunakan untuk inovasi ramuan penambah energi. Entah kamu benci pada Mata Merah atau tidak, tapi kadang kau perlu melawan egomu untuk membeli produk-produk keren mereka. Memang kadang harganya berlebihan, tapi kau dijamin tidak akan rugi."
Kentara sekali Sam tertarik. Dia sampai berjongkok dan hidung babinya nyaris menyentuh mulut Nick. Dia tidak bisa mundur karena lantai persis di belakang kepalanya. "Jadi, maksudmu KMM menjual ramuan asupan tenaga dari darah manusia?"
Susah payah Nick melihat mata Sam di balik moncongnya tanpa mengernyit. "Bukan darah, tapi tetap ramuan tenaga. Aku tidak akan memberitahu dari apa itu terbuat karena ini termasuk rahasia dagang. Tapi aku punya sampelnya di brankasku jika kau mau coba. Gratis, kok. Tapi bisakah kau singkirkan dulu hidungmu yang seperti gua berisi kotoran itu?"
Gigi Sam mengertak. Lagi-lagi secara sengaja Nick membuat seseorang emosi sepenuh jiwa, tetapi paling tidak Sam mengubah wajahnya kembali menjadi manusia normal meski akhirnya menjerat leher Nick dengan kekuatan tangan iblisnya yang tidak main-main. Urat-urat hijau bertonjolan di punggung telapak tangannya. Sekiranya berpotensi menembus daging leher Nick.
Meski sulit, Nick tetap bicara di tengah jalur napas separuh tertutup. "Hei, aku serius soal ramuannya! Kau mau beli atau tidak?"
"Tutup mulutmu, agen dagang rendahan. Jangan persuasi aku dengan mulut pembual khas tukang dagang itu," gertak Sam dengan mata melebar nyaris bulat.
Dan itu berhasil membuat Nick menyeringai. "Aku bisa dengar kau tertarik. Harganya cuma—"
"Cukup!" Sam menggertak semakin kencang, bahkan bisa menggetarkan telinga Nick. Wajah penuh intimidasinya mendekat pada Nick untuk berucap diselingi air liur berhamburan. "Aku ingin minta maaf pada santapanku—maksudku Ferus dan Gerald, karena harus menunjukkan sisi penuh dendamku di depan mereka. Aku sangat benci pada Mata Merah, asal kamu tahu. Tapi karena kau belum pernah dengar aturan-aturanku, aku masih memberimu kesempatan."
"Tidak apa-apa," celetuk Ferus yang sudah terduduk lemas, membenamkan wajahnya di antara bahu dan tembok. "Aku mau tidur saja. Lanjutkan bisnis kalian."
Nick dan Sam sama-sama kembali bertatapan. "Sebaiknya kausimak ini baik-baik, Nick. Aturan pertama, jaga sikapmu karena aku tidak pernah berbelas kasih pada Mata Merah."
Di tengah ancaman itu, Nick masih sempat menyempurnakan seringai yang sebenarnya untuk menyemangati diri supaya tidak gentar, tetapi mungkin berakhir cari mati. "Kurasa aturan pertama saja tidak bisa kupatuhi."
Sudut bibir Sam membentuk senyum berkedut, lalu ia mengabaikan Nick. "Peraturan kedua akan keluar ketika kau melanggar peraturan pertama. Aku harus mencincang tubuhmu hidup-hidup. Pertama dari kaki, tangan, lalu perutmu, dan aku akan menimbang-nimbang harus memisahkan otak kecilmu dulu atau jantungmu dulu. Kemudian, aku akan melempar potongan tubuhmu ke kawananku di Alam Bayangan. Mereka sudah lama tidak memakan empat sehat lima sempurna."
Sam berhasil membuat suhu tubuh Nick memanas. Butir keringat mengalir dari akar rambut belakangnya menelusuri leher. "Oh, baiklah. Tidak ada salahnya dimakan oleh iblis barbar."
Sam tersenyum, sengaja pula menepuk pada luka lebam Nick di dahi; yang paling menyakitkan, kemudian berdiri menjulang di atasnya. "Sekarang kalian bertiga istirahat dulu saja. Anggap ini seperti rumah sendiri. Pastikan tenaga kalian pulih karena besok aku ingin bersulang bersama teman-temanku. Aku tidak ingin tong anggurku kosong."
Setelah berkata demikian, Sam menghilang dari balik tembok. Langkahnya santai menaiki tangga hingga pintu ruang bawah tanah akhirnya tertutup.
"Anggap seperti rumah sendiri." Ferus berceletuk dengan jengkel. "Standar rumahnya dan rumahku sangat berbeda."
Tidak ada yang tidak setuju soal itu. Namun sesaat kemudian Nick sadar ia—mungkin juga Ferus dan Gerald—telah terbiasa dengan bau menjijikkan setumpuk mayat di arah ujung atas kepala Nick. Senyap, tidak ada suara apa pun, bahkan ia sendiri ragu masih bisa bernapas.
Suasana tenang ini malah melenyapkan ketenteraman di dalam benak Nick. Tiba-tiba jiwanya seperti baru kembali, lalu sadar raganya sudah tergolek tak bertenaga dan penuh luka di ruang bawah tanah, siap pula menjadi salah satu tumpukan mayat di ruangan ini. Langit-langit kayu bolong di atasnya mengingatkan betapa singkat hidupnya jika mati sekarang.
Ia pun melirik Ferus dan Gerald. Gerald sudah tertidur dalam posisi duduk dan tubuh atasnya miring menyentuh lantai. Jika Gerald hanya manusia biasa, ini sangat memprihatinkan karena kapasitas energinya tidak sebanyak Mata Merah ataupun Sang Dikaruniai. Nick harap anak itu memang ketiduran karena kelelahan, bukan pingsan, apalagi mati.
Sedangkan Ferus masih terjaga, duduk berselonjor menatap ujung sepatunya tetapi kesadarannya entah melambung ke mana. Kaki kurus panjangnya itu menghadap pada sisi kaki kanan Nick yang tidak bisa terbuka terlalu lebar karena jahitan celana formal yang membatasi.
"Menurutmu, Abuela masak apa hari ini?" tanya Nick pada Ferus, tapi seperti bicara pada langit-langit yang bisu.
"Mungkin enchilada," jawab Ferus terlampau singkat.
"Tidak mungkin. Dia tidak akan masak masakan seperti itu tanpamu di rumah."
"Benar juga. Bagaimana dengan Abuelo? Menurutmu dia sedang apa?"
Sebuah bayangan muncul di benak Nick. Abuelo duduk di sofa, memandang televisi tua cembung di rumah sambil terbahak tanpa suara. "Seperti biasa, menonton debat politik. Bagaimana dengan Cel?"
"Sepertinya dia sehabis pulang membawa makanan yang dimasak bersama-sama dengan Abuela. Tanpamu. Tapi dia tidak mungkin heran karena kamu sudah biasa pulang larut malam."
"Ya. Dan seingatku, ini masih belum jam dua belas. Kita masih punya waktu beberapa jam lagi sebelum Abuela mengunci kita di luar."
Setelah itu, Ferus tidak lagi membalas ucapan Nick. Suara mereka mungkin terdengar santai, tapi rasa takut membakar keberanian mereka, berubah menjadi asap yang saling adu membubung di ruangan sempit menyebalkan. Jika Nick boleh jujur, dari tadi dia sudah menyebutkan segala sumpah serapah yang dia pelajari selama tujuh belas tahun di dalam hati.
"Apa pun yang kamu pikirkan," ujar Ferus tiba-tiba, dan mata mereka saling pandang, "jangan salahkan siapa-siapa."
"Ferus—"
"Tiga jam," ucap Ferus menyela Nick, "Terakhir kali kuingat, ini masih jam sembilan. Tiga jam sebelum dikunci di luar oleh Abuela."
"Aku tidak mengerti mengapa kamu masih bisa optimis dalam keadaan apa pun," ujar Nick pilu karena menyadari suara Ferus bergetar pada akhir kalimatnya. Bahkan wajahnya memerah karena alasan yang tidak ingin Nick sebutkan.
"Tentu saja, aku—" Suara Ferus terdengar lebih parah dari sebelumnya, dan dia berhenti karena setetes air mata mengalir dari matanya. Dia berpaling, menekuk kaki, merapatkan wajahnya pada lutut.
"Tapi kamu akan selamanya jadi cengeng," ledek Nick bermaksud menghiburnya.
Bahunya bergetar saat Ferus merasa kesusahan menarik napas dari mulut karena hidungnya tersumbat. "Apakah tidak ada cara menyemangati yang lain, Nick?"
"Seperti Ferus ganteng?"
"Aku tidak ingin dengar kebohongan." Ferus menyedot air mata yang tersumbat di hidungnya.
"Atau kau mau dengar cerita tentang Jessie yang tidak kalah jalangnya dari si Brianna yang tidak pernah muncul lagi di tahun ajaran sekarang?"
Ferus tertawa di tengah isaknya. "Benarkah? Lebih parah dari si hamil di luar nikah itu? Kedengarannya menarik. Aku ingin dengar dongengnya."
"Jadi, semua ini berawal saat aku menyelonong ke kamar Sam yang bau seperti toilet busuk."
Yang terjadi selanjutnya, mereka berdua hampir lupa kalau mereka sedang diculik. Percakapan itu terus mengembara ke kejadian-kejadian konyol yang pernah terjadi, seperti ketika Abuela menunjukkan foto Ferus telanjang di umur tiga tahun, bermain dengan air selang di halaman rumah dan ada pelangi di belakangnya. Juga berbagai kisah yang tak kalah menarik lainnya.
Beberapa saat berlalu. Akhirnya Ferus pun ketiduran karena lelah menangis, sementara Nick terus memandang langit-langit, berharap ada yang tiba-tiba melubangi kayu supaya mereka bisa pulang sebelum Abuela melapor polisi dan masalah bakal semakin bercabang.
Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.
Comment on chapter Act 000