Read More >>"> The Red Eyes (Act 003) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Red Eyes
MENU
About Us  

Proses konfirmasi penanganan kasus tidak semudah memesan produk. Kadang ada misi-misi yang dianggap terlalu sepele sehingga tidak ditangani atau malah terlalu berat sehingga butuh pertimbangan cukup lama. Bagi Nick, kasus yang diajukan Carl tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Kasus ini seharusnya bisa diterima dan akan mendapat konfirmasi besok.

Dugaan Nick benar, tetapi dia bisa mencium bau mencurigakan bahkan jauh sebelum Cassandra—selaku perantaranya dengan koordinator divisinya—memerintah Nick datang ke markas sehabis pulang sekolah.

Nick benar-benar tak habis pikir soal ini.

"Apa? Kita sudah sepakat sejak kepindahanku dari Elvanya!" Nick dengan kecewa membanting punggungnya pada sandaran kursi, salah satu tangannya bersandar pada sandaran lengan sedangkan yang satunya menggaruk dagu dengan telunjuk. "Janjinya saja tidak akan melemparkan misi berat padaku. Lagi pula, memangnya kalian tidak membiarkan agen lain mengambil misinya?" Lirikannya tajam pada wanita kurus berambut pendek yang tak bisa melakukan apa pun selain tersenyum geli. Kerut di kulit umur pertengahan tiga puluhnya menampak tiap kali senyumnya melebar.

"Koordinator sepakat," balas Cassandra, "ini akan lebih mudah kalau kau yang menangani. Kalian satu sekolah dan kau hanya perlu pura-pura bergaul dengan mereka, 'kan?"

"Tapi—" Nick terlanjur muak, menarik napas dalam-dalam dan berusaha mengontrol emosi sambil mengusap wajah. "Paman Ethan pun setuju dengan usulan itu?"

Cassandra sekadar mengedikkan bahu dengan mulut tertekuk. "Kalau beliau tidak setuju, misi ini tidak dilemparkan padamu."

Mendengar jawaban itu, rasanya Nick ingin lompat melewati meja yang membatasinya dengan Cassandra, kemudian mencekik leher kurus jenjangnya. Tetapi dia mengurungkan nafsu membunuhnya. Lokasi mereka berada saat ini adalah salah satu alasan mengapa dia tak melakukannya.

Sekarang Nick sedang di dalam gedung operasional utama KMM, lebih tepatnya berada di kantor personal Cassandra sebagai salah satu perantara para agen. Tempat ini didominasi kemewahan kayu-kayuan dan lantai marmer. Sisi dinding dipenuhi oleh rak buku dan dokumen. Citra yang kantor ini hadirkan adalah citra Moskovia Antik. Kalau dia mengamuk sekarang, petugas-petugas akan berdatangan dan mengira ada pelajar mabuk yang stres tentang kehidupan sepelenya.

"Baiklah, aku ambil misi ini." Nick menatap dalam-dalam pada Cassandra yang tidak takut sama sekali, lebih tepat dikatakan kalau Cassandra menyepelekannya. "Tapi kau, atau siapa pun orang keparat yang bertanggung jawab atas ini, juga harus bilang pada Paman Ethan. Kami sudah sepakat kalau aku hanya akan bekerja sebagai agen kurir. Aku tidak mau lagi menangani kasus-kasus berbahaya. Katakan saja setelah apa yang kulalui, apa dia tidak punya hati?"

Cassandra menghela napas berat. "Iya, iya. Tapi kau tenang dulu. Ini kan hanya semacam kasus penyelidikan."

"Dan menjebloskanku ke dalam lubang berisi ragam makhluk supernatural? Terima kasih," tukasnya.

Kali ini Cassandra tersenyum tipis. Nick bisa melihat ada rasa iba di matanya, dan sialnya dia tidak bisa menatapnya. Nick merasa tidak suka dengan tatapan itu. Namun, anehnya, bersamaan pula dengan perasaan butuh. Entahlah, dia sendiri tidak mengerti.

Apalagi ketika Cassandra berkata, "Menjadi setengah tidak selalu buruk, kok. Jadi biarkan aku berikan kabar baik buatmu?"

Baru kali ini Nick menatapnya lagi biarpun masih dongkol. Dan ia hanya meresponsnya dengan mengangkat dagu, menyuruhnya bicara atau apa pun itu.

Cassandra mengambil gawai tablet yang terletak di dekat monitor. Dia membuka sebuah aplikasi yang tidak asing lagi buat Nick, yaitu aplikasi wajib yang khusus dibuat untuk para agen KMM. Cassandra membuka menu pengiriman barang di akunnya, terlihat ada nama Nicholas Lincoln tercantum di salah satu riwayat transaksi.

"Seperti biasa, suplai alat dan bahan. Obat penyamar energi, minuman penambah energi—tapi seperti biasa jangan diminum banyak-banyak. Perak, Pisau Pembersih, dan masih banyak lagi. Kau bisa lihat sendiri," bicaranya cepat sekali seperti seorang rapper, lalu menyodorkan tabletnya pada Nick.

Nick melihatnya satu per satu. Cukup banyak, batinnya berkata. Melihat benda bernama gas tidur membuatnya lega. Benda itu adalah mainan yang paling dia suka jika berada di situasi genting. Bentuknya bundar dan terbuat dari kaca, cairan di dalamnya berwarna biru mirip spiritus yang dicampurkan metilena biru.

Namun ada satu yang membuat Nick heran. Di sana tercetak kata GAGAL TERKIRIM dengan warna merah pada setiap barang yang terdaftar.

"Semuanya gagal terkirim?"

Cassandra mengangguk. "Brankasmu penuh. Memangnya ada apa saja?"

Brankas penuh, adalah kata yang membuat Nick merasa tegang seketika. Harusnya dia tidak terang-terangan memperlihatkan tangannya menegang dan menjauh dari tablet Cassandra. "Eh, itu ... macam-macam."

Wanita itu menyipitkan mata cokelatnya, curiga pada Nick.

"Apa?" ucap Nick seolah menantang, berusaha pula untuk tidak panik.

"Kau menyimpan barang-barang 'cowok', ya?" tuduh Cassandra.

Spontan saja Nick terkejut mendengarnya. "B-bukan! Aku tidak menyimpan benda aneh-aneh, sumpah!"

Nick tak mengatakan jawaban yang ingin didengar Cassandra. Wanita itu semakin mendekatkan kepalanya pada si anak laki-laki, seolah memaksa agar mengatakan yang sebenarnya.

Nick memutar bola mata, menghela napas keras. "Baiklah. Aku menyimpan beberapa buku sekolahku yang butuh dibawa pulang karena aku malas bawa."

"Astaga." Mata Cassandra membulat.

"Lagi pula ini belum waktunya pemeriksaan. Barang-barangku juga tidak mencurigakan, jadi mereka tidak mendeteksinya. Tidak ada yang salah dengan itu, 'kan?" Nick mengangkat bahu tidak peduli.

"Tapi, Nick, kaucampurkan benda-benda seperti itu dengan alat bertarung!" bentak Cassandra.

"Sebenarnya bukan itu saja." Nick, entah mengapa, malah antusias menceritakan betapa briliannya otak yang dia miliki. "Karena ibu angkatku juga tidak suka aku menyimpan banyak buku, novel-novelku kusimpan di sana. Oh iya, kadang kalau aku tidak menemukan tong sampah, aku menyimpan sampah di dalam situ lalu lupa mengeluarkannya—"

"Ya ampun, Nick," Cassandra menyanggah.

Tapi Nick tidak menghiraukannya. "Saudara angkatku juga menitipkan beberapa benda di sana. Dan kau tahu apa?" Ia menopang lengan di atas meja dan mendekat pada Cassandra supaya suaranya yang memelan terdengar. "Dia punya banyak koleksi majalah pornografi, tapi dengan berengseknya memintaku simpan di brankas. Ya, aku membeberkan rahasia ini khusus padamu. Tapi bagaimana menurutmu? Aku cerdas, 'kan, karena aku bisa memanfaatkan brankas itu untuk hal lain?"

Cassandra malah melongo, tak habis pikir. Ia menyentuh keningnya dan geleng-geleng. "Harusnya aku tidak kaget."

Anak laki-laki itu tersenyum lebar. "Nanti kalau sudah kukosongkan akan kukabari."

"Segera, Nick. Segera. Kau tidak mungkin menunda kasus berhari-hari, 'kan?" tegas Cassandra.

"Yah, karena aku dari awal tidak sepakat dengan keputusan kalian ...."

"Jangan katakan itu." Cassandra menggertak kecil. "Bereskan. Segera. Malam ini."

Melihat Cassandra lelah hanya karena sebuah fakta konyol, tetapi bermanfaat tentang brankas KMM yang multi-fungsi, malah membuat Nick bahagia. "Semuanya bisa kubereskan bahkan hanya dalam satu jam."

"Nah, bagus," ujarnya, lalu tiba-tiba dia menempelkan kertas pada wajah anak laki-laki itu. "Jangan lupa tanda tangan penanggung jawaban misi di sini. Dan minta tanda tangan Mr. Raymond. Besok kutunggu."

 

 

 

Malamnya, Nick membiarkan Ferus menangis menyaksikan majalah pornografinya dibakar di halaman belakang.

Nick mendesak saudara angkatnya untuk membakar benda-benda hina itu, sambil menodong punggungnya dengan pisang, buah kesukaannya walau sudah berkali-kali dituduh "kelainan" seksual.

Anak berambut ikal itu duduk di dekat api, sedang duduk di atas hamparan rumput pendek, menekuk kaki pada dada dan menyandarkan lengan kiri dan kepalanya di atas lutut yang keras seolah kekurangan bantalan lemak. Sementara Nick agak jauh di belakangnya, memakan pisang.

"Kau benar-benar jahat," bisik Ferus dengan suara sengau, memuntir tusuk satai untuk marshmallow gosong di tangan satunya.

Abuela sama sekali tidak mengerti ini. Ia pikir mereka akan menikmati api unggun sambil makan marshmallow. Nick membelinya tadi setelah dari markas karena tahu mereka butuh penyamaran. Padahal bukan hanya majalah pornografi, kenangan Ferus bersama majalah-majalah tidak waras itu juga dibakar melebur bersama udara.

Lalu Nick mengusap-usap punggung saudara angkatnya dengan kasih sayang. "Nanti kubelikan koleksi baru. Lagi pula kau tidak akan selamanya begini terus, kan? Apa kata Abuela kalau tahu cucunya sudah rusak separah ini?"

Mulanya Ferus tidak mau menjawab Nick. Dia tetap membenamkan wajahnya di balik kaki, kemudian berkata perlahan, "Tidak usah, aku punya banyak simpanan digital. Memangnya ini zaman batu?"

"Nah, terus?" Nick keheranan.

"Itu semua koleksi yang sudah kutimbun dari SD. Nilainya berada pada kenangannya, plus per halaman yang serasa nyata di tangan," cibir Ferus.

Sejujurnya Nick pun tidak tega, tapi ini demi kebaikan Ferus juga.

Tidak, sih. Hanya karena dia mau mengosongkan brankas.

Omong-omong, kita belum membicarakan tentang organisasi sialan atau brankas apa yang dari tadi Nick sebutkan.

KMM berarti Konfederasi Mata Merah—nama organisasinya. Sesuai nama, intinya adalah sekumpulan Mata Merah. Satu hal yang membuat organisasi ini spesial adalah mereka merupakan ras yang senang mencampuri urusan ras lain (itu sebutan kasar Nick, sih). Mereka gemar menolong, tetapi kadang disebut mengusik juga. Kalau kautanyakan apa itu Mata Merah pada bangsa hantu yang tinggal di Alam Bayangan—simpelnya dunia hantu dan monster gaib—mereka pasti langsung memutar bola mata. Jawaban-jawaban yang kauterima pasti begini:

"Mata Merah? Oh, makhluk tukang ikut campur itu?"

"Dia baru saja mengirim saudaraku ke Neraka! Keren banget!"

"Aku ingin siapa pun menggenosida mereka."

Responden ketiga memang yang paling mengerikan. Kalau tidak salah, dia adalah iblis yang tinggal di Alam Bayangan. Nick tahu kisah itu dari ayahnya.

Sepanjang pengetahuannya, mulanya Konfederasi Mata Merah adalah perkumpulan kecil Mata Merah yang memang dari hati gemar menolong orang-orang. Seperti apa yang disampaikan Carl, Mata Merah tidak bergantung pada siapa pun dan apa pun sehingga itulah yang membuat mereka unggul. Kadang mereka bersedia atau diminta tolong untuk menangani sesuatu. Misalnya Carl yang membeli produk ramuan kekuatan agar tidak perlu mengisap darah manusia selama satu caturwulan. Mata Merah yang membuat ramuan itu. Sementara kasus lain yang sering dihadapi Mata Merah adalah pengusiran roh jahat—lebih tepatnya memulangkan mereka ke Alam Kekekalan. Namun, sial sekali jika kau adalah hantu yang sangat berdosa karena harus berhadapan dulu dengan Neraka. Berada di tempat penghukuman tertinggi adalah alasan mengapa mereka memilih tinggal di dunia manusia atau Alam Bayangan, dan juga alasan mengapa mereka membenci Mata Merah.

Mulanya konfederasi ini hanya perkumpulan kecil, sekitar sebelum Mezoromia berubah menjadi belahan Daerah Aliran Sungai Egris dan Eufrat yang sekarang, sekitar 3100 Sebelum Masehi. Tanpa mereka sadari, mereka mengembangkan nama sehingga para Mata Merah lainnya pun menawarkan diri untuk bergabung. Tentu saja sesuatu yang bersifat jasa cuma-cuma yang pada akhirnya berubah menjadi motif meraup keuntungan. Bisnis serius. Kapitalisme dan kekuasaan. Dari sanalah KMM terbentuk.

Sementara brankas adalah sebuah dimensi yang diciptakan oleh KMM untuk para agen agar mereka bisa menyimpan banyak benda. Mudahnya, seperti ketika kau bermain game. Karakter tersebut menyimpan banyak benda yang mustahil dibawa sekalipun ia mengenakan tas. KMM mewujudkan imajinasi itu. Mereka membuat dimensi brankas agar para agen bisa mengakses benda itu kapan dan di mana saja.

Brankas itu cukup dibuka di udara dengan kekuatan pikiran. Kemudian merealisasikan menjadi kenyataan di dalam genggaman, maka benda yang dibutuhkan akan muncul di tangan. Selalu akan muncul cahaya merah delima terlebih dahulu.

Itulah mengapa menggunakan brankas sebagai gudang adalah pilihan tepat. Karena sejauh yang Nick tahu, masing-masing orang mendapatkan jatah sebesar sembilan meter kubik. Meski bebas memasukkan benda apa pun ke dalam brankas, selalu akan ada pendeteksi dan pemeriksaan. Selama tidak terdeteksi sebagai barang mencurigakan ketika dimasukkan, dan belum memasuki waktu pemeriksaan, Nick masih aman.

Lagi pula Nick punya hak istimewa karena alasan tertentu.

Meski bukan berarti dia boleh menyimpan majalah tidak senonoh atau menumpuk sampah. Seperti janjinya, semuanya harus beres malam ini.

Seseorang datang berkunjung. Di atas undakan menuju rumah, pintu terbuka membawa seberkas sinar lampu. Abuela melongok dari balik pintu kemudian menyeru, "Nick, Cel sudah di ruang tamu!"

Nick pun berjalan ke arahnya. "Oh, oke!" Dia juga menoleh ke bawah pada Ferus. "Kau yakin tidak mau bantu aku?"

Ferus tetap sibuk sesenggukan, tapi sudah memakan marshmallow-nya sampai habis. Anak yang malang.

"Omong-omong, aku tidak tahu apa bahayanya makan marshmallow bakar dari api hasil pembakaran majalah mengandung bahan kimia!" teriak Nick sambil berjalan mundur. Dia meninggalkan Ferus dalam keadaan tersedak.

Langkahnya melalui ruang makan, kemudian lorong sambil membuang kulit pisang ke tong sampah kecil di sebelah bufet. Pasti langkahnya terlalu kencang karena dentumnya terasa bergetar di antara tumit dan lantai. Ia kelewat semangat malam ini. Tidak disangka ternyata beres-beres cukup menyenangkan. Dan, Nick semakin semangat ketika bertemu Cel yang sedang berdiri di samping tumpukan novel yang sudah diletakkan di depan televisi cembung keluarga Jones. Gadis ini hanya diam mengamati, dibalut jaket suede dengan kemeja santai di baliknya.

"Hei, kau yakin ini tidak apa-apa?" tanya Nick tanpa menyempatkan satu detik untuk duduk dulu. "Maksudku, orang tuamu tidak marah kalau kau menyimpan banyak buku?"

Cel menggeleng. "Selama rapi masih tidak apa-apa."

Nick pun menepuk tangannya. "Bagus. Kalau begitu akan kuangkut novelnya ke kamarmu. Orang tuamu sedang tidak ada di rumah, 'kan?"

Sesaat Cel memeriksa ponsel dari sakunya, lalu berkata, "Mungkin dua jam lagi mereka akan pulang. Ayo, biar kubantu."

Sebenarnya Nick tidak terlalu kutu buku. Koleksinya tidak menghabiskan sampai satu rak, tetapi karena dia orang anti-bersih dan anti-rapi, dia terbiasa melempar buku ke dalam brankas tanpa melihat kondisinya separah apa. Mungkin itu yang menyebabkan brankasnya penuh. Setelah dihitung pun semua novel tersebut berjumlah tiga lusin, lebih sedikit dengan halaman rata-rata tiga ratus sampai lima ratus halaman. Tidak terlalu banyak, 'kan? Itu pun sebagiannya masih dibungkus rapi dalam plastik, belum ada niat membaca.

Mereka telah tiba di tujuan. Kamar Cel terlihat rapi. Banyak benda tapi sangat tersusun seolah sedang melihat pameran IKEA. Antara satu benda dan benda lainnya berkaitan seakan jika satu benda itu saja tidak ada, maka akan ada bagian yang hilang di kamar ini. Misalnya jika salah satu buku tulis tidak terselip di antara buku lainnya, maka kesan indahnya bakal menghilang. Hampir seluruh warna di sini didominasi oleh putih dan kuning. Bukan kuning mencolok memang. Sebutannya apa? Pastel? Tapi tetap tidak sehat buat mata Nick yang terbiasa melihat warna gelap. Saraf-sarafnya mendadak pegal memandangnya.

Meskipun ini kali pertama Nick masuk ke kamar Cel, keduanya tampak tidak merasa canggung setitik pun seakan Nick adalah udara yang setiap hari hilir mudik di kamar Cel (walau anak itu memang pengendali angin). Bagi mereka, dua tahun bukanlah waktu yang terlalu singkat untuk merasa bahwa mereka seperti saudara kandung. Nick menganggap Cel sebagai adik perempuan karena dia begitu lugu, Cel pun merasa Nick adalah kakak pemberani yang selalu penasaran dengan hal-hal baru. Mereka dipertemukan di dapur kediaman Jones. Saat itu Nick adalah koki baru di rumah mereka sedangkan Cel hampir sehari-hari memasak bersama Abuela.

Cel meletakkan buku-buku dengan rapi di rak bukunya. Sisanya yang tidak kebagian tempat ia jajarkan dengan rapi di atas meja belajar sesuai urutan serialnya. Melihat buku dari sisinya terurut sesuai serial rupanya cukup menarik juga. Kalau saja Nick memiliki niat untuk merapikan semua novelnya.

"Nah." Nick dengan bangga, tersenyum melihat rak DIY yang tertempel di atas meja belajar dipenuhi jajaran buku—padahal yang menyusunnya adalah Cel. "Akhirnya semuanya beres." Ia pun berbalik pada Cel yang berdiri di belakangnya. "Omong-omong, kamarmu mirip dunia pisang, ya?"

Hal tersebut membuat Cel grogi. "E-eh, apa itu aneh?"

"Enggak, hanya lucu saja," gurau Nick, memutar tubuh ke arah Cel. Dia pun meregangkan otot-ototnya yang pegal. "Oh, ya. Lukisanmu mana? Padahal aku ingin lihat."

Reaksi Cel semakin canggung saja. Dia mengerjap malu-malu sambil menyelipkan poni panjang di sisi wajahnya ke belakang daun telinga. "Itu ... kusimpan di gudang," ujarnya.

"Loh, mengapa?" Nick keheranan.

Tampak sejenak saja Cel tidak bicara, mungkin dia ragu dengan perkataannya sendiri, bahkan matanya tidak fokus pada Nick. "Lukisanku biasa saja .... Menaruhnya di kamar malah membuatku risi." Dan, mengatakan hal tersebut terasa seperti memuntahkan besi bagi Cel.

Begitu? Sebenarnya bukan sesuatu yang perlu diherankan dari Cel, tapi Nick tetap tak habis pikir tentang sampai kapan Cel akan pesimis tentang dirinya sendiri. Nick berkacak pinggang dan terkekeh. "Beda sekali dengan Ferus. Dia berulang-ulang kali berpidato tentang karyanya sampai membuatku mual."

Cibiran Nick berhasil membuat Cel mendengus geli. "Benarkah?"

"Aduh." Nick menepuk wajahnya. "Aku sampai hafal kata-katanya. 'Maknanya itu begini! Makanya coba perhatikan denotasinya. Niscaya kamu akan menemukan konotasinya.' Semacam itu." Dia melebih-lebihkan suaranya ketika menggambarkan Ferus berbicara, bahkan disertai gestur aneh.

"Wah, bagus kalau begitu," puji Cel dengan polos.

"Hah, bagaimana, sih, kamu ini?" protes Nick yang diakhiri dengan tawa.

"Iya," tanggap Cel, melirik ke arah lain. "Dari kecil Ferus memang suka menggambar. Dia juga bakat di kerajinan tangan. Aku ... aku tidak sama dengannya."

Berulang kali Nick mencoba memahami posisi Cel, namun tetap saja terasa sulit. Nick tidak tahu persis apa yang membuat Cel harus mendapat derita seperti itu. Sesuatu yang dia tidak tahu adalah gadis yang lebih muda darinya ini terpaksa menjalani hidupnya sebagai seniman lukis karena tuntutan orang tuanya. Sebagai catatan, keluarga Wang hanya menerima seni tinggi. Seni yang "katanya" diperuntukkan pada kalangan atas dan tidak sembarang orang dapat menyukainya karena mengandung makna yang cukup rumit. Pandangan itu secara mengejutkan sangat sulit Cel terima biarpun terlahir dari keluarga seniman

Pada kenyataannya Cel sendiri tidak tahu apa yang ia inginkan. Sejak kecil terlalu diatur oleh orang tua, sehingga membuatnya bingung untuk memilih apa dan untuk apa.

"Lalu, orang tuamu masih ingin memindahkanmu ke Rotrefeda?" tanya Nick sekali lagi. "Menguliahimu di sana?"

Dalam waktu cukup lama Cel hanya tertunduk. Kedua tangan yang berpaut di depan pinggangnya bergerak resah. Cel tahu, Nick hanya ingin mengarahkannya pada hal yang harusnya dia dapatkan, tetapi masih saja berat bagi Cel untuk menggerakkan dirinya sendiri.

Hal tersebut kemudian Nick sadari bahwa dia melakukan kesalahan dan mengingatkan Cel untuk tidak membalas pertanyaannya. Sayangnya, Cel sudah keburu membuka mulut.

"Maaf, Nick," gumam Cel nyaris berbisik, "Tapi ... aku tidak bisa membahas ini."

Kehidupan Cecilia Wang adalah salah satu kehidupan yang tidak ingin setiap anak rasakan. Dari informasi yang Nick dapatkan melalui Abuela, orang tua Cel sangat pilih-pilih terhadap teman Cel, apalagi kalau laki-laki. Abuela ingin Nick maupun Cel tidak mendapat masalah. Itulah mengapa dia bicarakan ini pada Nick sebelum Cel karena Abuela tahu Cel tidak sanggup mengungkapkannya sendiri.

Ibunya Cel dalam bidang pergaulan adalah biang masalah. Syarat pertama untuk berteman dengan anak perempuannya adalah seseorang ini harus satu agama dengannya. Sementara Nick, Nick percaya ada Tuhan. Tapi suatu hal membuat Nick yakin Dia girang melihatnya sengsara, makanya ia tidak mau menyembahnya lagi. Syarat lainnya yaitu harus berpendidikan dan sopan. Harusnya Nick masih bisa melakukannya, tetapi ibunya Cel tidak menginginkan kepalsuan. Dan masih banyak lagi tetek bengek yang ... memangnya dia mau melamar kerja, apa?

Nick ingin marah pada orang tua Cel. Selalu saja seperti itu. Menuntut anaknya untuk memiliki satu pandangan yang sama dengan mereka. Ayahnya seorang pelukis ternama yang sering membuka galeri di berbagai belahan Republik Arkadia. Ibunya seorang kurator di sebuah museum seni terbesar di Yorks. Bayangkan, hanya karena punya penilaian subjektif tentang seni, mereka merantai anaknya dan menyeretnya seperti seekor peliharaan. Manusia sinting macam apa orang tuanya itu?

Lamunan Nick buyar ketika ponsel Cel bergetar di atas meja belajar. Gadis timur itu segera menyabet benda itu seakan sudah menanti ada sesuatu yang bisa mengalihkan mereka. Ia memeriksa isinya. "Ah, mereka sudah dekat."

Nick pun lega akhirnya suasana bisa berubah meskipun tidak natural. "Oh, baiklah." Serentak mereka menghampiri pintu kamar. "Makasih, sudah mau menjadikan kamarmu gudang tumpukan buku berdebuku. Oh, ya, kalau kau mau baca, silakan saja."

Cel tersenyum dan berkata, "Terima kasih." Lalu mengantar Nick sampai ke depan pintu rumah.

Nick menuruni undakan hingga berhenti di tengah untuk berbalik. Tiba-tiba ada sesuatu yang terbersit dalam kepalanya.

"Cel," Nick memanggilnya.

Cel yang baru saja akan menutup pintu di belakangnya kemudian berbalik. "Ya?"

Nick memberinya senyum. "Pintumu terbuka lebar. Jangan sampai keburu ditutup orang lain."

Ia tidak menunggu reaksi Cel, tapi langsung menuruni tangga dan berjalan menuju rumah Jones yang tepat berada di sebelah.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • SusanSwansh

    Ceritanya bikin penasaran. Openingnya kereeeeennn.

    Comment on chapter Act 000
  • authornote_

    @SusanSwansh wah makasih ya. Makasih juga sudah mampir!

    Comment on chapter Act 000
  • SusanSwansh

    W.O.W. Kereeennnnnnnn.... Like banget ceritanya.

    Comment on chapter Act 000
Similar Tags
Should I Go(?)
9397      2183     12     
Fan Fiction
Kim Hyuna dan Bang Chan. Saling mencintai namun sulit untuk saling memiliki. Setiap ada kesempatan pasti ada pengganggu. Sampai akhirnya Chan terjebak di masa lalunya yang datang lagi ke kehidupannya dan membuat hubungan Chan dan Hyuna renggang. Apakah Hyuna harus merelakan Chan dengan masa lalunya? Apakah Kim Hyuna harus meninggalkan Chan? Atau justru Chan yang akan meninggalkan Hyuna dan k...
Semu, Nawasena
6144      2519     4     
Romance
"Kita sama-sama mendambakan nawasena, masa depan yang cerah bagaikan senyuman mentari di hamparan bagasfora. Namun, si semu datang bak gerbang besar berduri, dan menjadi penghalang kebahagiaan di antara kita." Manusia adalah makhluk keji, bahkan lebih mengerikan daripada iblis. Memakan bangkai saudaranya sendiri bukanlah hal asing lagi bagi mereka. Mungkin sudah menjadi makanan favoritnya? ...
Nafas Mimpi yang Nyata
227      188     0     
Romance
Keinginan yang dulu hanya sebatas mimpi. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpi. Dan akhirnya mimpi yang diinginkan menjadi nyata. Karna dengan Usaha dan Berdoa semua yang diinginkan akan tercapai.
Hidden Words Between Us
1244      517     8     
Romance
Bagi Elsa, Mike dan Jo adalah dua sahabat yang paling disayanginya nomor 2 setelah orang tuanya. Bagi Mike, Elsa seperti tuan putri cantik yang harus dilindunginya. Senyum dan tawa gadis itu adalah salah satu kebahagiaan Mike. Mike selalu ingin menunjukkan sisi terbaik dari dirinya dan rela melakukan apapun demi Elsa. Bagi Jo, Elsa lebih dari sekadar sahabat. Elsa adalah gadis pertama yang ...
Selepas patah
123      104     0     
True Story
Tentang Gya si gadis introver yang dunianya tiba-tiba berubah menjadi seperti warna pelangi saat sosok cowok tiba-tiba mejadi lebih perhatian padanya. Cowok itu adalah teman sebangkunya yang selalu tidur pada jam pelajaran berlangsung. "Ketika orang lain menggapmu tidak mampu tetapi, kamu harus tetap yakin bahwa dirimu mampu. Jika tidak apa bedanya kamu dengan orang-orang yang mengatakan kamu...
Our Son
479      252     2     
Short Story
Oliver atau sekarang sedang berusaha menjadi Olivia, harus dipertemukan dengan temanmasa kecilnya, Samantha. "Tolong aku, Oliver. Tolong aku temukan Vernon." "Kenapa?" "Karena dia anak kita." Anak dari donor spermanya kala itu. Pic Source: https://unsplash.com/@kj2018 Edited with Photoshop CS2
Save Me
904      539     7     
Short Story
Terjebak janji masa lalu. Wendy terus menerus dihantui seorang pria yang meminta bantuan padanya lewat mimpi. Anehnya, Wendy merasa ia mengenal pria itu mesipun ia tak tahu siapa sebenarnya pria yang selalu mucul dalam mimpinya belakangan itu. Siapakah pria itu sebenarnya?dan sanggupkah Wendy menyelamatkannya meski tak tahu apa yang sedang terjadi?
Patah Hati Sesungguhnya adalah Kamu
1772      668     2     
Romance
berangkat dari sebuah komitmen dalam persahabatan hingga berujung pada kondisi harus memilih antara mempertahankan suatu hubungan atau menunda perpisahan?
Tanpa Kamu, Aku Bisa Apa?
70      58     0     
Romance
Tidak ada yang pernah tahu bahwa pertemuan Anne dan Izyan hari itu adalah hal yang terbaik bagi kehidupan mereka berdua. Anne tak pernah menyangka bahwa ia akan bersama dengan seorang manager band indie dan merubah kehidupannya yang selalu menyendiri menjadi penuh warna. Sebuah rumah sederhana milik Anne menjadi saksi tangis dan canda mereka untuk merintis 'Karya Tuhan' hingga sukses mendunia. ...
Awal Akhir
664      414     0     
Short Story
Tentang pilihan, antara meninggalkan cinta selamanya, atau meninggalkan untuk kembali pada cinta.